Mata dan rambutnya boleh cokelat alami, tapi Chris Salans cukup memahami Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Bagaimana tidak? Chef keturunan Prancis-Amerika ini telah tinggal selama 17 tahun di Indonesia.
Sebagian besar waktunya di Indonesia ia habiskan di Bali untuk mengurusi dua restoran miliknya. Pertama adalah Mozaic, restoran berkonsep formal dining di Ubud. Di restoran yang pernah meraih gelar restoran terbaik di Asia ini, pelanggan perlu menyiapkan waktu bersantap 2,5 jam untuk mencicipi rangkaian tasting menunya.
Untuk meraih pasar yang lebih luas, dua tahun lalu Chef Salans mendirikan Mozaic Beach Club di Seminyak. "Di sini hidangan dengan harga Rp 50.000 juga ada. Konsepnya casual dining dengan menu a la carte," jelas Chef Salans saat ditemui Detikfood di restoran Casa D'Oro, Rabu (04/06/2014).
Dengan piawai, Chef Salans mengolah bahan-bahan asli Indonesia menjadi hidangan a la fine dining. Sebut saja 'Crystallized Tempe and Sweet Keluak Sauce'. "Saya memerlukan waktu satu tahun untuk mencari ide mengolah keluak menjadi sesuatu yang unik," kata Chef Salans.
Kecombrangpun berhasil ia kreasikan menjadi sorbet. Rupanya chef lulusan Le Cordon Bleu Paris, Prancis, ini terinspirasi resep-resep Eropa yang menggunakan bunga dalam masakan, seperti bunga mawar.
Namun, Chef Salans tak berencana membuka restoran di Jakarta. "Saya harus belajar beradaptasi, dari mengelola restoran sendiri menjadi memercayakan manajemennya kepada orang lain," katanya.
Kecintaannya akan kuliner
Kecintaannya akan makanan dimulai dari umur delapan tahun. "Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, saya sering diajak makan oleh orang tua saya," kenang pria kelahiran Washington DC, 18 Juli 1970, yang pindah ke Paris pada umur dua tahun ini.
Karena pernah mengambil kuliah kedokteran di Tufts University di Amerika Serikat, Chef Salans pernah bercita-cita menjadi dokter. Ia pernah juga ingin menjadi penari modern jazz.
Namun, karena hobi makannya sudah dipupuk sejak kecil, Chef Salans memikirkan pekerjaan apa yang melibatkan banyak makanan. Akhirnya, lulus kuliah, ia mengejar passionnya di bidang kuliner dengan belajar di sekolah memasak. Pengalamannya di bidang kulinerpun diwarnai dengan bekerja di berbagai restoran bergengsi di AS dan Bali hingga akhirnya memiliki restoran sendiri.
Keputusannya menetap di Bali bukan hanya karena duo Mozaic yang ia kelola, melainkan juga karena keluarga kecilnya. Chef Salans menikah dengan seorang wanita asli Semarang dan memiliki tiga orang anak.
Dari tangan istrinyalah, Chef Salans mulai mengenal masakan Indonesia dan kemudian mencintainya. Makanan Indonesia favoritnya di antaranya tempe, rendang daging dan jengkol, bobor bayam, dan garang asem.
"Memang beda masakan yang dibuat dengan keringat seperti yang dijual di warung dan masakan yang dibuat dengan cinta seperti yang dibuat istri atau ibu," tutur Chef Salans. Tak heran, ketika ditanyai tentang siapa orang yang paling ingin ia masakkan, pria yang mengidolakan Chef David Bouley ini menjawab istri dan orang tuanya, selain Elvis Presley.
Sebagai chef, ternyata Chef Salans tak hanya menyukai makanan-makanan mewah. "Saya memang hobi makan. Jam satu malampun saya ke McDonald's," tutup pria yang menyebut dirinya 'penggemar junk food' ini.
(fit/odi)