Kuliner Indonesia sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan dilestarikan hingga kini. Seperti rawon daging yang ternyata sudah tertulis pada prasasti pada abad 10.
Sama seperti peninggalan budaya yang lain, hidangan tradisional Indonesia yang populer hingga kini ternyata juga sudah dinikmati oleh nenek moyang. Bahkan sudah tercatat sejak ratusan tahun silam pada prasasti sejarah.
Perjalanan panjang kuliner tradisional bahkan juga dipengaruhi oleh budaya negara lain melalui para perantaunya yang masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah rawon daging berbumbu kluwek khas Jawa Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang traveling chef sekaligus sejarawan mengungkapkan perjalanan panjang yang dilalui oleh rawon yang kini jadi ikon kuliner Jawa Timur. Konon hidangan ini tercatat dalam prasasti Taji di abad ke-10.
![]() |
Wira Hardiyansyah, selaku traveling chef sekaligus sejarawan, melalui akun Instagramnya @wirahardiyansyah2.0 (7/12) menyampaikan bahwa rawon ternyata tercatat dalam prasasti Taji. Prasasti yang berasal dari tahun 902 Masehi ini menyebutkan kata 'Rarrawan' yang menjadi cikal bakal nama rawon.
Wira juga melengkapi bahwa prasasti tersebut berasal dari daerah Bukit di Jawa Timur. Prasasti ini bahkan dibuat sebelum Kerajaan Kadiri atau Kediri berdiri di Jawa Timur.
Mengutip detikedu (31/7) kerajaan Kadiri atau Kediri baru hadir antara tahun 1042 hingga 1222 Masehi. Padahal kerajaan ini termasuk kerajaan besar yang bagian dari Kerajaan Mataram Kuno di bagian Timur Jawa.
Jika menarik garis lebih panjang ke belakang, maka bisa diperkirakan rawon yang berasal dari kata 'rarrawan' hadir sejak masa Kerajaan Kanjuruhan yang berdiri pada tahun 860 Masehi seperti yang dikutip dari detikJatim (4/10). Wira mengatakan bahwa rawon sendiri bisa disebut sebagai masakan yang berasal dari soto kemudian ditambahkan kluwek.
![]() |
Dalam unggahan instastorynya, Wira menyebutkan bahwa tidak semua bagian daging sapi bisa digunakan untuk memasak rawon karena akan mempengaruhi rasa kaldunya. Ia juga menjelaskan bahwa sambal yang disajikan pada semangkuk rawon harus menggunakan cabai yang bagus karena dapat merusak cita rasa khas rawon.
Jika menyambangi warung rawon biasanya para pengunjung juga akan disajikan lauk tambahan seperti potongan usus, babat dan daging sapi. Ternyata budaya lauk pelengkap ini berasal dari tradisi orang China yang memakan jeroan ketika mereka merantau ke Nusantara.
Sementara lauk pelengkao rawon juga dipengaruhi oleh beberapa unsur. Seperti perkedel dari frikadel Belanda, tempa goreng dari pribumi asli Jawa dan mendol tempe dari kalangan priyayi.
Selain rawon, Wira lebih lanjut menjelaskan bahwa ada masakan yang disebut sebagai 'adik' dari rawon yang sangat mirip tetapi dibuat dengan bahan-bahan yang berbeda. Hidangan ini bernama pindang tetel yang berasal dari Pekalongan.
Pindang tetel ini sama-sama menggunakan kluwek seperti rawon tetapi pada penyajian awalnya hanya menggunakan tempe. Masyarakat Pekalongan yang merasa pindang tetel ini kurang nikmat sehingga menggantinya dengan tetelan sapi yang dicincang.
Perbedaan antara pindang tetel dan rawon ini terletak pada penyajiannya yang tidak menggunakan taoge, kerupuk udang, dan telur asin. Pindang tetel hanya disajikan dengan rambak atau kerupuk pasir atau lontong seperti soto pada umumnya.
(dfl/odi)