Filosofi Kue Apem yang Jadi Makanan Wajib saat Satu Muharram

Filosofi Kue Apem yang Jadi Makanan Wajib saat Satu Muharram

Riska Fitria - detikFood
Rabu, 19 Jul 2023 15:00 WIB
Umbul Dungo Apeman dan penampilan karya seni pertunjukan sebagai ekspresi berdoa minta ampunan kepada Allah pada Malam Nisfu Syaban di Desa Mangunjiwan.
Foto: Mochamad Saifudin/detikJateng
Jakarta -

Kue apem jadi salah satu makanan yang tak pernah absen disajikan dalam menyambut tahun baru Islam atau satu muharram. Kue khas Jawa ini memiliki filosofi.

Tahun baru Islam atau satu muharram tahun ini jatuh pada Rabu, 19 Juli 2023. Di Indonesia, momen ini dirayakan dengan pawai obor hingga kirab seperti yang dilakukan oleh masyarakat Jawa.

Tradisi tersebut dilakukan dengan menyajikan berbagai kuliner khusus, salah satunya ada kue apem. Kue apem merupakan kudapan manis khas Jawa yang terbuat dari tepung beras, santan, dan tape.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan hanya sebagai suguhan, hadirnya kue apem dalam tradisi satu muharram ini juga melambangkan sesuatu yang sakral dan penuh arti. Berikut fakta kue apem.

1. Asal-usul Kue Apem

Qatari Night FestivalKue apem terbuat dari tepung beras. Foto: detikcom/Riska Fitria

Kue apem dikenal dengan teksturnya yang berongga dan lembut. Kue yang selalu hadir dalam perayaan khusus di Jawa ini memiliki perpaduan rasa gurih dan manis.

ADVERTISEMENT

Dilansir dari beberapa sumber, kue apem berasal dari India yang dikenal dengan nama appam. Kue ini kemudian diperkenalkan oleh Ki Ageng Gribig yang merupakan keturunan Prabu Brawijaya.

Saat itu, ia telah kembali dari perjalanan ke tanah suci dengan membawa kue apem. Ia dan salah satu murid Sunan Kalijaga pun membagikan kue tersebut kepada masyarakat sekitar.

Sejak saat itu, membagikan kue apem menjadi sebuah tradisi di Jawa untuk mengungkap rasa syukur dan momen-momen penting, termasuk momen satu muharram.

Baca Juga: Tradisi Apeman Lambang Permohonan Maaf di Bulan Ramadan

2. Filosofi Kue Apem

Dalam filosofi Jawa, kue apem merupakan simbol pengampunan atau permohonan maaf dari berbagai kesalahan. Karenanya, kue apem juga jadi kudapan wajib dalam menyambut bulan ramadan.

Bahkan saat bulan ramadan, masyarakat Jawa juga memiliki tradisi yang disebut apeman. Tradisi ini dilakukan dengan membuat kue apem dan merangkainya menjadi gunungan untuk diarak dan dimakan bersama.

Penamaan 'apem' sendiri diambil dari bahasa Arab, yakni afwan, affum, dan alwan yang memiliki arti ampun. Kata-kata tersebut kemudian masuk ke Indonesia, kemudian disesuaikan dengan dialek orang Jawa.

Baca Juga: Ada Kue Apem dan Karak Chai yang Autentik di Qatari Night Festival

3. Dimasak secara Tradisional

Tradisi ApemanKue apem dimasak secara tradisional. Foto: detikcom/Riska Fitria

Kue apem terbuat dari tepung beras, tape, santan, singkong, gula pasir, gula Jawa, dan garam. Kue apem akan menghasilkan rasa dan aroma yang khas ketika dimasak secara tradisional.

Umumnya, masyarakat Jawa memasak kue apem di atas wajan khusus dengan tungku berupa anglo. Sementara untuk bahan bakarnya menggunakan kayu bakar. Cara tradisional itu membuat kue apem beraroma gosong gurih.

Kue apem juga selalu disajikan dalam tradisi Ruwahan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Kue apem dijadikan sebagai sesaji karena dipercaya memiliki banyak arti.

Dalam tradisi Ruwahan, kue apem memiliki arti pengharapan, kebersamaan, dan kesederhanaan. Karenanya kue apem sendiri telah melekat dalam masyarakat Jawa.

Baca Juga: Ketan Kolak Apem dalam Tradisi Ruwahan Punya Makna Manis Ini

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Menikmati Jajanan Tradisional Kue Apem Kicir"
[Gambas:Video 20detik]
(raf/odi)

Hide Ads