Sambal seolah tak terpisah dari menu makanan orang Indonesia. Tapi tahukah kamu bagaimana sejarah sambal di Indonesia? Siapa yang memperkenalkan sambal pertama kali?
Banyak orang Indonesia merasa makan makanan tradisional kurang nikmat jika tanpa sambal. Rasa pedas sambal justru membuat mereka semakin bersemangat makan.
Apalagi varian sambal Nusantara sangat banyak. Tiap jenis sambal seolah punya 'jodoh' hidangannya masing-masing. Ada sambal terasi, sambal dadak, sambal matah, sampai sambal dabu-dabu yang menyegarkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi sebenarnya bagaimana sejarah sambal di Indonesia? Dosen Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Fadly Rahman, M.A., memberi penjelasannya seperti dikutip detikfood atas seizinnya (17/3) dari situs Universitas Padjajaran.
Fadly menyebut fungsi sambal sebagai penggugah selera makan sudah ada jauh sebelum cabai (Capsicum) dari benua Amerika diperkenalkan orang-orang Portugis ke Indonesia, sekitar abad ke-16.
Jejak sambal di Nusantara
![]() |
"Sebelum cabai masuk ke Nusantara, nenek moyang orang Jawa menggunakan cabya jawa (Piper retrofractum), lada (Piper nigrum), dan jahe (Zingiber officinale) sebagai bahan membuat sambal. Lain hal dengan di Sumatra Utara yang memiliki andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC), tanaman khas yang sejak dulu hingga kini digunakan sebagai pecitarasa pedas," kata Fadly.
Ia mengatakan budidaya cabai dari benua Amerika di Indonesia bisa berkembang karena masyarakat Nusantara memang menyukai rasa pedas. Mereka tergila-gila akan kelezatan sambal.
Buktinya pada tahun 1621, petualang Prancis bernama Augustin de Beaulieu dijamu makan di Istana Aceh. Ia disuguhi berbagai hidangan.
"Satu sajian yang tidak ia sentuh adalah sambal. Bagi orang Eropa seperti Beaulieu, sensasi pedas sambal terkesan begitu mengkhawatirkan bagi pencernaannya. Kesan itu tetap bertahan pada abad-abad kemudian," tulis Fadly.
Simak video 'Bikin Laper: Lembutnya Iga Sapi Sambel Tempong di Jakarta Selatan':
Sambal mulai dilirik orang Eropa
Namun pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kekhawatiran orang Eropa makan sambal itu perlahan mulai sirna. Pada tahun 1898, wisatawan Belanda, M. Buys, mencatat suasana makan siang di Hotel Des Indes, Batavia.
Salah satu menunya adalah aneka jenis sambal. Kemudian dalam pandangan penulis Belanda, Augusta de Wit (1896), meskipun hanya berfungsi sebagai kondimen, sambal adalah salah satu unsur hidangan pribumi yang kerap membuat penasaran orang Eropa untuk mencicipinya.
Bahkan ada anggapan di kalangan orang Eropa, kalau mereka belum bisa disebut berjiwa berani kalau belum punya nyali mencicipi sambal.
Resep sambal di buku masak masa kolonial
![]() |
Tak heran dalam buku-buku masak di masa kolonial, ada banyak resep sambal Nusantara. Tak hanya resep 'sambel goreng' dan 'sambel oelek', tapi juga aneka jenis sambal bernama unik.
Beberapa di antaranya adalah ambel badjak, sambel brandal, sambel serdadoe, dan sambel setan.
Beb Vuyk, sastrawan Indonesia yang pernah menulis buku masak terkenal di Belanda, Groot Indonesisch Kookboek (1973), menyebutkan bahwa: "Zonder sambal smaakt de IndonesiΓ«r de maaltijd niet" (orang Indonesia tidak dapat menikmati makanan tanpa sambal).
Baca Juga: Resep Sambal 'Mboksiyah', Sambal Mentah dengan Terasi Nikmat
Sambal favorit tokoh pribumi
Bukti lain dari diminatinya sambal di Nusantara adalah pelengkap makanan ini jadi favorit para tokoh pribumi.
Fadly menuturkan, tokoh pergerakan nasional Tjipto Mangoenkoesoemo pernah mengatakan betapa nikmatnya makan dengan menu sambal terasi dan sambal goreng tempe.
Tjipto Mangoenkoesoemo memadukan dua jenis sambal itu dengan makanan favoritnya. Ada gudeg, sayur asem, sayur lodeh, ikan asin, dan pecel.
Ki Hadjar Dewantara juga termasuk tokoh pribumi penggemar sambal. Dalam pengasingannya di Belanda (1913 - 1919), Soewardi kerap menjamu makan saudara-saudara sebangsanya. Sang istri akan membuatkan hidangan andalannya, sambal goreng hati.
Soekarno penggemar berat sambal
![]() |
Presiden pertama Indonesia, Soekarno adalah sosok pencinta sambal. Sekalipun ia sudah menjadi sosok "bapak bangsa" dan "pemimpin besar revolusi", selera makan Soekarno tidak pernah bisa luput dari sambal.
Fadly mengatakan, berdasarkan penuturan kisah Inggit Garnasih dan Fatmawati, Soekarno adalah seorang pecinta sambal. Kedua istri Soekarno ini kerap menyiapkan sambal sebagai pelengkap hidangan favorit sang suami seperti sayur lodeh, sayur asem, dan tempe.
Kecintaan Soekarno pada sambal juga terlihat ketika ia diasingkan oleh Belanda ke Bangka pada masa Agresi Militer tahun 1948 - 1949.
Saat itu, Soekarno bersama Hatta dan para pimpinan negara lainnya mendapat jatah makanan kaleng sebagai ransum. Karena rasanya tidak enak, mereka pilih menyantap makanan lain.
Salah satunya sambal yang diracik segar dari cabai yang dipetik di kebun. Fadly bercerita, saat itu supaya semua orang mendapat bagian, sambal dibagi sama rata dan sama rasa.
Baca Juga: Asli Indonesia! Ada Penyetan Surabaya hingga Rica Manado yang Pedas Mantap