Saat perayaan Maulid Nabi, beberapa daerah punya tradisi gunungan. Praktiknya berupa berbagi hasil bumi serta harapan untuk rezeki yang lebih baik.
Praktik keagamaan Islam di Indonesia seolah sudah melekat melebur bersama tradisi. Pada perjalanan penyebarannya yang dilakukan oleh Wali Songo, melebur upacara keagamaan dengan budaya menjadi cara paling efektif untuk menyebarkan agama Islam.
Karena itu bukan hal aneh jika beberapa praktik tradisi akan dilakukan ketika hari besar Islam tiba. Salah satunya ketika perayaan maulid atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Di Yogyakarta dan beberapa wilayah seperti Jawa Tengah dan sekitarnya, ada tradisi yang disebut sebagai Grebeg Maulud. Pada pelaksanaannya hasil bumi akan dibuat menjadi gunungan yang tinggi untuk dibagikan kepada masyarakat. Ternyata pelaksanaan ini ada maknanya.
Asal Usul Grebeg Maulud
Dilansir dari laman Taman Budaya D.I Yogyakarta, (17/9/2024), kata 'grebeg' berasal dari 'gumrebeg' yang berarti perayaan. Tradisi ini disebut-sebut bermula dari inisiatif Sunan Kalijaga, Wali Songo yang menyebarkan Islam di Jawa Tengah, dan Raden Patah, pendiri kerajaan Demak.
Grebeg Maulud pertama kali dilangsungkan di halaman Masjid Agung Demak. Tujuan awalnya grebeg maulud dilaksanakan sebagai cara untuk menghibur sekaligus mengedukasi masyarakat sekitar tentang agama Islam.
Tradisi yang lantas diterima dengan baik ii akhirnya dijaga keberlangsungannya oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I. Setiap tahun grebeg maulud tak pernah absen menghadirkan hiburan seperti gamelan hingga gunungan hasil bumi yang dibagikan kepada warga.
Makna Gotong Royong
Identitas grebeg maulud ialah gunungan makanan dan hasil bumi yang akan diarak kemudian dibagikan. Tetapi dalam proses pembuatannya ada pesan dan makna gotong royong bagi warga sekitar yang terlibat untuk mempersiapkan gunungan.
Ada beberapa prosesi seperti Numplak Wajik, di mana ibu-ibu akan bekerja sama membuat wajik untuk diisi pada gunungan. Ada juga prosesi bethak yang berarti memasak nasi untuk isian gunungan bersama yang juga melambangkan rezeki dan keberkahan.
Setelah itu prosesi Pesowanan Garebeg atau pengisian gunungan dilakukan oleh ibu-ibu dan para pria yang bertugas sebagai panitia. Baru kemudian gunungan akan diarak secara bersama-sama, baik dari Keraton ke Masjid Kauman maupun dari Kantor Gubernur ke Istana Pakualaman.
Simak Video "Soto Ayam Ceker Legend dan Warkop Ala 'Angkringan'"
(dfl/adr)