Fakta Kopi Bajawa, Kabanggaan Orang Flores yang Terancam Punah

Ngopi Yuk!

Fakta Kopi Bajawa, Kabanggaan Orang Flores yang Terancam Punah

Diah Afrilian - detikFood
Kamis, 28 Agu 2025 07:00 WIB
Petani memetik kopi Arabika (Coffea arabica) di perladangan lereng gunung Sindoro Desa Canggal, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (19/6/2020). Menurut petani, musim panen tahun ini harga kopi Arabika merosot tajam menjadi Rp5.000 per kilogram dari harga tahun sebelumnya yang mencapai Rp9.000 per kilogram biji basah di tingkat petani. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/pras.
Foto: ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN
Jakarta -

Hampir setiap wilayah di Indonesia punya biji kopinya sendiri, termasuk Flores yang kopinya berkualitas terbaik. Sayangnya, biji kopi di sana terancam punah.

Indonesia termasuk salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia. Baik robusta, arabika, hingga liberika semuanya bisa ditemukan di Indonesia.

Setiap wilayah Indonesia juga seolah memiliki hasil produksi biji kopi andalannya masing-masing. Salah satunya wilayah Bajawa di Flores, Nusa Tenggara Timur yang terkenal dengan produksi biji kopinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kopi arabika dari Flores memiliki tempat khusus di mata dunia, sampai banyak penggemarnya. Sayangnya gegara perubahan iklim, biji kopi dari Flores disebut terancam punah.

Baca juga: Kacau! Ditipu Teman Kencan, Pria Ini Bayar Makan hingga Rp 7,7 Juta

ADVERTISEMENT

Berikut ini fakta kopi dari Flores yang dibanggakan:

5 Fakta Kopi Flores Bajawa, Ditanam Belanda hingga Disajikan di KTT G205 Fakta Kopi Flores Bajawa, Ditanam Belanda hingga Disajikan di KTT G20 Foto: Getty Images/iStockphoto/Schwede-Photodesign

Sejarah Kopi Bajawa

Dilansir dari JYN Coffee, kopi yang ditanam di Flores telah ditanam sejak ratusan tahun silam. Suburnya tanaman kopi di Flores tidak terlepas dari budaya para petani lokal yang telah dilakukan sejak berabad-abad lalu.

Sejak dahulu hingga sekarang, tanaman kopi Bajawa tetap memegang teguh praktik penanaman yang mengedepankan kelestarian lingkungan. Tanaman kopi yang tumbuh di Flores berada pada ketinggian 1.200 - 1.600 meter di atas permukaan laut.

Karakteristik tanah vulkanis menjadi alasan maksimalnya pertumbuhan tanaman dan kualitas kopi di sana. Mulai dari perawatan tanaman hingga proses pasca panen semua dilakukan secara tradisional.

Dibudayakan turun temurun

Para petani kopi di Flores meninggalkan keahlian mengelola kebun kopi sebagai warisan kepada generasinya. Dilansir dari Mongabay, Rabu (20/8), Anselmus Menge, mantan Ketua Kelompok Tani Fa Masa menceritakan warisan budaya menanam kopi pada keluarganya.

"Orang tua kami mulai menanam kopi sejak 1968. Kopi langsung dijual ke tengkulak dengan harga maksimal Rp600," ujarnya.

Namun ia menjelaskan, seiring berjalannya waktu para penerus petani kopi di Flores melakukan banyak penyesuaian. Salah satunya menerapkan pelatihan untuk mengelola biji kopi agar mendapat harga jual yang lebih tinggi.

Anselmus mulai menanam kopi tahun 2004 di atas tanah seluas 1,5 hektar. Sejak saat itu harga kopi gelondong merah melonjak hingga Rp 2.500 per kilogram.

Hasil produksi yang Signifikan

Bertahan pada warisan budaya menanam kopi turun temurun, Flores dapat diandalkan sebagai salah satu produsen kopi Indonesia. Anselmus menyebut, Flores memiliki puncak hasil panen kopi tertinggi pada 2016-2018.

PAda 2016, petani di Kabupaten Ngada, Flores, NTT pernah berhasil mengekspor 233 ton kopi kering ke Amerika Serikat. Melalui hasil panen tersebut nilai ekspor yang didapat mencapai Rp 14 Miliar.

Petani kopi lokal di Flores menganggap 10-7 tahun yang lalu iklim masih sangat bagus dan menguntungkan untuk para petani. Sayangnya, perubahan iklim yang terjadi berdampak pada hasil produksi biji kopi.

Petani menuangkan hasil panen kopi jenis Robusta ke dalam karung di perkebunan Desa Sidoharjo, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (22/8/2025). Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menyatakan produksi kopi pada awal tahun 2025 tumbuh sekitar 40-60 persen disebabkan produksi biji kopi kembali normal, dibandingkan tahun sebelumnya yang terganggu fenomena alam La-Nina dan El-Nino yang mempengaruhi hasil panen. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/rwa.Sayangnya, biji kopi di Flores terancam punah sebab perubahan iklim. Foto: ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN

Terancam punah gegara iklim

Menurut data BPS NTT terbaru terjadi penurunan hasil produksi kopi yang signifikan. Tahun 2021, kabupaten Ngada menghasilkan kopi sebanyak 2.502,4 ton.

Tetapi pada 2023 terjadi penurunan dengan hanya menghasilkan 736,4 ton. Disusul dengan 2024 yang ikut menurun pada angka 676,4 ton.

Sementara catatan BPS menunjukkan hasil panen tersebut datang dari wilayah tanam kopi seluas 1.807,47 hektar dengan tingkat produktivitas hanya 600 - 1.000 kilogram per hektar.

Menurut penelitian terhadap lingkungan sekitar, hal ini disebabkan ketika suhu 23°C menyebabkan pembentukan dan pematangan buah kopi lebih cepat, sehingga kualitasnya menurun. Sementara jika suhu udara sedang panas terik mencapai 30°C akan menyebabkan tanaman kopi tumbuh tidak normal.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video Ngepoin UMKM Kerupuk Petai di Purwakarta"
[Gambas:Video 20detik]
(dfl/adr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads