Ternyata bukan hanya makanan haram saja yang tidak bisa mendapat label halal MUI. Makanan dan minuman halal pun kalau tak lolos kriteria, tidak akan bisa mendapatkan sertifikasi halal.
Selain kandungan makanan dan minuman, Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI juga memperhatikan betul berbagai unsur sebelum memberikan sertifikat halal. Ternyata tidak semua makanan halal bisa mendapatkan sertifikat halal.
Ada beberapa makanan dan minuman halal yang tidak lolos syarat sehingga tidak bisa mendapat sertifikat halal, meskipun sebenarnya makanan dan minuman ini juga tidak dikategorikan haram. Biasanya makanan dan minuman ini mengandung bahan campuran atau menggunakan nama yang berkaitan dengan produk non halal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sebut saja misalnya rhum, produk olahan yang digunakan untuk menambah aroma ini awalnya mengandung alkohol, namun kini banyak rhum non alkohol. Kendati demikian, makanan dan minuman yang mengandung rhum tidak bisa disertifikasi halal.
Dilansir dari website resmi Halal MUI (30/11) inovasi penambahan rhum menjadi salah satu dari sekian banyak rasa yang ternyata berhasil memikat lidah masyarakat. Rhum kerap dijadikan campuran dalam produk minuman ataupun makanan penutup.
Berangkat dari Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal. Terdapat empat poin dalam fatwa tersebut yang khusus menjelaskan penggunaan nama dan bahan. Pertama, produk tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Kedua, produk tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan dan minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi ('urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan.
Ketiga, produk tidak boleh menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mi instan rasa babi, bacon flavour, es kopi rasa rhum, dan sebagainya.
![]() |
Dan poin terakhir, produk tidak boleh mengandung makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dll.
Jadi LPPOM MUI bukan hanya mengkaji soal kandungan makanan dan minuman saja tetapi juga memperhatikan detail dari segi nama bahkan rasa makanan dan minuman tersebut.
Ketua Komisi Fatwa (KF) MUI periode 2015-2020, Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA., menekankan bahwa pihaknya tidak akan memproses sertifikasi halal untuk produk tasyabbuh atau menyerupai dengan produk yang diharamkan dalam Islam.
"Ada satu produk yang dari sisi bahan maupun proses produksi yang dipergunakan tidak ada masalah dalam aspek kehalalannya. Namun dalam telaah KF MUI, produk itu menyerupai minuman bir yang telah disepakati diharamkan dalam Islam, baik warna, rasa, aroma, bahkan juga kemasan botolnya. Kami tidak memproses sertifikasi halal yang diajukan perusahaan itu, walaupun kami juga tidak menyatakan produk tersebut haram. Karena memang tidak mempergunakan bahan yang haram," tuturnya.
Secara tegas, aturan ini tercatat dalam Surat Keputusan Direktur Lembaga Pemeriksa Halal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPH LPPOM MUI) Nomor 46 Tahun 2014 tentang Ketentuan Penulisan Nama Produk dan Bentuk Produk.
Nama produk yang tidak dapat disertifikasi halal meliputi nama produk yang mengandung nama minuman keras. Di kelompok ini, wine non-alkohol, sampanye, rootbeer, es krim rasa rhum raisin, dan bir 0% alkohol, pasti tak bisa lolos sertifikasi halal.
Bukan hanya itu, nama produk yang mencantumkan istilah hewan yang diharamkan seperti babi dan anjing juga tidak bisa mendapat sertifikat halal. Demikian halnya dengan nama makanan, minuman atau tempat makan yang mengandung nama setan, misalnya sambal setan genderuwo.
"Ketentuan tersebut terdapat pengecualian, sehingga tidak berlaku untuk produk yang telah menjadi tradisi, atau dikenal secara luas dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Misalnya bir pletok, bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao. Bentuk produk atau label kemasan yang sifatnya erotis, vulgar dan atau porno juga tak boleh diajukan sertifikasi halal," terang Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si.
(dvs/odi)