Imbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang Lumajang

Imbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang Lumajang

Andi Annisa Dwi Rahmawati - detikFood
Kamis, 19 Agu 2021 18:30 WIB
Imbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang Lumajang
Foto: dok. Ayam Gapit
Jakarta -

Pandemi Covid-19 menghantam kehidupan banyak orang. Pengusaha tas kulit ini beralih menjual ayam panggang khas Lumajang untuk melanjutkan hidup.

Sudah dua tahun, pandemi Covid-19 membuat banyak orang merasakan dampak buruknya. Tak terkecuali para pengusaha merchandise yang biasa banjir pesanan untuk acara perkawinan maupun kegiatan kantor.

Mereka kini harus kehilangan pekerjaan karena pembatasan kegiatan selama pandemi Covid-19 membuat banyak acara perkawinan dan kegiatan kantor ditiadakan. Seperti halnya yang dialami Ganda Rizkyanto, seorang pengusaha tas dan dompet kulit di Surabaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bisnis ayam panggang Lumajang

Imbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang LumajangImbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang Lumajang Foto: dok. Ayam Gapit

Kepada detikfood (18/8), Ganda bercerita dulunya bisnis di bidang fashion kulit seperti tas dan dompet. "Awal 2021, pembatasan kegiatan mulai diberlakukan, termasuk acara perkawinan tidak diperbolehkan. Otomatis sejak 2021 praktis mulai nganggur. Nggak ada kerjaan 2-3 bulan ke depan," ujarnya.

Ia mengaku sempat bingung, apalagi tiga anaknya sudah besar. "Awalnya sempat mau buka kuliner nasi krawu, diskusi sama ayah mertua, ditanya kenapa nggak bikin ayam panggang?" lanjut Ganda.

ADVERTISEMENT

Bukan tanpa alasan ayah mertua Ganda mengusulkan bisnis ayam panggang. Pasalnya dulu orang tua sang ayah mertua memiliki restoran dengan menu spesial ayam panggang khas Lumajang.

"Namanya Warung Gunung Wonorejo (WGW). Dulu turis asing sering mampir kalo sedang traveling Bromo-Bali atau sebaliknya karena WGW ini letaknya strategis di jalur Banyuwangi-Bromo," lanjut Ganda.

WGW berdiri sekitar tahun 1980-an dan terpaksa tutup tahun 2000-an. "Sejak nenek meninggal, praktis tidak ada yang meneruskan restoran itu. Tapi ada beberapa saudara pewaris WGW yang masih menggunakan resep dari Mbah dan sukses," tambah Ganda.

Melestarikan kuliner ayam panggang Lumajang

Imbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang LumajangImbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang Lumajang Foto: dok. Ayam Gapit

Ayam panggang Lumajang selintas seperti ayam bakar biasa, namun ada keistimewaan yang membedakannya. Ganda menjelaskan lebih lanjut soal ini.

"Ciri khas ayam bakarnya pedas, digeprek, dan dijepit dengan bambu. Tapi karena bukan kota tujuan wisata, tidak banyak orang yang pernah merasakan kenikmatan ayam panggang ini," katanya.

Penggunaan jepit bambu ternyata jadi tantangan untuk Ganda memulai bisnis kuliner ini. Pasalnya tak ada lagi yang memproduksi. Akhirnya ia membuat sendiri jepit bambu untuk ayam panggang.

Ganda menuturkan, "(Tantangan ini) makin membuat saya semangat produksi. Tujuannya tidak hanya bisnis lagi, tapi melestarikan budaya/makanan khas Lumajang yang mungkin sudah punah."

Ia mengatakan tak mungkin menghilangkan jepitan bambu tersebut. "Karena proses masaknya ada proses geprek dimana bentuk ayamnya akan setengah hancur. Tujuan digeprek biar empuk dan rasa bumbunya lebih meresap, lalu dijepit bambu biar tidak berantakan waktu dibakar."

Jual ayam panggang Lumajang dalam kondisi frozen

Imbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang LumajangImbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang Lumajang Foto: dok. Ayam Gapit

Tantangan lain yang dihadapi Ganda adalah soal umur masa simpan ayam panggang Lumajang yang singkat. "Maksimal 12 jam harus sudah habis dimakan karena ada santan kelapa yang membuat rasa gurihnya. Kalau lebih dari 12 jam (didiamkan), gurihnya hilang, tinggal pedasnya saja," jelas Ganda.

Untuk mengatasi hal ini, Ganda terpikir membuat ayam panggang Lumajang versi beku dan divakum agar rasanya tidak berubah.

"Bahkan setelah 3 minggu percobaan, rasanya masih tetap sama, tidak berubah," kata Ganda. Kenikmatan rasa ini pun sudah diuji oleh keluarga ayah mertuanya yang sudah paham betul soal rasa ayam panggang Lumajang.

Ganda melanjutkan, "Jadi dalam keluarga besar ayah ada semangat untuk menghidupkan lagi ayam bakar Lumajang khas WGW dalam bentuk baru."

Peminat ayam panggang Lumajang kian bertambah

Diakui Ganda, sejauh ini peminat ayam panggang Lumajang buatannya semakin bertambah. "Mungkin rasanya memang berbeda dengan jenis ayam bakar lain," katanya.

Di awal Ganda perlu menawarkan ayam panggang ini dari pintu ke pintu. Kemudian ia menjualnya via online yang merupakan hal baru untuknya.

"Kapasitas produksi per hari sekarang sekitar 10 ekor ayam per hari (100 potong). Ke depan ingin ditingkatkan biar makin efisien," kata Ganda.

Ia juga berharap masa pandemi Covid-19 segera terlewati karena dirinya ingin membuat depot ayam bakar supaya penjualannya semakin naik.

Ayam Gapit bisa dibeli via detikcom

Imbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang LumajangImbas Pandemi, Pengusaha Tas Kulit Ganti Profesi Jualan Ayam Panggang Lumajang Foto: dok. Ayam Gapit

Bagi kamu yang tertarik dengan kreasi ayam panggang Lumajang, bisa membeli produk Ayam Gapit via detikcom. Caranya mudah, tinggal kunjungi tautan INI.

Dengan harga Rp 76 ribu, kamu bisa mendapat tiga paket ayam bakar plus satu paket kentang goreng 450 gram. Nikmat!

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Siswa soal MBG Beras Dibagikan Seminggu Sekali: Cuma Cukup 2 Hari"
[Gambas:Video 20detik]
(adr/odi)

Hide Ads