Bir punya sejarah yang panjang di Inggris. Dahulu bir digunakan untuk membeli istri baru hingga sebagai bayaran untuk mengadopsi anak-anak di sana.
Meski kini terdengar seperti candaan belaka, pada abad 17 lalu banyak pria di Inggris yang menjual istri mereka jika sudah tidak cocok. Saat itu perceraian merupakan hal yang tabu dan sangat mahal biayanya.
Orang-orang menengah ke bawah di Inggris akhirnya memutuskan untuk menjual atau melelang istri mereka. Biasanya mereka melakukan pelelangan ini di pasar tradisional hingga di tempat yang ramai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uniknya banyak pria yang membeli istri baru sekaligus anak-anak wanita tersebut bukan menggunakan uang. Melainkan menggunakan bir sebagai mata uang di sana.
Dikutip dari berbagai sumber berikut tradisi membeli istri menggunakan bir di Inggris pada abad 17.
Baca Juga: Tradisi Makan Malam Bersama Keluarga di Inggris Mulai Pudar
1. Perceraian yang Mahal
![]() |
Menurut situs History (11/09), ada beberapa alasan mengapa dulu banyak pria yang menjual istri mereka seperti makanan. Semuanya berkaitan dengan proses perceraian yang sangat mahal di Inggris pada abad 17 hingga 19.
Kebanyakan orang-orang Inggris tak mampu membayar biaya perceraian mereka. Namun mereka juga sudah tak mau hidup dengan istri mereka yang lama. Saat itu ada peraturan bahwa setelah menikah, semua wanita menjadi tanggung jawab dan milik suami seutuhnya.
Sehingga para wanita tidak bisa menolak atau menentang ketika mereka dijual. Bahkan banyak istri yang tidak tahu bahwa mereka akan dijual oleh suami mereka. Sang istri juga harus menerima siapapun pria yang berhasil membeli mereka, meski pun mereka harus hidup dengan orang asing.
2. Dihargai dengan Bir
![]() |
"Penjualan istri ini biasanya dilakukan di banyak tempat, umumnya di penginapan. Kebanyakan harga yang ditawarkan menggunakan bir bukan uang," jelas Samuel Pyeatt Menefee, selaku ahli sejarah yang menulis buku 'Wives for Sale' di tahun 1981.
Bahkan dalam beberapa penjualan, minuman beralkohol dianggap memiliki nilai yang sama dengan uang. Kebanyakan pria akan tawar menawar dengan suami yang menjual istrinya. Seperti di tahun 1832, di mana tukang pasir bernama Walter menjual istrinya di Pasar untuk satu gelas gin, satu gelas bir.
Walter juga menjual anaknya yang berusia 8 tahun dengan minuman beralkohol. Meski cukup kontroversial, tapi dulu menjual istri untuk mendapatkan minuman seperti bir dan gin merupakan praktik yang umum dan lumrah.
3. Cara Membeli Istri dengan Bir
![]() |
Lewat catatan yang dilaporkan oleh The Sheffield Daily Telegraph di tahun 1876. Ada proses yang menarik ketika membeli seorang istri dengan bir. Biasanya para pria akan mendatangi suami dari istri yang tengah dijual kemudian menanyakan harganya.
Setelah tawar menawar, sang suami setuju untuk menjual istrinya dengan beberapa gelas bir atau minuman alkohol lainnya. Jika pembeli itu tertarik untuk mengadopsi anak-anak dari istri barunya, maka mereka akan kembali mendiskusikan berapa gelas bir yang harus ditambah.
Kebanyakan para istri dijual untuk empat gelas bir, sementara satu anak dihargai satu gelas bir. Dalam kebanyakan kasus biasanya yang membeli istri baru adalah orang sudah dikenal, atau bisa juga selingkuhan sang wanita.
4. Tidak Selalu Berakhir Buruk
![]() |
Penjualan istri untuk beberapa gelas bir ini tidak semuanya berakhir buruk. Beberapa pasangan biasanya berdiskusi lebih dulu sebelum memutuskan untuk berpisah. Setelah semuanya setuju baru sang suami mengajak sang istri untuk dijual.
Ketika semua penjualan dan pertukaran bir telah selesai, banyak suami yang justru minum bir bersama suami baru sang istri. Mereka berbincang-bincang dan menjadi teman yang akrab.
"Memang sangat sedikit yang kita ketahui tentang penjualan istri ini, namun yang jelas kebanyakan penjualan istri ini berakhir bahagia. Bahkan biasanya sang suami dan sang istri terlihat senang dan baik-baik saja saat sedang melakukan penjualan," jelas ahli sejarah, Roderick Phillips.
5. Harga yang Turun dan Tradisi yang Berakhir
![]() |
Ketika bir perlahan mulai digantikan dengan uang, kebanyakan harga penjualan istri ini tidak terlalu banyak bahkan sangat sedikit. Di tahun 1825 contohnya, saat itu seorang istri di Yorkshire dijual dengan harga Β£2,1 (Rp 40.000).
Harga ini terbilang sangat rendah, karena pada saat itu kisaran harga satu mayat sekitar Β£4,4 (Rp 83.829). Di mana harga seorang istri jauh lebih rendah dibandingkan mayat. Tapi banyak ahli sejarah yang mengklaim bahwa harga ini bukan karena wanita dipandang lebih rendah dari mayat. Namun kebanyakan penjualan istri saat itu hanya bentuk formalitas saja dibandingkan sebuah bisnis.
Semua penjualan istri berakhir di tahun 1857 ketika proses perceraian di Inggris jauh lebih mudah dan terjangkau. Kini membeli istri dan anak-anak dengan beberapa gelas bir merupakan bagian sejarah yang cukup aneh di Inggris.
Baca Juga: Fakta Menarik Jelly Belut, Makanan Tradisional Inggris Berusia 150 Tahun