Monosodium Glutamate atau populer dengan sebutan MSG kerap digunakan sebagai bumbu tambahan pada makanan. Beberapa orang menyebut MSG sebagai penyebab otak lemot, benarkah?
MSG yang memiliki rasa gurih ini memang diakui bisa membuat makanan lebih lezat. Dalam industri makanan, MSG banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada snack, makanan instan hingga makanan siap santap. MSG juga dijual bebas di pasaran sebagai bumbu tambahan masakan.
Coba perhatikan saat kita membeli bakso atau mie ayam, pedagangnya akan dengan santai menambahkan MSG sebagai penyedap. Di tengah masyarakat, MSG dituding sebagai penyebab otak lemot atau bodoh jika dikonsumsi terus menerus. Benarkah?
Dilansir dari berbagai sumber, berikut penjelasan soal MSG dan mitos yang berkembang di masyarakat.
1. Sejarah MSG
![]() |
Jika ditelusuri sejarahnya, MSG diketahui pertama kali ditemukan di Jepang. Penemunya adalah Profesor Kikunae Ikeda yang pada tahun 1908 berhasil mengisolasi asam glutamat dari kombu atau rumput laut. Profesor yang membidangi ilmu kimia dari Tokyo Imperial University ini menggunakan ekstraksi air dan kristalisasi untuk membuat racikan temuannya ini.
Hasil ekstraksi kombu ini menghasilkan produk dengan rasa baru yang disebut umami. Profesor Ikeda lantas mempelajari berbagai sifat rasa garam glutamat seperti kalsium, kalium dan magnesium glutamat. Dari penelitian ini didapatkan sodium glutamat adalah zat yang paling mudah larut dan punya rasa sedap.
Selanjutnya ia menamai produk temuannya ini sebagai Monosodium Glutamat yang kemudian dipatenkan dengan nama MSG. Mulai dari sini, perusahaan besar memproduksi MSG pada tahun 1909.
Baca juga : Lebih Berbahaya Mana untuk Kesehatan, Garam atau MSG?
2. Proses pembuatan MSG
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Satu tahun setelah ditemukan pada tahun 1908, produsen mulai membuat MSG pada tahun 1909. Saat itu MSG dibuat dengan proses hidrolisis protein nabati dari kombu dengan asam hidroksida. Proses pembuatan MSG dengan teknik ini dilakukan sampai tahun 1962.
Mulai tahun 1960-an ada proses baru yang diterapkan untuk membuat MSG yakni dengan cara sintesis kimia dan fermentasi. Tahun 1970-an pembuatan MSG beralih lagi dengan mengandalkan bakteri. Prosesnya mirip dengan pembuatan wine, cuka dan yogurt.
3. MSG aman dikonsumsi
![]() |
Publik banyak yang belum paham betul soal status MSG. Penguat rasa ini bahkan kerap dituding tidak aman untuk kesehatan, padahal sudah ada peraturan yang menegaskan kalau MSG aman dikonsumsi asalkan dalam batas porsi yang wajar.
Di Indonesia, status legal penggunaan MSG diatur oleh Kementerian Kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 MSG adalah salah satu bahan tambahan pangan penguat rasa yang paling aman dikonsumsi dan diizinkan.
Fungsi dari MSG dalam makanan adalah untuk memperkuat rasa gurih. MSG akan mengeluarkan rasa gurih asli pada makanan, namun saat tidak dicampurkan makanan, MSG justru tak memiliki rasa.
4. MSG membuat bodoh
![]() |
Ungkapan ini paling sering disematkan sebagai tudingan pada MSG. Banyak orang beranggapan kalau sering mengonsumsi makanan yang mengandung MSG maka akan menurunkan fungsi kerja otak sehingga membuat bodoh.
Dari semua penelitian yang dilakukan, tercatat tidak ada korelasi antara konsumsi MSG dengan kebodohan. Pernyataan MSG bisa menyebabkan kebodohan, adalah mitos yang menyesatkan.
5. MSG secara alami terkandung dalam makanan
![]() |
Meskipun tanpa ditambahkan MSG, pada nyatanya MSG secara alami sudah terkandung dalam makanan. MSG adalah zat alami yang mengeluarkan rasa gurih pada makanan.
Ada beberapa makanan yang meningkatkan rasa gurih karena mengandung MSG alami. Makanan itu antara lain tomat, jamur dan sawi putih. Jadi jangan heran kalau jamur kerap diolah jadi kaldu untuk menambah rasa gurih makanan.
Baca juga : Ini Penjelasan Soal MSG dan Gluten yang Sering Dicap Tidak Sehat (1)
(dvs/odi)