Tradisi ruwahan dilakukan masyarakat Jawa jelang Ramadan. Saat tradisi ini tersaji hidangan ketan, kolak, dan apem. Ketiganya ternyata punya makna manis ini.
Ruwahan diadakan pada bulan kedelapan dalam kalender Jawa yaitu ruwah atau syaban dalam kalender Hijriah. Pada bulan ruwah, masyarakat Jawa biasanya sibuk membuat dan menyajikan makanan khas yang terdiri dari 3 jenis.
Ketiga makanan itu adalah setangkep apem, satu wadah ketan, dan satu wadah kolak ubi jalar dan pisang. Masing-masing makanan ini punya makna dan filosofi khusus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut pengertian dan makna filosofis ketan kolak apem dikutip dari buku Belajar Dari Makanan Tradisional Jawa (2017) oleh Dawud Achroni dan buku Lintas Sejarah Budaya Lokal (2020) oleh Ajeng Kusuma Wardani dkk.
Makna filosofis ketan yang manis gurih
![]() |
Ketan sudah dikonsumsi masyarakat Indonesia sejak zaman Majapahit. Ketan konon berasal dari istilah kraketan atau ngraketke ikatan. Ketan merupakan simbol kedekatan antar manusia.
Selain berasal dari istilah kraketan, ketan juga didefinisikan dari pelafalan orang Jawa dalam menyebut Khotan. Istilah yang berasal dari bahasa Arab tersebut memiliki makna kesalahan. Dengan demikian, penggunaan ketan sebagai ubarampe dalam tradisi Ruwahan mempunyai makna untuk mengingatkan bahwa setiap manusia memiliki kesalahan yang muncul dari diri sendiri.
Selain itu, ketan yang berwarna putih bersih juga melambangkan manusia yang memohon perlindungan dengan niat yang suci. Kehadiran ketan mengisyaratkan bahwa keluarga yang mengadakan tradisi Ruwahan ingin melakukan permohonan maaf atas kesalahan mereka dan para leluhurnya.
Makna filosofis di balik semangkuk kolak
![]() |
Kolak begitu lekat sebagai takjil orang Indonesia. Kolak dibuat dengan beragam isian seperti pisang, ubi jalar, singkong, labu, hingga kolang-kaling.
Meski dikenal sebagai kuliner Ramadhan, makanan tradisional Jawa satu ini juga dijadikan sebagai salah satu sajian Ruwahan karena memiliki makna simbolis yang penuh pesan moral.
Kolak berasal dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Istilah tersebut kemudian diserap dalam bahasa Indonesia menjadi khaliq yang memiliki arti Sang Pencipta atau Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian, penggunaan kolak dalam tradisi Ruwahan mempunyai makna bahwa para pelaku tradisi ingin mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, harapan yang sama juga dimohonkan untuk para leluhur mereka.
Baca juga: Apem Kolak, Suguhan Khas Pura Mangkunegaran |
Makna filosofis kue apem yang empuk manis
![]() |
Apem adalah jajanan tradisional yang dimasak dengan pemanggang yang ada cetakannya. Apem berbentuk seperti serabi, namun memiliki tekstur lebih tebal dan manis.
Masyarakat Jawa mempercayai kue apem berasal dari Mekkah. Kue ini dibawa oleh Ki Ageng Gribig yang kembali ke Jawa setelah menunaikan ibadah haji. Setelah peristiwa tersebut, kue apem berkembang menjadi kue tradisional Jawa dan sering digunakan dalam berbagai prosesi adat masyarakat Jawa.
Apem berasal dari bahasa Arab yang berlafal Affum atau afwan yang memiliki arti permintaan maaf. Dengan kata lain, penggunaan apem sebagai sajian tradisi Ruwahan dimaksudkan untuk memohon maaf baik untuk diri sendiri maupun keluarga yang sudah meninggal.
Selain itu, apem juga dimaknai sebagai simbol agar manusia selalu bisa memaafkan kesalahan orang lain terhadap dirinya. Apem juga dimaknai sebagai kebulatan tekad untuk memohon perlindungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Kampus Merdeka di detikcom.
Baca artikel selengkapnya DI SINI.
(adr/adr)