Bakpia identik sebagai oleh-oleh khas Jogja. Dulunya kudapan manis ini berisi daging babi dan merupakan kuliner yang dipengaruhi budaya China. Seperti ini sejarahnya.
Jejak kuliner nusantara sangat beragam. Mulai dari kuliner asli sampai pendatang yang kemudian berakulturasi dengan kondisi sosial masyarakat. Salah satunya makanan bak dari China yang berarti daging babi.
Di Yogyakarta ada makanan khas China yang sudah berakulturasi. Bahkan, kini banyak diketahui sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta, yaitu bakpia yang awalnya merupakan makanan khusus warga Tionghoa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah seorang pengusaha bakpia di sentranya Patuk, Yogyakarta mengakui bakpia awalnya merupakan makanan khas China yang memiliki isian daging babi.
![]() |
"Awalnya Kwik Sun Kwok membuat kue yang namanya Tou Luk Pia. Bentuknya lebih besar dari bakpia. Isinya empat macam, ada kacang hijau, daging babi, sayuran, dan telur," ujar salah satu generasi kedua dari produsen bakpia yang menolak disebutkan namanya, saat ditemui detikcom Selasa (11/5/2021).
Ia mengungkap, saat menjual Tou Luk Pia ini sepi pembeli. "Karena warga Yogyakarta yang mayoritas muslim tidak makan daging babi," katanya.
![]() |
Ia menegaskan, jika istilah bak merupakan makanan yang menggunakan daging babi. Ini berlaku untuk semua makanan dari China yang melalui proses akulturasi.
"Semua yang menggunakan bak, pasti ada daging babinya. Seperti bakmi, bakso, bakwan, bakso, bakcang. Semuanya menggunakan daging babi untuk isinya," jelasnya.
Bahkan, Bakmi Jawa yang menjadi kekhasan kuliner di Gunungkidul, sebenarnya proses akulturasi panjang. Saat tahun 1970-an banyak ibu-ibu yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dari keluarga Tionghoa.
"Karena bekerja jadi satu dapur, lama-lama tahu dan bisa memasak makanan khas China. Mereka pulang ke Gunungkidul menyesuaikan dengan lidah masyarakat ya akhirnya jadi Bakmi Jawa mengganti daging babi dengan ayam," ceritanya.
Ketua Koperasi Sumekar Sumiyati memastikan bakpia yang merupakan makanan akulturasi dari China saat ini hampir semuanya sudah tidak menggunakan daging babi.
![]() |
"Baik daging babi maupun minyak babinya sudah tidak ada. Wong sekarang pada bersaing sampai mengajukan sertifikat halal dari MUI," jelas Sumiyati.
Ia mengatakan, saat ini warga di sekitar Patuk hampir mayoritas bekerja jadi karyawan maupun membuka usaha rumahnya bakpia.
"Sekarang banyak yang Jawa. Kalau pun masih keturunan itu sudah beristri orang Jawa," tutupnya.