Ini 12 Mitos Makanan yang Sebaiknya Tidak Lagi Dipercaya (1)

Ini 12 Mitos Makanan yang Sebaiknya Tidak Lagi Dipercaya (1)

Andi Annisa Dwi Rahmawati - detikFood
Selasa, 05 Jul 2016 12:26 WIB
Foto: iStock
Jakarta - Mitos seputar makanan masih banyak beredar di masyarakat. Beberapa mitos sebaiknya ditinggalkan karena tak terbukti kebenarannya.

Mirror.co.uk (4/7) merangkum mitos-mitos makanan yang terbukti tidak benar. Ahli gizi Juliette Kellow lalu memberi penjelasan seputar kebenarannya. Seperti telur yang seharusnya tidak lagi dicap sebagai penyebab kolesterol dan konsumsi daging merah yang tidak perlu dihindari.

1. Makan seledri bisa bakar kalori

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Mitos yang beredar menyebut mengonsumsi seledri setelah makan bantu bakar kalori yang sudah masuk. Faktanya, seledri tidak mengandung kalori "negatif." Ini berarti seledri tidak membantu pembakaran lemak seberapapun banyaknya Anda makan.

Tetapi dengan kalorinya yang rendah, seledri jadi sumber serat yang amat baik. Cocok dijadikan camilan bagi Anda yang sedang mengurangi berat badan.

2. Buah dan sayur beku atau kalengan kurang bernutrisi



Banyak orang menganggap nutrisi buah dan sayur beku atau kalengan pasti lebih rendah dibanding yang segar. Faktanya jenis buah dan sayur tersebut kehilangan paling sedikit vitamin dan mineral karena pemrosesan yang cepat.

Berbeda dengan buah dan sayur 'segar' yang sudah dibawa dalam perjalanan jarak jauh, disimpan lama di gudang, atau di rak supermarket dan bahkan dapur Anda. Selama proses ini, buah dan sayur kehilangan banyak vitamin C dan folat.

3. Wortel mentah lebih bernutrisi dibanding yang matang



Tidak semua jenis sayur segar atau mentah lebih bernutrisi. Pada wortel, proses pemasakan justru mampu meningkatkan nilai nutrisinya. Ini karena dinding sel wortel akan rusak setelah dimasak. Memungkinkan tubuh memiliki akses lebih baik mendapat beta-carotene untuk membuat vitamin A.

Penambahan sedikit lemak juga membuat penyerapan beta-carotene oleh tubuh lebih baik. Karenanya memanggang wortel sebentar dengan minyak zaitun jadi ide yang bagus.

4. Telur perlu dihindari karena tinggi kolesterol
Telur sering kali dicap tinggi kolesterol sehingga konsumsinya dihindari, padahal hal ini amat keliru. Para pakar kesehatan menjelaskan kolesterol yang terkandung dalam makanan, termasuk telur, hanya berdampak sedikit pada kadar kolesterol dalam darah. Kecuali seseorang mengalami kondisi genetis yang memungkinkan dirinya alami kolesterol tinggi.

Sebaliknya, kadar kolesterol lebih ditentukan oleh seberapa banyak seseorang mengonsumsi lemak jenuh dan lemak trans. Kedua jenis lemak ini-lah yang membawa risiko penyakit jantung.

Konsumsi telur sangat dianjurkan karena telur merupakan sumber protein berkualitas bagus dengan harga murah. Mineral dan vitamin seperti zinc, zat besi, dan vitamin D juga banyak terkandung dalam bahan makanan serba guna ini.

5. Jangan makan saat demam



Ada mitos yang menyebut bahwa saat Anda demam sebaiknya tidak makan terlalu banyak. Padahal tidak ada alasan medis yang menguatkan hal ini. Hanya saja Anda mungkin kehilangan selera makan saat demam sehingga tidak makan terlalu banyak.

Kenaikan temperatur tubuh saat demam sebenarnya meningkatkan metabolisme yang justru membuat lebih banyak kalori terbakar. Karenanya penting bagi Anda untuk mengonsumsi lebih banyak kalori saat demam.

Prioritas lain saat demam ialah minum air putih yang banyak. Semua keringat yang keluar saat demam membuat tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada dalam kondisi normal. Karenanya minum air putih yang banyak penting untuk membantu tubuh tetap terhidrasi.

6. Makanan bebas gluten lebih sehat



Jika Anda tidak mengalami penyakit celiac (hanya 1 % dari populasi), Anda tidak perlu mengonsumsi makanan berlabel bebas gluten. Selain harganya lebih mahal, produk ini tidak berdampak apapun pada mereka yang tidak mengalami penyakit celiac.

Selain itu, produk makanan bebas gluten belum tentu lebih sehat karena bisa saja tinggi lemak, garam, dan gula. Jika Anda berpikir mengalami penyakit celiac, menghindari konsumsi gluten justru membuat Anda lebih sulit mendapat diagnosis yang tepat. (msa/odi)

Hide Ads