Daging kelelawar jadi santapan lezat di beberapa daerah. Tapi sebenarnya daging hewan nokturnal ini mengundang risiko berbagai penyakit.
Sudah sejak lama daging kelelawar disebut-sebut bisa menyembuhkan penyakit seperti asma. Makan daging kelelawar juga konon bisa menyembuhkan alergi serta mempercepat penyembuhan luka.
Namun anggapan ini belum bisa dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian yang dilakukan bahkan menemukan bukti kalau daging kelelawar justru membawa penyakit. Salah satunya adalah virus Marburg yang kini ditemukan lagi di Afrika.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melaporkan kasus penyakit virus Marburg, yang sangat menular dan mematikan, di Guinea, Afrika. Kejadian ini merupakan kasus yang pertama sejak 2017.
Meskipun sudah terbukti menyebabkan berbagai masalah kesehatan tapi masih saja banyak yang tetap menganggap daging kelelawar bisa jadi obat.
Berikut mitos dan fakta seputar daging kelelawar:
1. Dipercaya sebagai obat asma
Belum banyak bukti ilmiah yang benar-benar menyatakan manfaat mengonsumsi daging kelelawar, termasuk isu soal obat asma. Dari sejumlah penelitian yang ada, kelelawar justru menjadi sumber penyakit menular.
Lebih dari 70% penyakit menular berasal dari hewan, sebagai patogen zoonosis, salah satunya kelelawar. Menyantap daging kelelawar berpotensi memunculkan bahaya kesehatan.
Dilansir dari MayoClinic (14/8) daging kelelawar memiliki kandungan ketotifen yang dipercaya dapat membantu melancarkan sistem pernapasan. Sayangnya tidak ada penelitian ilmiah yang membuktikan dan menjelaskan secara lengkap mengenai kandungan ketotifen dalam daging kelelawar dan hubungannya dengan penyakit asma.
Ketotifen adalah salah satu pengobatan yang biasa digunakan untuk meredakan gejala asma dan mencegah serangan asma. Namun sebaiknya tidak menyantap daging kelelawar sebagai alternatif obat asma.
Simak Video "Video Siswa soal MBG Beras Dibagikan Seminggu Sekali: Cuma Cukup 2 Hari"
(dvs/odi)