Manis-Pahit Bisnis Coklat Blitar Sebelum dan Saat Pandemi

Manis-Pahit Bisnis Coklat Blitar Sebelum dan Saat Pandemi

Alfi Kholisdinuka - detikFood
Rabu, 17 Feb 2021 12:05 WIB
coklat di Blitar
Foto: Alfi Kholisdinuka
Blitar -

Kampung Coklat di Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan menjadi salah satu destinasi wisata andalan di Blitar, Jawa Timur. Tak hanya jadi objek wisata, manisnya bisnis olahan coklat ini pun turut dirasakan oleh banyak pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Proklamator ini.

Kepala Divisi Kemitraan UMKM Kampung Coklat Yeye mengungkapkan bisnis yang bermula dari budidaya kakao para petani di Blitar pada 2013 ini telah berkembang pesat. Tercatat, hingga saat ini ada sekitar 130-an UMKM yang menjajakan produknya di Kampung Coklat.

Bahkan, dia menyebut omzet yang bisa didapatkan dari olahan coklat para UMKM ini cukup fantastis. Misalnya, sebelum pandemi COVID-19 menerpa Indonesia, dari hasil penjualannya bisa menyentuh ratusan juta dalam waktu singkat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Omzet kalau normal sebelum pandemi itu banyak sih. Itu bisa mencapai Rp 150 - Rp 180 juta untuk hasil penjualannya di Kampung Coklat ini. Itu per minggu ya," ujar Yeye kepada detikcom beberapa waktu lalu saat Jelajah UMKM.

Yeye menuturkan besarnya omzet penjualan olahan coklat itu ditopang oleh banyaknya pengunjung saat sebelum pandemi. Sebab, hari biasa maupun libur akhir pekan jumlah pengunjung bisa mencapai ribuan orang. Tidak hanya lokal ada juga pengunjung mancanegara.

ADVERTISEMENT

"Hari biasa normal itu sekitar 2000 pengunjung, tapi kalau Minggu bisa lebih, bisa sampai 5000-8000 pengunjung. Ndak cuma lokal, ada juga pembeli dari luar negeri, dari Thailand, Taiwan, Hong Kong juga ada, itu orang bule yang (habis wisata) dari Bali juga ada, banyak sering," jelasnya.

Kendati demikian, seperti hal nya rasa asli coklat yang cenderung pahit tanpa ada campuran gula dan susu. Bisnis di Kampung Coklat juga turut terdampak pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai ini, hal ini berimbas buruk pada omzet yang pernah dicapainya saat sebelum pandemi.

"Ya kalau pandemi sekarang (omzet) Rp 30 - Rp 50 juta (per Minggu) aja berat mas. Karena pengunjungnya berkurang banyak, biasanya pengunjung itu hari Minggu (paling banyak) 8.000, tapi kemarin itu 1.000 - 1.500 aja susah. Soalnya kita buka tutup buka tutup menyesuaikan kebijakan (di masa pandemi)," terangnya.

Menurutnya, omzet per minggu tersebut sangat turun drastis hingga 70-80% dari biasanya. Hal ini disebabkan karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terus ditambah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang membuat sistem pemasarannya berhenti sementara.

"Jadi (pahitnya) itu kami tidak bisa buka kan, pengunjung berkurang, kita juga tidak bisa memasarkan, karena semua sistem pemasaran kita lumpuh. Karena pengunjung juga takut, jauh-jauh datang ke sini tahunya tutup, kan gitu. Mudah-mudahan cepat berlalu sih mas," jelas Yeye.

Head Office Kampung Coklat Edi Purwanto menambahkan pandemi COVID-19 ini juga sangat berdampak pada operasionalnya. Meski begitu, pihaknya memastikan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja atau mitranya.

"Selama pandemi ini kita tidak PHK pekerja. Karena tujuan dibentuk Kampung Coklat ini juga adalah untuk memberikan manfaat bagi warga sekitar Kampung Coklat, karena kita banyak menggandeng UMKM-UMKM tetangga, yang ada di sekitar wilayah ini," jelasnya.

Sebagai informasi, Kampung Coklat saat ini memiliki tiga core business. Pertama, bisnis trading (jual beli) raw material cokelat. Kedua, memproduksi produk cokelat, mulai dari cokelat bubuk, coklat bar, dan candy dengan berbagai varian rasa.

Sementara core business ketiga dari Kampung Coklat adalah wisata edukasi berbasis cokelat yang dilengkapi dengan akomodasi, wahana permainan anak dan fasilitas penunjang lainnya.

Diketahui, dalam perjalanan awal Kampung Coklat, Bank BRI turut membantu permodalan para UMKM untuk melanjutkan usahanya. Pimpinan Cabang BRI Blitar Yulizar Verda Febrianto mengatakan BRI juga masuk dalam segi transaksi yang memudahkan pengunjun melakukan pembayaran secara non tunai.

"Binaan-binaan mereka (Kampung Coklat) kita fasilitasi dengan program KU, jadi beberapa nasabah dalam secara kontinu, secara administrasi mereka tercukupi kita bantu KUR Mikro yang sampai dengan Rp 50 juta," jelasnya.

"Selain itu, kita upayakan mengedukasi masyarakat dalam bentuk transaksi, jadi transaksinya tidak lagi menggunakan uang tunai salah satunya kita edukasi ke masyarakat menggunakan barcode, kemudian BRIZZI, kemudian ATM, kita edukasi bahwa bank hadir sampai ke segmen ke yang paling kecil," pungkasnya.

detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus berita Jelajah UMKM di sini detik.com/tag/jelajahumkmbri




(mul/ega)

Hide Ads