Produksi foie gras mengundang kontroversi karena angsa kerap dipaksa makan agar hatinya membesar. Praktik tidak ramah hewan ini kini bisa dihindari karena peneliti menemukan cara baru untuk menghasilkan foie gras.
Foie gras secara harfiah berarti "hati gemuk" yang diambil dari bahasa Prancis. Dalam istilah kuliner, foie gras berarti hati angsa yang kerap dipandang sebagai makanan mewah dan mahal.
Foie gras didapat dari hati bebek atau angsa yang diperbesar melalui teknik pemberian makan khusus. Sering kali praktiknya menyiksa hewan seperti memaksa mereka makan dalam jumlah banyak hingga menaruhnya di kandang sempit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibat praktik tidak etis ini, beberapa negara bahkan tegas melarang adanya foie gras. Contohnya New York, negara bagian di Amerika Serikat, yang melarang peredaran, penyajian, hingga konsumsi foie gras.
Lalu di California, sejak 2012 pemerintah setempat sudah melarang peredaran olahan hati angsa ini. Salah satu pemicunya karena banyak protes dari aktivis pencinta hewan mengenai praktik pemberian makanan secara paksa pada angsa.
Mengutip Food and Wine (4/4/2025), pemberian paksa banyak makanan bertujuan membuat hati angsa membesar, bahkan 10 kali lipat dari ukuran hati normal mereka.
Sebagai solusi, peneliti dari Institut Max Planck untuk Penelitian Polimer di Mainz, Jerman, mengklaim telah menemukan cara baru untuk menghasilkan foie gras tanpa membuat angsa dipaksa makan.
Pakai enzim lipase sebagai tiruan rasa dan tekstur foie gras
![]() |
Thomas Vilgis, seorang peneliti di lembaga tersebut mengaku penggemar berat foie gras. Vilgis lalu mencoba meniru sensasi foie gras ketika dikunyah di mulut dengan menggabungkan lemak dan hati.
Beberapa percobaan dilakukan, tapi gagal. Hingga akhirnya ia dan tim menemukan solusi terbaik, seperti dimuat dalam jurnal Physics of Fluid.
Vilgis dan tim mengatakan alasan foie gras punya tekstur khas adalah karena distribusi lemak yang spesifik, yang dihasilkan dari pelepasan enzim Candida rugosa tipe VII dari pankreas.
Peneliti lalu menemukan cara untuk menciptakan kembali tekstur dan rasa yang sama, tanpa perlu memberi makan hewan secara paksa. Caranya dengan mengolah lemak menggunakan enzim setelah angsa atau bebek disembelih.
Enzim yang dipakai adalah lipase. Vilgis menjelaskan enzim tersebut menyusun ulang sel lemak menjadi bentuk kristal, yang pada gilirannya memberikan rasa dan tekstur yang khas.
Pemasaran massal untuk produk foie gras yang lebih ramah hewan ini sedang dilakukan.
Cara untuk produksi massal masih dicari
![]() |
Setelah lemak diolah dengan enzim lipase, peneliti mencampur kembali dengan hati untuk menciptakan foie gras yang produksinya "bebas kekejaman".
Vilgis percaya diri dengan penemuan ini. Ia mengatakan aroma dan rasa foie gras ini sama seperti yang biasanya tersaji di restoran mewah. "Tentu saja, ini bukan anggapan 100%, tetapi (foie gras) kami sangat dekat (dengan foie gras tradisional)," kata Vilgis kepada The New York Times.
Kini, Vilgis dan tim masih mencari cara untuk memproduksi produk secara massal agar dapat dipasarkan. Namun, pihaknya mencatat bahwa hasil temuannya bukanlah alternatif vegan karena dalam prosesnya tetap membutuhkan penyembelihan hewan.
Jika ingin foie gras bebas unsur hewani, bisa mencoba Vow's Forged Gras. Produk olahan yang diperkenalkan oleh perusahaan Australia pada tahun 2024 ini di laboratorium dengan budidaya sel dari burung puyuh Jepang.
Saat ini Vow's Forged Gras tersedia di restoran-restoran Singapura dan Hong Kong. Ke depannya, produsen berharap dapat merambah ke negara lain. Rasa foie gras vegan ini disebut lembut, bersih, dan halus. Teksturnya juga memuaskan dengan ciri khas pinggiran foie gras berwarna emas yang sudah terkaramelisasi.
(adr/odi)