Makan cacing memang sudah menjadi hal yang biasa. Di beberapa negara bahkan cacing termasuk ke dalam budaya kuliner yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari.
Meski sering dianggap sumber pembawa penyakit dan menjijikkan. Tapi cacing, ulat, hingga belatung tetap menjadi makanan yang populer di beberapa negara mulai dari Filipina hingga Amazon.
Budaya makan cacing ini memiliki ciri khas tersendiri di setiap negara. Ada yang dimakan dalam kondisi mentah, ada yang dijadikan sate, makanan kaleng hingga dimasukkan ke dalam keju.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari Great Big Story (22/05), berikut lima budaya makan cacing di beberapa negara.
Baca Juga: Makan Empedu Ular Mentah, Paru-paru Pria Ini Dipenuhi Cacing
Tamilok
Foto: Istimewa
|
Meski tampilannya tidak menarik tapi tamilok ini disebut memiliki rasaya yang creamy mirip seperti makan tiram. Teksturnya kenyal dan lembut seperti jeli, bagian luar cacing cukup licin dan ada rasa asin di belakangnya.
Bagi orang-orang yang tinggal di pedalaman, biasanya mereka mencari tamilok sendiri. Namun tamilok juga dijual di pasar tradisional yang bisa dibeli kapan saja. Banyak juga restoran Filipina yang menyajikan tamilok ke dalam menu makanan mereka.
Casu Marzu
Foto: Istimewa
|
Sesuai namanya, keju casu marzu yang memiliki arti keju busuk menggunakan belatung untuk proses penyempurnaan bagian dalam keju. Tekstur keju yang sudah dibelatungi ini akan lebih lembut dan rasanya lebih kuat.
Meski dianggap berbahaya dan penyebarannya sudah di larang di beberapa negara Eropa. Tapi menurut orang Sardinia, belatung ini tidak berbahaya bagi kesehatan karena mereka sudah mengonsumsi keju ini sejak ratusan tahun lalu.
Mealworm
Foto: Istimewa
|
Mealworm ini sering digunakan sebagai pakan burung karena mengandung protein dan kalori yang tinggi. Banyak juga negara-negara di Asia yang mengonsumsi mealworm sebagai makanan penuh bernutrisi.
Pada tahun 2014 lalu ulat Hong Kong mulai dikembangkan sebagai makanan modern yang diproduksi oleh perusahaan makanan Korea Selatan. ulat Hong Kong diolah menjadi topping makanan populer seperti pizza, pasta, bubur, hingga jus.
Chontacuro
Foto: Istimewa
|
Bahkan kini ulat Chontacuro yang tampilannya seperti ulat sagu dari Papua jadi buruan para turis yang berkunjung ke sana. Ulat pohon ini dolah menjadi sate yang dipanggang dengan tungku kayu sederhana.
Rasa dari ulat pohon ini sangat kenyal mirip seperti daging cumi. Kemudian bagian dalamnya terasa gurih lumer mirip seperti lemak bacon atau lelehan butter. Beberapa orang juga beranggapan bahwa rasa dari ulat Chontacuro sama seperti udang dan enak untuk dimakan.
Cha Ruoi
Foto: Istimewa
|
Untuk cacing tanah yang digunakan juga tak sembarangan. Karena kualitas omelet ditentukan dari pemilihan cacing tanah yang digunakan. Cacing tanah diambil dari peternakan dan harus dalam keadaan hidup.
Tampilan cha ruoi ini mirip seperti fuyunghai. Di dalam kocokan telur terdapat daging cincang dan cacing tanah utuh yang sudah dibersihkan, kemudian ditambahkan dengan bawang daun dan rempah lainnya agar rasanya lebih gurih.
Baca Juga: Mau Cicip? Omelet Cacing Tanah yang Gurih dari Vietnam