Begini Proses Bikin Mi Lethek Khas Bantul yang Ada Sejak 1940

Pradito Rida Pertana - detikFood
Kamis, 30 Mei 2024 14:30 WIB
Foto: detikfood
Bantul -

Mi lethek adalah kuliner khas Bantul yang punya sejarah panjang karena sudah ada sejak 1940. Sampai sekarang mi lethek masih dibuat dengan proses tradisional seperti ini.

Di Kabupaten Bantul, kamu dapat mencicipi beragam kuliner unik, termasuk mi lethek. Biasanya mi ini dijadikan olahan mi rebus, goreng, sampai plecing.

Di Bantul, ada generasi ketiga pembuat mi lethek tertua yang masih menjalani usahanya sampai sekarang. Namanya Yasir Ferry (49) yang menyebut mi lethek sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka, sekitar tahun 1940.

"Sudah sejak 1940, sejak perusahaan berdiri pertama kali orang-orang sudah menyebut begitu. Saat ini saya generasi ketiga dari kakek saya, perusahaan kami mie lethek cap Garuda, mi yang paling tua di Kabupaten Bantul," kata Ferry saat ditemui wartawan di Pantai Baru, Poncosari, Srandakan, Bantul, Sabtu (25/5/2024).

Menurut Warga Bendo, Trimurti, Srandakan ini, penyebutan mi lethek karena warnanya yang cenderung gelap lantaran bahan bakunya dari tepung gaplek.

"Dinamakan mi lethek karena dulu itu warnanya sangat gelap, sehingga orang kampung itu menyebutnya lethek, karena warnanya kecoklatan," ujarnya.

"Karena proses pembuatan mi ini masih tradisional, tanpa pengawet dan pemutih, hanya tepung tapioka dan tepung gaplek," lanjut Ferry.

Cara Membuat Mi Lethek

Proses produksi mi lethek Bantul yang masih menggunakan tenaga sapi. Foto: Mutiara Zalsabilah Ridwan/detikJogja

Dalam membuat mi lethek, Ferry mengungkapkan, langkah pertama ialah merendam tepung gaplek untuk menghilangkan getahnya. Setelah itu tepung gaplek ditiriskan lalu dicampur dengan tepung tapioka di dalam silinder yang digerakkan menggunakan tenaga sapi.

"Setelah tercampur di situ kita tambahkan air. Begitu sudah betul-betul tercampur baru kita kukus lalu kita kembalikan ke silinder lagi," ucapnya.

Ketika di dalam silinder, Ferry harus memastikan lagi kadar air pada adonan mi. Apabila kadar air terlalu tinggi maka perlu menambah lagi dengan tepung tapioka kering.

"Setelah selesai kita press menjadi bentuk mi. Kalau sudah jadi bentuk mi kita kukus lagi. Setelah matang pagi harinya kita rendam di ember untuk dihilangkan lendir lemnya lalu dibentuk kotak-kotak dan dijemur," katanya.

Oleh sebab itu, Ferry menyebut proses produksi mi lethek memakan waktu yang tidak sebentar.

"Pembuatan mie lethek bisa memakan waktu sekitar dua hari. Karena sistem kita masih sistem tradisional," ujarnya.

Dalam sekali produksi, Ferry bisa menghasilkan sekitar satu ton mi lethek. Dia bilang produksi sebanyak itu belum bisa mencukupi kebutuhan mi lethek di pasaran Bantul.

"Pemasaran lokal Bantul, tapi sebarannya ke mana-mana. Harga jual per pak isi lima kilogram Rp 100 ribu," ucapnya.

"Kita fokus di Bantul karena kapasitas produksinya kita untuk memenuhi Bantul saja masih kurang. Warung bakmi Srandakan Pandak sudah pakai ini," imbuh Ferry.

Sertifikat Warisan Budaya Takbenda untuk Mi Lethek

Mi lethek Bantul sudah mengantongi sertifikat WBTbi. Foto: Dayinta Ayuning Aribhumi/detikJogja

Di sisi lain, Ferry mengungkapkan bahwa mi lethek sudah mengantongi sertifikat warisan budaya takbenda (WBTb) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

"Mi lethek ini makanan khas Bantul dan sudah jadi ikon Bantul, bahkan mendapatkan sertifikat warisan budaya takbenda (WBTb) dari Kementerian Kebudayaan (Kemendikbudristek)," kata dia.

Sementara itu Plt Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, Pamuji membenarkan jika mi lethek sudah mengantongi sertifikat WBTb. Semua itu tertuang dalam surat keputusan (SK) dengan nomor 362/M/2019.

"Mi Lethek ini sudah menjadi WBTb sejak tahun 2019,"kata Pamuji.

Artikel ini sudah tayang di detikjogja dengan judul "Mengintip Pembuatan Mi Lethek Bantul, Warisan Budaya Sejak 1940"




(adr/adr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork