Takoyaki merupakan camilan asal Jepang, tepatnya di daerah Kansai. Terbuat dari adonan tepung yang dibentuk bola-bola kecil, takoyaki umumnya memiliki isian berupa daging gurita. Adapun hal ini sesuai dengan namanya, yaitu 'tako' yang dalam bahasa Indonesia berarti gurita, dan 'yaki' berarti dipanggang atau digoreng.
Meski berasal dari Jepang, saat ini Takoyaki juga sudah banyak dijual di Indonesia. Bahkan, tak jarang masyarakat Indonesia menjadikan makanan ini sebagai peluang bisnis kuliner. Seperti halnya yang dilakukan Citra Ajeng, pemilik Takoyaki Ichi.
Berawal dari kecintaannya terhadap takoyaki, Ajeng pun mulai memutuskan untuk meracik adonan takoyaki sendiri, serta menjualnya. Saat ini, Takoyaki Ichi telah dapat ditemukan di berbagai tempat seperti Blok M Plaza, Cinere Mall, Kemang, Cipete, Limo, Depok, Burtong, Sawangan dan Margonda, Depok.
"Saya penyuka makanan takoyaki sejak dulu. Dan sejak tidak bekerja kantoran, saya memutuskan berwiraswasta. Resep racikan yang saya olah dan racik sendiri hingga proses mencari lokasi outlet, membuka outlet serta menjaga eksistensi outlet dengan menambah cabang outlet. Awal berdiri Takoyaki Ichi di awal tahun 2020," ujarnya kepada detikcom.
Berbeda dari takoyaki yang dijual pada umumnya, Takoyaki Ichi menghadirkan berbagai varian saus dan isian. Untuk saus, konsumen bisa memilih antara lain saus original, saus pedas, saus keju, hingga saus mentai.
Sementara untuk varian isiannya, konsumen bisa memilih varian seafood mulai dari isian udang, kepiting, cumi, ikan, dan gurita. Ada juga varian nonseafood yang isinya daging, keju, hingga sosis.
Berkat banyaknya varian yang dihadirkan, penjualan Takoyaki Ichi bisa terbilang cukup tinggi. Dalam satu bulan, Takoyaki Ichi bisa menjual sekitar 4.000-4.500 porsi. Omzet yang dihasilkan pun cukup besar, yaitu sekitar Rp 60-75 juta.
Meski demikian, adanya pandemi ternyata sangat berdampak terhadap usaha yang dijalani Ajeng. Ia mengatakan usahanya sempat tak beroperasi saat pandemi.
"Iya, berdampak sekali. Merosot tajam hingga 90%, bahkan pernah beberapa waktu kami mengalami no sale di outlet. Kami harus memutar otak dan membuat strategi pemasaran berdagang yang matang tapi bisa membuat customer kami aman dan nyaman untuk bisa terus membeli dagangan kami," katanya.
Adanya pandemi tak lantas membuat Ajeng putus asa. Ia pun melakukan berbagai strategi, salah satunya dengan meyakinkan customer dengan keamanan produknya. Tak hanya itu, dirinya juga meningkatkan pemasaran di berbagai media sosial.
"Waktu mal tutup, kami banting toko offline dan membuka online dari dalam rumah kami. Kami juga memberikan masker dan hand sanitizer secara cuma cuma yang kala itu sangat langka dicari. Tak hanya itu, upaya kami menjaga rasa aman customer kami adalah menempelkan kartu suhu di kotak makanan kami, lalu membuat menu minuman sehat sebagai bundling package," katanya.
"Informasi penerapan CHSE yang ada di label kami ataupun info secara media sosial. Training dan Bimtek yang dilakukan oleh saya adalah upaya untuk mendapatkan sertifikasi dan pengakuan bahwa produk saya sudah mengikuti arahan CHSE sesuai dengan instruksi pemerintah terkait produk Ekraf," lanjutnya.
Ajeng menambahkan, dirinya juga mengikuti program Kembangkan Bisnis Kulinermu dari detikcom dan Kraft Heinz Food Service. Ia berharap, dengan mengikuti program ini bisnisnya bisa semakin berkembang.
"Saya mau bisnis kuliner saya berkembang maju pesat, produk saya terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, serta tentunya membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang membutuhkan," katanya.
"Saya harap semua ilmu baik dapat saya terapkan dan berguna bermanfaat bagi saya dan bisnis saya. Semoga program ini bisa berlanjut agar dapat menciptakan semakin banyak bisnis kuliner yang mau berkembang," tutupnya.
Simak Video "Jalan-jalan ke Pusat Kuliner Jepang 'Oishiwa' di Transmart Central Park"
(prf/ega)