Merayakan 17 Agutus, ada lomba makan kerupuk yang seolah tak pernah absen. Ternyata perlombaan tersebut punya makna perjuangan yang dalam.
Setiap tahunnya masyarakat Indonesia merayakan hari kemerdekaan pada 17 Agustus. Tidak hanya upacara bendera, tetapi semarak semangat nasionalisme juga dirayakan melalui perlombaan.
Salah satu perlombaan yang hampir tak pernah absen adalah lomba makan kerupuk. Sekilas lomba ini diadakan hanya sekadar ajang mencari keseruan semata.
Nyatanya lomba makan kerupuk menyimpan nilai-nilai perjuangan para pendahulu pada masa penjajahan. Di balik kerupuk yang terikat dan digantung, ada semangat nasionalisme yang disampaikan dengan cara yang menyenangkan.
Berikut ini fakta lomba makan kerupuk yang dilansir dari berbagai sumber:
Asal Usul Kerupuk
Dilansir dari laman Radio Republik Indonesia, (3/12/2024), kerupuk diperkirakan berasal dari dataran Asia. Dalam perjalanan sejarah Nusantara, kerupuk diperkirakan sudah dikonsumsi sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara kuno di abad ke-9 sampai ke-10.
Bukti kemunculan kerupuk tercatat pada peninggalan Kesultanan Mataram. Kerupuk di Nusantara ada banyak versi dan penyebutannya, tergantung daerah atau wilayah asalnya.
Di Jawa ada kerupuk bernama karak yang awalnya dibuat dari olahan sisa nasi kering. Sementara di beberapa daerah ada juga yang menggunakan udang dan ikan sebagai bahan utama pembuatan kerupuk.
Jejak Krisis Ekonomi
Pada masa penjajahan, sekitar tahun 1930-1940an masyarakat Indonesia mengalami krisis ekonomi juga kelelahan akibat perang. Krisis tersebut membuat masyarakat memutar otak untuk tetap mendapatkan makanan murah, mengenyangkan, dan sederhana untuk dibuat.
Saat itu kerupuk menjadi lauk utama yang diandalkan masyarakat dalam kesulitan. Kerupuk biasa disajikan sebagai pelengkap untuk nasi gaplek, tiwul, nasi jagung, dan atau bulgur.
Keistimewaan dari kerupuk saat itu adalah teksturnya yang renyah melengkapi seporsi piring makan. Sayangnya kerupuk minim, bahkan hampir tidak memiliki nutrisi sebagai asupan sehari-hari.
(dfl/adr)