Pada era 80-an kehadiran toko kue hingga bakery belum banyak pilihannya sampai sekarang. Tapi toko roti jadul ini mampu bertahan selama puluhan tahun sampai sekarang.
Membicarakan kuliner yang populer di era 80-an sering membawa orang untuk bernostalgia. Saat itu tren makanan dan kue jelas berbeda dengan zaman sekarang yang serba modern dan kekinian.
Salah satu sisa kejayaan bakery di era 80-an masih bisa ditemukan di Toko Roti Gelora, berlokasi di pemukiman Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur. Berbeda dengan toko roti lainnya yang tokonya berada di pinggir jalan atau di pusat perbelanjaan, Toko Roti Gelora selama 73 tahun berada di dalam gang sempit padat penduduk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi itu semua tidak mengurangi kualitas hingga konsistensi rasa roti dan kue yang dijual di sini.
Sang pemilik yang bernama Ridwan Wiryadinata ke detikFood membagikan kisah perjelanan Toko Roti Gelora dari waktu ke waktu (20/10).
1. Toko Roti Gelora Buka dari Tahun 1950
![]() |
"Toko Roti Gelora pertama kali dibuka tahun 1950 oleh orangtua saya. Dulunya kita cuma jual biskuit keras seperti cookies, nama tokonya juga masih Gloria. Namun pada tahun 1962 ketika Asian Games diadakan, kita ganti namanya ke Gelora terinspirasi dari Gelora Bung Karno (GBK)," jelas Ridwan yang kini usianya sudah menginjak angka 72 tahun.
Sejak pertama kali berdiri, Toko Roti Gelora tak pernah pindah lokasi. Termasuk ketika Ridwan mulai meneruskannya di era 70-an.
"Saya mulai belajar buat roti itu dari remaja karena diajarkan oleh orangtua. Dulu bantu-bantu usaha orangtua, lalu pada tahun 80-an saya pernah ikut kursus baking untuk mengembangkan skill saya buat roti," sambungnya.
Sampai sekarang setiap harinya Ridwan masih semangat membuat roti dibantu 17 karyawannya.
2. Roti Jadul Tanpa Bahan Pengawet
![]() |
"Di Roti Gelora menu utamanya itu roti tawar. Selainnitu ada juga roti manis, roti gandum dan roti manis, roti sobek dan roti pisang. Sisanya kita jual butter cookies dari rasa Vanilla Ring, Danish dan Speculaas," ungkap Ridwan mulai membuat roti di jam enam pagi setiap harinya.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan roti di tokonya menurut Ridwan tidak ada bedanya. Semua menggunakan bahan umum dan tanpa bahan pengawet. Rotinya hanya bertahan empat hari di suhu ruangan. Untuk menjaga kualitas roti, setiap hari Ridwan hanya membuat 80-90 loyang roti.
![]() |
Ciri khas roti di sini memiliki tekstur roti yang lembut dengan cita rasa roti tawar yang sedikit gurih di setiap suapan.
"Dalam sehari kita cuma produksi roti di pagi hari saja, kalau habis kita tidak akan tambah. Pembeli harus tunggu besok makanya banyak dari pelanggan yang biasanya sudah pesan lewat telepon agar tidak kehabisan," lanjutnya.
3. Oven dan Mixer dari Eropa
![]() |
Berbeda dengan toko roti lainnya, hampir semua mesin pembuat roti di Gelora diterbangkan langsung dari Belanda dan Jerman pada tahun 80-an. Contohnya seperti tiga oven roti ukuran besar yang digunakan sampai sekarang, Ridwan menyebut dirinya membeli oven tersebut di awal 80-an dari Belanda dengan harga Rp 120 juta pada saat itu.
"Dulu saya sering datang ke pameran yang ada di Jerman atau Belanda untuk hunting alat-alat buat roti. Jadi dari oven, mixer, pengadon roti dan mesin lainnya memang saya beli dari sana pada tahun 80-an. Sampai sekarang mesinnya masih awet dan minim sekali rusak," ungkap Ridwan.
![]() |
Harga mesin-mesin pembuatan roti yang tak murah pada saat itu, membuat Ridwan harus menabung selama bertahun-tahun untuk membeli mesin tersebut.
"Ketika saya mulai usaha roti ini saya harus banyak nabung untuk beli mesin dan oven. Mixer pertama dari Eropa itu, baru bisa saya beli di tahun keempat. Kalau anak-anak zaman sekarang punya uang sedikit lebih suka ganti ponsel atau mobil yang mahal. Kalau saya dulu berpikirnya nabung untuk beli alat-alat ini sebagai investasi usaha puluhan tahun," sambung Ridwan sambil tertawa ramah.
4. Pasang Surut Toko Roti Gelora
![]() |
Selama puluhan tahun berdiri jelas Toko Roti Gelora sering mengalami pasang surut untuk bertahan sampai sekarang. Salah satu yang paling membekas bagi Ridwan adalah perjuangannya saat pandemi COVID-19. Dirinya harus mengurangi jumlah karyawan, serta banyak reseller yang berhenti menjual rotinya di toko mereka karena takut tidak laku.
Selain itu naiknya harga tepung terigu membuat Ridwan harus memutar otak agar usaha rotinya tetap berjalan. Tapi dirinya sendiri tak pernah pantang menyerah, dia selalu berusaha yang terbaik untuk meneruskan usaha kedua orangtuanya ini dan menggunakan apa yang ada untuk mempertahankan Gelora.
![]() |
"Usia saya sudah tidak muda. Anak pertama saya sudah punya banyak usaha makan lan di Australia. Setiap kali saya mau pensiun, anak saya bilang jangan pensiun karena nanti setelah pensiun saya justru bingung harus melakukan apa sehari-hari," ungkap Ridwan.
5. Pelanggan Setia Toko Roti Gelora
![]() |
"Berbiacara masalah pelanggan, kala di Toko Roti Gelora hampir tidak ada yang dari kalangan politisi atau selebriti. Mungkin ada beberapa, tapi mereka tidak pernah beli langsung jadi saya tidak ingat. Tapi kebanyakan pelanggan setia Toko Roti Gelora itu turun temurun. Misalnya dulu yang sering beli roti ibunya, sekarang sudah digantikan dengan anaknya," jelasnya.
Menurutnya masa kejayaan Toko Roti Gelora itu dimulai pada tahun 80-an hingga 2000-an awal. Pada saat itu banyak bakery modern mulai masuk, namun ia bersyukur karena beberapa bulan ini tokonya kembali ramai usai viral di TikTok dan diliput banyak media.
Toko Roti Gelora setiap harinya buka dari Senin-Sabtu pukul 10.00-16.00. Harga roti yang ditawarkan di sini masih terjangkau, untuk roti tawar satu pack hanya Rp 22.000. Sementara roti manis dan yang lainnya dihargai Rp 15.000 sesuai ukuran dan isinya.
Simak Video "Bikin Laper: Cicipin Aneka Roti Jadul Legend Langsung di Pabriknya!"
[Gambas:Video 20detik]
(sob/odi)
dβfoodspot Review
Ulasan lengkap rekomendasitempat makan untukmu