Di Kalimantan Barat ada budaya makan bersama yang penuh makna bernama saprahan. Sayangnya, tradisi ini sudah mulai dilupakan dan tak lagi diminati.
Setiap daerah memiliki tradisi dan budaya kulinernya masing-masing. Pada tradisi dan budaya tertentu biasanya memiliki makna dan arti khusus bukan hanya sekadar dilakukan saja.
Pada beberapa tradisi dikenal dengan budaya makan bersama yang bertujuan untuk merekatkan rasa persaudaraan. Salah satunya seperti yang dipraktikan pada budaya saprahan asal Kalimantan Barat. Tradisi ini merupakan salah satu tradisi makan bersama yang berakar dari pengaruh budaya Melayu dan berkembang sejak ratusan tahun silam di Kalimantan Barat.
Berkunjung ke Singkawang, detikFood bersama Pusaka Rasa Nusantara ikut mencicipi saprahan di Pondok Makan Agus Pantun (23/1). Agus, selaku pemilik rumah makan dan penggiat budaya saprahan mengatakan tradisi ini kini mulai dilupakan.
Berikut ini 5 fakta budaya saprahan khas Kalimantan Barat yang mulai dilupakan:
![]() |
1. Filosofi saprahan
Saprahan merupakan tradisi makan bersama yang berkembang dan dipraktikkan di kabupaten sambas. Agus Pantun menyebutkan bahwa tradisi ini merupakan budaya khas Melayu di Kalimantan Barat yang sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang.
Saprahan mengutamakan budaya gotong royong, kebersamaan dan tidak membedakan orang berdasarkan kasta atau harta kekayaan mereka. "Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Saprahan tidak melihat orang kaya maupun orang miskin," kata Agus.
Saprahan yang dilakukan saat acara-acara tertentu, semua makanan saprahan biasanya juga akan disiapkan oleh masyarakat secara gotong royong. Budaya ini juga disebut oleh Agus yang membuat masyarakat Sambas selalu erat persaudaraannya.
2. Tradisi makan saprahan
Bukan hanya sarat akan makna dan arti, budaya saprahan juga memiliki caranya tersendiri. Berbeda dengan makan bersama yang dilakukan saat liwetan atau seperti tradisi yang dilakukan budaya Arab, saprahan punya caranya sendiri.
Saprahan yang tradisional akan menyajikan makanan sebanyak enam potong yang melambangkan rukun iman menurut kepercayaan orang Islam. Pada budaya saprahan, semua orang yang bergabung akan berebut mengambil lauk makan pada piring-piring yang disajikan.
Semua orang harus duduk bersila melingkar pada satu alas yang disiapkan untuk meletakkan makanan. Saat menyantap makanan juga diwajibkan untuk menggunakan tangan bukan dengan bantuan sendok atau garpu.
Fakta tradisi saprahan lainnya ada di halaman berikutnya.
Simak Video "Iga Bakar dan Nasi Cuma Rp 58 Ribu di Kebon Kacang Jakarta"
[Gambas:Video 20detik]