Selain bandeng presto dan lumpia, nasi goreng babat dan babat gongso jadi ikon kuliner Semarang. Ada banyak penjual nasgor babat di berbagai sudut kota Semarang. Bahkan masih banyak juga penjual gerobakan yang berkeliling dari kampung ke kampung. Mereka juga masih banyak yang memakai kayu bakar atau arang sebagai bahan bakarnya.
Mampir ke kota Semarang, kali ini bersama tim Jelajah Gizi 2018 Nutricia Sarihusada, detikfood menyempatkan diri mencicipi babat gongso dan nasi goreng babat yang enak. Pilihannya, nasi goreng dan babat gongso Pak Karmin Mberok yang legendaris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski simpel tapi pengunjungnya tak pernah surut, apalagi saat malam hari. Baik makan di tempat atau dibawa pulang. Karena sudah 46 tahun berjualan, maka Pak Karmin sudah punya pelanggan tetap.
![]() |
Kami berkesempatan bertemu dengan pemilik warung ini yakni Pak Karmin. Kepada kami, pria berusia 68 tahun ini berbagi cerita soal makanan yang diraciknya ini.
"Saya jualan mulai tahun 1954 tapi belum di sini. Kalau di sini dari tahun 1971. Sudah lama," kata Pak Karmin.
Ia juga menjelaskan dahulu hanya menjual nasi goreng babat dan gongso babat. Tapi sekarang menunya lebih variatif yakni ditambah nasi goreng ayam dan ayam gongso.
![]() |
Membuat seporsi nasi goreng babat lumayan karena nasi benar-benar diaduk hingga bumbunya meresap sempurna. Apalagi nasi goreng dibuat tidak dalam jumlah banyak sekaligus.
Uniknya, meskipun pembelinya banyak tapi Pak Karmin tetap menggunakan wajan yang ukurannya tidak terlalu besar. Dahulu untuk membuat nasi goreng babat maupun babat gongso, Pak Karmin mengandalkan bara kayu sebagai bahan bakar. Tapi sekarang sudah diganti menggunakan kompor gas.
Aroma harum disertai kepulan asap tipis dari piring nasi goreng makin menggoda. Benar saja, rasa nasi gorengnya khas seperti nasi-goreng
Jawa yang berbumbu mlekoh.
Bumbu bawang merah, bawang putih dan cabe merahnya terasa mantap. Diselingi jejak manis khas kecap manis. Makin enak dimakan bersama irisan babat sapi yang empuk dan kenyal.
![]() |
"Gongso itu kayak ditumis, kuahnya sedikit, ada babatnya yang dikasih bumbu. Mau pedas bisa, kalau nggak pedas juga bisa. Mau makan dicampur nasi atau dipisah juga bisa. Tinggal bilang," jelas Pak Karmin.
Pak Karmin yang masih tampak sehat ini berbagi rahasia enaknya hidangan berbahan babat ini. Untuk membuat babat sapi bersih dan tak berbau, Pak Karmin mencucinya hingga benar-benar bersih lalau merebusnya berjam-jam.
"Dicuci pakai air mengalir sampai bersih, harus air mengalir berkali-kali. Habis itu baru direbus. Kalau babat halus 3 jam, kalau babat handuk kasar itu bisa sampai 8 jam," lanjut Pak Karmin. Babat halus merupakan babat putih yang sudah dikupas kulit luarnya. Sedangkan babat handuk adalah babat yang belum dikupas jadi masih kehitaman. Khusus di bagian ujung yang bentuknya seperti helaian kain, orang menyebutnya 'babat jarik'.
Selain cara membersihkan dan merebusnya, bumbu yang banyak saat dimasak gongso juga bisa menutup aroma tajam babat. Tak heran banyak yang suka dengan makanan ini.
![]() |
Saking ramainya, dalam sehari warung Pak Karmin ini menghabiskan hingga 75 kilogram babat sapi dan 3 karung beras.
Menurut Pak Karmin, meskipun sekarang di Semarang sudah banyak restoran baru tapi penggemar nasi goreng babat dan gongso babatnya tak pernah sepi peminat. Bahkan Pak Karmin mengaku media sosial sangat memberikan pengaruh.
"Ada banyak yang datang katanya tau dari media sosial temannya. Temannya bilang enak, dia juga penasaran jadi nyoba. Banyak dari Jakarta juga ke sini taunya dari media sosial," pungkas Pak Karmin.. (dvs/odi)