Monosodium glutamat (MSG) sering dicap buruk karena dianggap merugikan kesehatan hingga bikin bodoh. Benarkah hal ini? Bagaimana hasil penelitian mengenai dampak konsumsi MSG?
Selama bertahun-tahun, MSG lekat dengan citra negatif seperti "perasa buatan", mengandung "lemak trans", hingga "bikin bodoh" jika dikonsumsi. Tak sedikit penjual makanan yang akhirnya melabeli menunya "tanpa MSG" untuk mendapat reputasi yang lebih baik.
Pasalnya banyak orang mengaitkan konsumsi MSG dengan efek buruknya untuk kesehatan. Mulai dari penyebab sakit kepala, hipertensi, asma, kerusakan sel saraf, hingga otak lemot alias bodoh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Stigma buruk pada MSG ini pun bukan hanya ada di negara Barat, melainkan juga di Asia. Tapi benarkah anggapan tersebut?
Mengutip Eat This, Not That (5/2/2022) dan berbagai sumber, berikut 5 fakta menarik MSG:
1. Awal mula MSG diciptakan
MSG memiliki sejarah panjang sejak diciptakan oleh Kikunae Ikeda, profesor kimia Universitas Tokyo pada tahun 1908. Ia menciptakan MSG dari proses pengolahan rumput laut. MSG memiliki karakter rasa baru yaitu umami yang berbeda dari profil rasa yang sudah lebih dulu ada yaitu asam, asin, manis, dan pahit.
Rasa umami yang mirip rasa gurih ini ternyata berasal dari senyawa glutamat pada rumput laut. Kikunae Ikeda lantas mencari cara untuk 'mengambil' senyawa glutamat itu sebagai bahan penyedap rasa. Secara sintetik, ia akhirnya berhasil menggabungkan glutamat dengan natrium supaya stabil.
Produk akhirnya, MSG berbentuk seperti bubuk kristal yang mudah ditambahkan ke dalam masakan. Kikunae Ikeda juga memasarkan MSG secara komersial hingga terkenal ke negara Barat. Ia dikenal sebagai pendiri Ajinomoto.
2. MSG dicap buruk dan dikaitkan dengan sindrom restoran China
![]() |
Popularitas MSG ternyata tidak selamanya baik. Tahun 1968, MSG dikaitkan dengan sindrom restoran China. Hal ini bermula ketika surat yang ditulis Dr. Robert Ho Man Kwok muncul di New England Journal of Medicine.
Ia mengaku merasa sakit usai makan di restoran China. Ia berpendapat bahwa MSG dalam masakan China memunculkan gejala sakit kepala, pusing, mati rasa, dan rasa lemah lesu. Namun kemudian terungkap bahwa surat yang dilayangkan sosok Dr. Robert Ho Man Kwok ditulis oleh seorang penipu sebagai 'prank' alias lelucon.
Tak berhenti di situ, isu negatif yang 'menimpa' MSG berlanjut pada tahun 1969. Sebuah penelitian yang dilakukan pada tikus menemukan bahwa tikus yang diberi MSG dalam jumlah banyak mengalami lesi otak, obesitas, dan gangguan endokrin. Penelitian lanjutan juga mengklaim bahwa MSG dapat menyebabkan masalah pada jantung, hati, tumor, serta perubahan perilaku. Dari sinilah, citra negatif kian melekat pada MSG.
Baca halaman selanjutnya untuk tahu fakta di balik tudingan buruk pada MSG.
3. Fakta di balik tudingan buruk pada MSG
Menanggapi penelitian MSG pada tikus, Prof. Ahmad Sulaeman, Guru Besar Keamanan Pangan dan Gizi IPB pernah memberi tanggapan. Ia menjelaskan saat itu tikus diberikan MSG dalam jumlah sangat banyak yang jika jumlahnya dikonversi ke manusia, bisa mencapai ratusan gram.
"Manusia tidak mungkin makan sebanyak itu. Karena MSG diregulasi sebagai penambah rasa dan bersifat self limiting. Tidak ada aturan penggunaan jadi silakan gunakan secukupnya," katanya.
Tak hanya itu, Eat This Not That juga mengungkap banyak penelitian soal MSG memiliki kekurangan yang signifikan. Menurut sebuah studi tahun 2020, sebagian besar penelitian yang menunjukkan efek buruk MSG ternyata memiliki desain yang buruk dan ukuran sampel yang kecil.
Banyak pula penelitian yang menggunakan MSG dalam jumlah sangat banyak. Jumlah itu sebenarnya tidak akan pernah ditemukan dalam makanan normal.
4. Konsumsi MSG diperbolehkan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika
![]() |
Kini lebih banyak temuan terbaru mengungkap hal berbeda dari MSG. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA), misalnya, telah menempatkan MSG dalam kategori GRAS yang berarti MSG diakui secara umum aman dikonsumsi.
Menurut FDA, bahkan hingga saat ini belum ada penelitian yang secara konsisten menunjukkan efek buruk dari konsumsi MSG. Bagian menariknya, hal ini berlaku juga pada orang yang mengaku memiliki sensitivitas MSG.
Terkait konsumsi MSG picu sakit kepala, sebuah tinjauan sistematis tahun 2016 dalam Journal of Headache Pain tidak menemukan korelasi antara makan makanan tinggi MSG dengan terjadinya sakit kepala. Hal serupa juga terlihat pada penelitian soal konsumsi MSG dengan penambahan berat badan.
Penelitian tersebut kabarnya tidak sepenuhnya jelas. Menurut tinjauan 2019, beberapa penelitian telah melaporkan bahwa makanan tinggi MSG dapat meningkatkan rasa lapar dan bahkan memicu obesitas. Namun penelitian yang lain menunjukkan efek sebaliknya. Faktor penentu apakah MSG membuat Anda lebih kenyang atau lebih lapar lebih mungkin terkait kandungan makronutrien dari makanan.
5. Benarkah konsumsi MSG bikin bodoh?
Anggapan konsumsi MSG bikin bodoh ternyata tidak benar. Seperti diketahui, bahan utama MSG adalah asam glutamat yang juga terkandung alami dalam beberapa makanan. Sebut saja tomat, jamur, kecap, dan keju. Mengonsumsi MSG seharusnya bukan hal yang mengkhawatirkan.
Mengutip BBC Earth Lab, rata-rata seseorang mengonsumsi asam glutamat sampai 10-20 gram per hari. Sedangkan makanan ringan yang produksinya dicampur MSG, kandungannya tak lebih dari 0,5 gram. Jumlah ini sebenarnya sangat jauh. Dengan kata lain mengonsumsi MSG sewajarnya bukanlah hal buruk untuk tubuh dan tidak akan bikin bodoh.
(adr/odi)