Seorang pria merasa jika semangkuk mala xiang guo yang dinikmatinya memiliki harga tak wajar. Pasalnya, ia ditagih sampai Rp 227 ribu.
Kenaikan bahan baku pangan membuat restoran atau rumah makan ikut menaikkan harga menu makan mereka. Namun tampaknya hal tersebut belum bisa diterima baik oleh para pelanggan karena ada beberapa restoran yang menaikkan harga terlalu tinggi. Terlebih tempat makan itu seringkali ikut mengurangi porsi makannya.
Kejadian protes yang dilakukan pelanggan memang akhir-akhir ini sering terjadi. Salah satunya pria ini yang komplain setelah makan semangkuk mala xiang guo di sebuah restoran.
Melalui unggahan di akun Facebooknya, pria bernama Luqmanul Hakim mengungkap jika dirinya belum lama pergi makan ke sebuah restoran yang menjual menu mala xiang guo di Yishun's Northpoint City Food Court, Singapura.
Mala xiang guo sendiri merupakan masakan China yang terdiri dari berbagai macam bahan yang bisa diambil sesuai dengan keinginan. Nantinya bahan itu akan ditimbang lalu baru dimasak dengan bumbu pedas mala.
Biasanya harga yang akan dihitung disesuaikan dengan berat per gram dari bahan makanan yang diambil. Kemudian akan ditotal dan barulah pelanggan membayar tagihannya.
Luqmanul Hakim diketahui pergi makan bersama sang istri. Sesampainya di sana, ia pun memesan beberapa menu mulai dari mie, ikan, tahu, jamur, sayuran, kulit tahu, kol, dan telur puyuh. Namun pelanggan itu merasakan hal mengganjal setelah membayar tagihannya.
Pada tagihan tersebut, semangkuk mala xiang guo dipatok harga S$20.10 atau sekitar Rp 227 ribu. Jika dilihat pada tagihan, terdapat tiga harga berbeda pada jenis menu daging atau seafood. Struk itu menunjukkan jika pelanggan ini ditagih sampai 3 kali dengan setiap harga daging dan seafood yang berbeda.
Contohnya tertulis di struk jika pelanggan ini memesan 62 buah daging atau seafood seharga S$0.10 yang jika di total mencapai S$6.20 atau sekitar Rp 70 ribu. Adalagi tambahan daging atau seafood lain yang di total mencapai S$1.50 (Rp 17 ribu) dan S$1.90 (Rp 21 ribu).
Padahal aslinya, pria itu hanya mengambil jenis daging atau seafood berupa ikan saja, tidak ada tambahan lain.
Namun hal yang paling terlihat jelas yaitu harga 9 telur puyuh yang ia ambil dihargai S$4.50 atau sekitar Rp 50 ribu. Harga inilah yang membuat Luqmanul marah.
Pasalnya ia merasa jika harga satu pak telur puyuh di luar hanya berkisar S$2.50 (Rp 28 ribu) untuk 15 buah. Kepada Shin Min Daily News ia pun mengungkap jika dia mengerti restoran itu butuh keuntungan. Namun menurutnya harga yang diberikan terlalu tinggi.
Menanggapi komplain dari pelanggan, salah satu manajer restoran pun mengungkap kepada Shin Min jika harga tersebut disesuaikan dengan kebutuhan restoran. Restoran ini bukan hanya mencari keuntungan semata, namun mereka juga punya tanggungan untuk membayar biaya sewa, listrik, bahan baku mentah, pajak, biaya operasional, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu, harga makanan yang mereka tawarkan akan lebih mahal dibandingkan kedai kopi biasa atau warung jajan kaki lima. Pihak manajer pun mengungkap, "Oleh karena itu, tidak bisa membandingkannya."
Sementara untuk rincian tagihan yang berbeda dari yang pelanggan ambil, contohnya seperti sosis, manajer menjelaskan jika namanya memang bisa berbeda. Tetapi harga S$1 itu bisa juga ditujukan untuk jenis makanan yang lain.
Misalnya sosis harganya akan sama dengan kembang kol, tahu, kulit tahu yang masing-masingnya dihargai S$1. Manajer juga menjelaskan jika subtotal dari S$1.90 itu adalah harga sayuran per sajian. Meskipun tidak akurat, tetapi harganya sudah sesuai dengan apa yang pelanggan itu ambil, jelasnya.
Manajer kembali menyarankan, jika memang harganya terlalu mahal, pelanggan bisa mengurangi total item yang diambil. Pelanggan juga bisa bertanya terlebih dahulu terkait harga setiap item.
Unggahan komplain ini rupanya menarik perhatian banyak netizen. Sebagian netizen berkomentar agar pria tersebut selalu dapat mengunjungi tempat makan lain yang menjual menu sama dengan harga lebih murah.
Beberapa orang juga memaklumi harga yang semakin mahal ini. Sebagian netizen menganggap harga S$20.10 untuk mala xiang guo sebenarnya masuk akal.
Sementara netizen lain mengatakan jika pelanggan pria itu sebenarnya tidak bisa membandingkan telur puyuh yang ia beli di restoran itu dengan yang ada di warung. Karena itu tadi, restoran pasti harus memikirkan biaya sewa dan tenaga kerja.
Simak Video "Video Siswa soal MBG Beras Dibagikan Seminggu Sekali: Cuma Cukup 2 Hari"
(aqr/adr)