Pada 8 Agustus lalu, United Nations resmi mengeluarkan laporan bahwa produksi pangan juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Itu terjadi karena proses pembuatannya banyak memproduksi gas rumah kaca yang tidak baik untuk atmosfer bumi.
Selain itu juga kebutuhannya yang memerlukan lahan dan air dalam jumlah yang banyak. Bahkan kerusakan akibat produksi makanan ini sudah terjadi di beberapa negara seperti di California dan di Chili.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Daging
Foto: iStock
|
Untuk dapat mengonsumsi daging, tentunya ada banyak ternak yang dipelihara. Ternyata memelihara ternak untuk dikonsumsi manusia dapat berdampak besar bagi lingkungan. Hal itu diungkap oleh tayangan Scientific America, yang mengatakan bahwa produksi daging yang meliputi produksi daging sapi, ayam dan babi dapat mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca atmosfer.
Bahkan pengeluaran tersebut lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh segala jenis transportasi dan proses industri. Menurut NASA's Earth Observatory, gas rumah kaca tersebut secara substansial berkontribusi pada pemanasan global hingga merusak hubungan antara lingkungan dan manusia. Dengan begitu lingkungan akan mudah terserang bencana seperti cuaca ekstrem, banjir, kekeringan dan badai.
Penjualan daging sapi sedikit demi sedikit telah dilarang oleh Goldsmith's University di London. Pernyataan tersebut disampaikan melalui situs resmi milik universitas tersebut. Keputusan yang dipimpin oleh Profesor Frances Corner ini tak lain untuk mengurangi kerusakan pada lingkungan. Karenanya, Profesor Frances Corner juga menyarankan untuk mengurangi asupan daging.
2. Keju
Foto: iStock
|
Keju dan produk olahan susu lainnya juga bisa menyebabkan kerusakan alam karena pengolahannya berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian dari National Resource Defense Council (NRDC) yang menemukan bahwa antara tahun 2005 hingga 2015, berbagai keju terdaftar 3 kali sebagai makanan yang menyebabkan efek rumah kaca.
Menurut NRDC, jenis-jenis keju yang berbeda memiliki berbagai tingkat dampak lingkungan yang berbeda-beda juga. Itu tergantung pada jenis hewan yang susunya diambil untuk memproduksi keju. Dalam hal ini kaitannya sama dengan konsumsi daging juga keju yang biasanya menggunakan susu dari sapi.
Sejauh ini peternakan sapi sangat mengerikan bagi iklim. Dilansir dari New Scientist (13/02) sapi mengeluarkan metana dalam jumlah yang besar. Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas yang bisa menimbulkan efek rumah kaca ketika dibuang ke atmosfer. Dengan mengurangi asupan keju bisa meminimalisir efek rumah kaca sekecil mungkin.
Baca Juga : Jangan Buang Makanan Sisa, Manfaatkan Kembali dengan 8 Cara Ini (1)
3. Almond
Foto: iStock
|
Meski menyehatkan, kacang almond dikatakan dapat berdampak buruk pada lingkungan karena proses penanamannya memerlukan air dalam jumlah yang banyak. Mengejutkannya lagi 15 galon air hanya bisa menghasilkan 16 biji almond. Jika ingin menghasilkan almond lebih banyak lagi, tentunya air yang dibutuhkan juga akan jauh lebih banyak lagi. Hal tersebut disampaikan oleh University of California San Francisco's Office.
Bukti bahwa penanaman almond dapat berdampak negatif bagi lingkungan terjadi di California, Amerika Serikat. Di California banyak ditemukan kebun-kebun kacang almond. Bahkan California juga dikenal sebagai negara penghasil kacang almond terbesar di seluruh dunia. Hasil kacang almond yang berhasil dipanen bisa mencapai 82%.
Banyaknya perkebunan kacang almond membuat kebutuhan air di California menjadi meningkat. Saking banyaknya air yang dibutuhkan untuk penanaman kacang almond, membuat California menjadi kekeringan selama bertahun-tahun sejak 2011 lalu, seperti yang dilaporkan oleh NBC. Itulah sebabnya mengapa kacang bernutrisi ini bisa menyebabkan kerusakan lingkungan.
4. Alpukat
Foto: iStock
|
Disamping nutrisinya yang banyak memberikan manfaat, buah alpukat masuk ke dalam makanan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Ada dua alasan mengapa superfood ini dikatakan tidak baik untung lingkungan. Pertama, sama seperti kacang almond, bahwa penanaman buah alpukat juga membutuhkan jumlah air yang tak sedikit.
Kedua, menanam alpukat juga melewati proses yang tak sebentar. Itu karena alpukat masuk ke dalam jenis tanaman tunggal. Maksudnya adalah alpukat harus melawati proses penanaman yang berulang kali di lahan yang sama. Proses penanaman tersebut membuat tanah kehabisan nutrisi dan membuat tanah menjadi kurang subur.
Kalau sudah begitu, petani biasanya mengakali dengan menggunakan bahan kimia seperti peptisida. Selain masalah tanah, menanam alpukat juga membutuhkan satu ton air. Menurut Mother Nature Network, sekitar 528 galon air digunakan untuk menghasilkan sekitar 2,2 ton buah alpukat. Bahkan petani alpukat juga sering menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan kebunnya. Sehingga membuat air sungai menjadi kering. Inilah yang terjadi di provinsi Petorca di Chili.
5. Produk Kedelai
Foto: iStock
|
Menurut World Wildlie Fund, produksi kedelai dapat berkontribusi besar terhadap deforestasi. Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan cara melakukan penebangan untuk membentuk lahan yang semua lahan hutan menjadi lahan non-hutan. Proses tersebut menyebabkan hilangnya kehidupan pada tanaman dan hewan secara signifikan.
Bukan hanya itu, deforestasi juga bisa menggusur orang-orang yang tinggal dekat perkebunan kedelai. Proses deforestasi bahkan bisa memproduksi gas rumah kaca, karena membersihkan vegetasi asli dari lahan untuk memberi ruang bagi tanaman kedelai. Sehingga membuat lahan tersebut kurang mampu menyerap gas rumah kaca dari atmosfer.
Mengurangi produk olahan kedelai seperti susu, tahu, tempe, kecap dan produk olahan lainnya merupakan ide bagus yang bisa dilakukan. Semakin sedikit mengonsumsi kedelai, sedikit pula lahan yang digunakan. Dengan sedikitnya lahan perkebunan kedelai maka gas rumah kaca semakin sedikit dihasilkan. Juga tidak merusak kehidupan yang ada di hutan.
Baca Juga : Cinta Lingkungan, Restoran Ini Ciptakan Koktail dengan Gelas Pasta