Jadi salah satu ikon kuliner Indonesia, gado-gado punya sejarah panjang dan menarik. Hidangan ini merupakan wujud akulturasi budaya Eropa pada sekitar abad 18-19.
Gado-gado kini mudah ditemui di banyak daerah Indonesia, terutama Jakarta. Racikan salad tradisional Indonesia ini terdiri dari aneka sayuran rebus yang diaduk bersama bumbu kacang.
Membicarakan sejarahnya, gado-gado ternyata punya cerita menarik. Asal kata 'gado' rupanya berkaitan dengan cara menikmati dan mengolah gado-gado.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dihubungi detikfood (27/6), chef Wira Hardiyansyah yang juga merupakan sejarawan kuliner mengungkap detil sejarah gado-gado. Diracik dari pecel yang merupakan 'induk' gado-gado.
"Pecel itu sudah ada dari kitab Ramayana. Pecel itu di Jawa identik dengan kita makan pecel selalu pakai nasi. Makanya ada istilah sego pecel," katanya membuka cerita. Kehadiran sego pecel jauh lebih dulu sebelum Belanda tiba di Indonesia.
"Nah ketika orang-orang Portugis dan Eropa datang, itu seperti memperkenalkan tradisi makan salad. Sedikit aneh orang Indonesia pada saat itu melihat orang-orang Eropa makan sayuran tanpa nasi, karena mereka identiknya dengan makan kentang," kata Wira.
![]() |
Kemudian muncul peran orang priyayi yang menjembatani orang-orang pribumi yang dipekerjakan dengan kaum Eropa. Mereka menjadi pelopor akulturasi budaya Indonesia dengan Eropa, jelas Wira.
"Orang-orang pribumi yang dipekerjakan itu meniru tradisinya. Tradisi makan saladnya. Karena kita identiknya makan urap pakai nasi, makan pecel pakai nasi... Nah orang Eropa punya budaya baru, ditirulah budaya tersebut," kata Wira yang menyebut hal ini terjadi sekitar abad 18-19 dimana akulturasi Eropa, terutama Belanda, sedang gencar-gencarnya.
Adapun penamaan gado-gado juga unik. Hal ini terkait dengan istilah 'digado' dalam bahasa Jawa yang merujuk pada praktik makan tanpa menggunakan nasi. "Seperti ada istilah ketika kamu makan, nasinya sudah habis, ayamnya masih sisa, maka ayamnya 'digado'," kata Wira.
Ia melanjutkan, "Jadi ketika orang Eropa makan salad tanpa nasi, itulah persepsi orang-orang priyayi bahwa si sayur itu 'digado' karena mereka memakannya tanpa nasi. Jadi sekarang kita mengenal istilahnya itu dengan gado-gado."
Istilah gado ternyata punya arti dalam bahasa Portugis. Baca artikel di halaman selanjutnya.
Mengenai istilah 'gado' itu sendiri, Wira mengatakan kata ini punya arti dalam bahasa Portugis yaitu 'sisa'. "Ada kemungkinan besar juga kata 'gado' di Jawa awalnya merupakan serapan dari bahasa Portugis," ujar Wira.
"Terjadi distorsi nih (pergeseran makna), sisa tuh sisa apa saja, cuma orang Indonesia jadinya mengartikan itu sebagai sisa makanan yang masih bisa dikonsumsi, dicemil. Sisa makanan itu sudah tidak ada nasinya, lauknya saja," lanjutnya.
Lalu nama gado-gado juga punya arti kedua yang mencirikan proses pembuatannya. Proses ini membedakan gado-gado dari pecel.
"Kita ga bicara standarnya apa, tapi kan gado-gado bumbu kacang, pecel juga bumbu kacang. Yang bedanya satu disiram bumbu kacang (pecel), yang satu harus diaduk bumbu kacangnya (gado-gado). Dari proses aduk ini maka, muncul istilah keduanya, gado-gado," ujar Wira.
![]() |
Gado-gado juga disebutnya wujud akulturasi budaya kuliner Eropa yaitu salad yang diperkenalkan ke Indonesia. Karena proses menikmati salad sama seperti gado-gado di mana saus (dressing) salad diaduk bersama isiannya, sama seperti bumbu kacang diaduk bersama isi sayuran pada gado-gado.
Selain soal sejarahnya yang menarik, gado-gado juga punya beragam hal yang istimewa untuk dibahas. Pada ulasan minggu ini, detikfood akan mengupas tuntas soal gado-gado.
Masih ada cerita soal filosofi gado-gado, variasi gado-gado di berbagai daerah Indonesia, hingga pengakuan orang luar negeri soal betapa lezatnya gado-gado.
Tak ketinggalan rekomendasi ulek langganan artis yang kental gurih dan gado-gado siram Bon Bin yang terkenal dan legendaris sejak tahun 1960. Simak terus ulasannya di detikfood!
(adr/odi)