Ketatnya pemerintah Malaysia dalam menangani pandemi terlihat jelas. Bahkan ada warung kaki lima yang sudah tutup lebih awal, tapi masih dikenakan denda pelanggaran.
Istilah 'MCO' atau pembatasan aktivitas sosial seperti lockdown, memang diterapkan pemerintah Malaysia secara terus menerus guna mengurangi angka positif Corona. Salah satunya dengan mewajibkan setiap tempat makan, restoran hingga kafe untuk tutup lebih awal.
Baca Juga: Di Malaysia, Jajan di Pedagang Asongan Bisa Kena Denda Rp 7 Juta
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun banyak juga tempat makan yang sudah mematuhi aturan pemerintah tutup lebih awal, tapi masih dikenakan denda oleh pemerintah karena dianggap masih beroperasi.
Hal ini yang membuat pemilik warung kaki lima asal Kota Kinabalu, Malaysia, kecewa dengan peraturan ketat yang merugikannya padahal dia tidak melanggar aturan yang ada.
![]() |
"Hanya karena lampu di warung makan saya masih menyala, dan dapur saya belum dibersihkan, serta ada beberapa pegawai yang masih berdiri di dapur. Warung makan saya kena denda oleh pemerintah, karena dianggap masih beroperasi di luar jam yang sudah ditentukan," tulis Aderick di akun Facebook.
Aderick mengunggah surat denda dari pemerintah, di sana tertulis ia harus membayar uang denda sebesar RM 2,000 (Rp 7 juta).
Ia merasa sangat kecewa dengan denda yang dikenakan pemerintah setempat. Padahal warung makannya selalu mengikuti SOP, atau protokol kesehatan yang diwajibkan pemerintah. Seperti menjaga jarak, menutup toilet hingga membersihkan dapur dan tempat makan secara berkala.
"Semua pegawai saya tidak bisa balik kampung. Jika mereka pulang kampung, mereka harus karantina selama 14 hari di kampung. Mereka juga perlu swab test sebelum kembali tempat kerja. Jadi buat apa saya melanggar aturan itu sekarang?" tanyanya.
Menurutnya kejadian itu terjadi di jam 8 malam, sementara warung makannya sudah tutup sejak setengah 7 malam. Di mana pemerintah mewajibkan jam 7 malam adalah batas terakhir waktu buka.
![]() |
"Warung makan kami hampir 99.9% bergantung pada aplikasi makanan online. Jadi kita berhenti terima order itu sekitar setengah 7 malam, artinya warung makan kami sudah tutup," lanjutnya.
Aderick tentunya sudah mencoba menjelaskan hal ini ke pihak berwajib yang menjatuhkan denda padanya. Tapi mereka tidak mau menerima penjelasan itu, dan mewajibkan Aderick untuk tetap membayar dendanya.
"Menurut saya saat itu petugas melihat kami tengah masak, padahal itu untuk menyelesaikan pesanan terakhir yang kami terima sebelum setengah 7 malam. Jadi saya akan mencoba menjelaskan permasalahan ini nanti," pungkasnya.
Aderick tak akan tinggal diam, ia sudah memiliki rencana untuk bertemu dengan petugas kesehatan setempat, untuk menjelaskan masalahnya agar tidak perlu membayar denda sebanyak RM 2,000.
Kejadian seperti ini bukan pertama kalinya terjadi di Malaysia. Banyak penjual makanan rumahan, hingga penjual makanan kecil yang dijatuhkan denda karena dianggap melanggar protokol kesehatan.
Sehingga Malaysian Trades Union Congress (MTUC), meminta agar pemerintah lebih bertoleransi dan mempertimbangkan kasus-kasus kecil seperti ini.
Baca Juga: Sedih! Jualan Burger di Depan Rumahnya, Pria Ini Kena Denda Rp 176 Juta
(sob/odi)