Jadah Bakar, Jajanan Tradisional Murah dan Nikmat dari Ponorogo

Jajanan Ndeso Ngangeni

Jadah Bakar, Jajanan Tradisional Murah dan Nikmat dari Ponorogo

Charolin Pebrianti - detikFood
Minggu, 09 Agu 2020 17:00 WIB
Jadah bakar
Foto: Charolin Pebrianti/dok. detikcom
Jakarta -

Warga bumi reog Ponorogo punya jajanan tradisional yang khas, jadah bakar. Rasanya yang manis gurih, paling pas dinikmati saat masih hangat dengan teh atau kopi.

Jadah merupakan jajanan berbahan beras ketan putih. Untuk membuatnya, beras sebelumnya direndam semalaman kemudian dimasak atau ditetel dengan menggunakan santan dan ditumbuk hingga halus.

Proses penumbukannya sendiri tidak sebentar, harus dilakukan berjam-jam hingga ketan benar-benar halus. Rasanya pun berbeda dengan yang diolah dengan menggunakan mesin. Lebih nikmat jika dilakukan dengan ditetel atau ditumbuk secara manual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadah bakarJadah bakar Foto: Charolin Pebrianti/dok. detikcom

Oleh Warga Desa Wonoketro, Kecamatan Jetis, Aman (63) jadah pun dibakar dengan menggunakan arang. Disajikan saat masih hangat lengkap dengan sepiring gula untuk menambah rasa manis.

Berada di komplek pasar Jetis, setiap hari Aman berjualan bersama dengan istrinya, Sutini sejak pukul 16.00 hingga pukul 23.00 WIB.

ADVERTISEMENT
Jadah bakarJadah bakar Foto: Charolin Pebrianti/dok. detikcom

Ia mengatakan, sejak tahun 2007 sudah menggeluti profesi sebagai pembuat dan penjual jadah bakar. Peminatnya datang dari berbagai usia mulai dari anak-anak hingga dewasa.

"Satu porsi jadah bakar isi enam potong dijual dengan harga Rp 5 ribu," terang Aman kepada detikcom, Sabtu (8/8/2020).

Aman menambahkan proses pembakaran jadah masih menggunakan anglo yang diisi arang. Dengan sabar dan telaten, Aman mengipasi dengan tangan sambil membolak balikkan jadah agar tidak gosong. Wangi aroma jadah yang terbakar pun tercium.

"Satu hari biasanya 100 porsi, tapi karena pandemi COVID-19 ya agak berkurang," papar Aman.

Jadah bakarJadah bakar Foto: Charolin Pebrianti/dok. detikcom

Aman mengaku warungnya buka setiap hari, sebab hanya ini sumber rejeki bagi keluarganya. Ilmu membuat jadah bakar ini pun diperoleh secara turun temurun di keluarganya.

"Tiap hari buka, kecuali ada kepentingan keluarga atau sakit baru tutup," tandas Aman.

Sementara, salah satu pembeli Sri Widodo mengaku hampir setiap seminggu sekali mampir di Pasar Jetis untuk membeli jadah bakar. Kadang dia harus berangkat sore untuk antre. Karena biasanya habis diburu warga lain.

"Jajanan tradisional seperti jadah bakar ini mulai jarang ditemui, jadi dari dulu saya langganan disini karena memang disini selalu jual," pungkas Wid.




(adr/adr)

Hide Ads