Saren atau marus merupakan salah satu menu populer di warung ayam goreng atau soto ayam. Muslim perlu hati-hati karena makanan ini tidak halal. Begini faktanya!
Belakangan ini sebuah restoran ayam goreng legendaris di Solo menjadi sorotan. Sudah 52 tahun beroperasi, mereka menawarkan ayam goreng, tapi belum banyak yang tahu kalau menunya nonhalal. Sebab, kremesan yang disajikan bersama ayam goreng dibuat menggunakan minyak babi.
Untuk menghindari kesalahpahaman, Ayam Goreng Widuran akhirnya mencantumkan informasi non halal di bio Instagram, Google Review, dan di gerai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Jumat (22/05) lalu, melalui Instagram resmi @ayamgorengwidruansolo, pihak manajemen juga memberikan klarifikasi resmi jika ayam goreng mereka tidak halal.
Persoalan ini menimbulkan pembahasan lebih luas terkait warung ayam goreng maupun soto ayam, khususnya yang berada di wilayah Jawa Tengah. Pasalnya, beberapa warung ayam goreng dan soto ayam juga menawarkan menu non-halal seperti saren, marus, atau dideh.
Sekilas tampilannya mirip hati sapi, tetapi makanan ini terbuat dari darah hewan. Menu ini juga kerap disajikan sebagai lauk pendamping layaknya ati ampela, usus, atau jeroan lainnya.
Sebelum mengonsumsi saren atau marus, sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh Muslim.
1. Terbuat dari darah hewan
![]() |
Saren, marus, atau dideh berasal dari darah hewan sapi atau babi yang disembelih. Namun, di Pulau Jawa banyak yang menggunakan darah sapi atau darah ayam.
Darah ini tidak langsung disantap, melainkan dikukus hingga tampilan dan teksturnya padat dan mudah dipotong. Setelah dikukus atau dipadatkan, saren punya tampilan seperti hati sapi dengan warna merah kecokelatan. Dari segi tekstur, banyak yang mengungkap kalau saren atau marus lebih lembut dari hati sapi.
Selain di pulau Jawa, suku Batak juga terbiasa mengolah darah hewan menjadi makanan. Namun, biasa menggunakan darah babi atau disebut dengan gota.
2. Diolah menjadi berbagai jenis makanan
![]() |
Saren, dideh, atau marus biasa diolah menjadi berbagai jenis makanan. Harus dipastikan diolah sampai matang sebelum disantap. Dikenal tidak memiliki aroma amis sama sekali dengan tekstur seperti hati.
Saren kerap diolah menjadi sate, opor, atau dioseng. Di beberapa daerah Jawa, saren atau marus juga sering dimakan bersama hidangan berkuah, seperti soto. Ada juga yang mengolahnya seperti baceman sebagai pelengkap gudeg, nasi pecel, ayam goreng, atau nasi campur.
Status halal dari saren bisa dilihat pada halaman selanjutnya!
3. Nilai gizi dan manfaat dari saren
![]() |
Meskipun tergolong sebagai makanan ekstrem, tetapi banyak juga yang suka karena beragam alasan. Salah satunya karena dipercaya punya manfaat baik bagi kesehatan.
Saren atau marus tinggi akan protein, mengandung zat besi, dan kalium. Konsumsinya konon bermanfaat, salah satunya untuk menambah darah sebagai obat anemia.
Namun, penting juga untuk memperhatikan asupan saren atau marus. Saren seringkali tidak diolah secara higienis. Akhirnya bisa meningkatkan risiko kontaminasi bakteri atau racun. Saren juga mengandung kolesterol dan lemak tidak sehat yang bisa meningkatkan risiko jantung.
Oleh karena itu, saren dianggap tidak sehat dan konsumsinya tidak dianjurkan oleh beberapa organisasi kesehatan dan keagamaan.
4. Hukum mengonsumsi saren dalam islam
Dalam Islam, saren, marus atau dideh, tergolong bahan makanan haram.
Sesuai dengan ayat dalam Alquran bahwa memakan atau meminum darah (sesuatu yang dari darah) terutama yang mengalir itu haram hukumnya. Baik dalam keadaan masak atau dengan berbagai olahan, seperti rebus, goreng, atau bakar.
Namun, ada pengecualian untuk dua jenis darah yang dihalalkan, yaitu darah yang masih di dalam daging atau pembuluh darah dan darah mengalir yang tidak diolah.
Terkait hati dan limpa, melansir detik Hikmah, keduanya juga diperbolehkan dikonsumsi karena dianggap memiliki sifat dan status berbeda dibandingkan darah lainnya. Sebab, kedua organ ini memang sudah dari asalnya berbentuk seperti itu, sehingga tidak melanggar prinsip syariat.
Rasulullah SAW bersabda, "Dihalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah. Bangkai ikan dan belalang. Hati dan limpa." (HR al-Baihaqi)
Abu Mijlaz juga mengungkap jika ada darah tertinggal di penyembelihan atau yang menempel pada alat masak tidak dianggap najis dan dimaafkan.
Sesuatu yang diharamkan mempunyai mudharat atau kejelekan bagi tubuh dan jiwa.
Saren atau marus diharamkan karena terkait masalah kesehatan. Darah dianggap sebagai tempat kuman dan bakteri berkumpul. Memakan darah mengalir juga diibaratkan dengan memakan bangkai yang belum dibersihkan dari darah.
Simak Video "Video Ayam Goreng Widuran Nonhalal, Walkot Solo: Saya Cukup Kecewa!"
[Gambas:Video 20detik]
(aqr/adr)