Chef Haryo Hijrah: Tinggalkan Duniawi, Kini Semangat Berbagi Kebaikan

Chef Haryo Hijrah: Tinggalkan Duniawi, Kini Semangat Berbagi Kebaikan

Andi Annisa Dwi Rahmawati - detikFood
Senin, 20 Apr 2020 11:00 WIB
Chef Haryo Hijrah: Tinggalkan Duniawi, Kini Semangat Berbagi Kebaikan
Foto: dok. chef Haryo
Jakarta -

Chef Haryo Pramoe tinggalkan hal-hal duniawi untuk hijrah menjadi pribadi yang lebih bertaqwa. Kini ia fokus menebar kebaikan melalui gerakan sedekah.

Kepada detikFood (20/4), chef Haryo berbagi cerita mengenai proses hijrahnya. Ia merasa selama ini terlalu sibuk dengan hal duniawi. Bekerja memang membuatnya sukses hingga hasilkan banyak uang, namun tanpa agama, hatinya terasa kosong.

Pemicu lain hijrahnya chef yang terkenal jago masak di alam ini adalah sakit jantung yang ia derita. Ia menganggap sakit tersebut adalah 'bekal' dari Allah. Ia berharap kesabarannya dalam menghadapi penyakit bisa menjadi tabungan di akhirat nanti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlahan tapi pasti, chef Haryo juga mendalami ilmu agama Islam. Ia kini menginisiasi gerakan donasi lewat media sosialnya. Chef Haryo merasa perlu menebar kebaikan setiap hari.

Lantas bagaimana dengan dunia kuliner? Chef Haryo tak sepenuhnya meninggalkan dunia itu. Ada usaha makanan yang ia dirikan, juga dengan konsep berbagi.

ADVERTISEMENT

Berikut kisah perjalanan hijrah chef Haryo yang menarik disimak.

Baca Juga: Chef Haryo Hijrah: Dari Cuci Piring hingga Jadi Chef Sukses di Amerika

1. Bekerja tanpa agama jadi alasan hijrah

Chef Haryo Pramoe Foto: dok. chef Haryo
1. Bekerja tanpa agama jadi alasan hijrah
"Bekerja, bekerja, bekerja tanpa agama. Itu yang yang membuat saya akhirnya hijrah. Bekerja mendapatkan banyak sekali uang, kesenangan. Tampil sana, tampil sini, tapi tidak pernah salat. Nah itu yang membawa kepada ciri-ciri orang pintar. Pintar urusan dunia, tapi bodoh dalam urusan agama," kata chef Haryo mengawali cerita.

Ia merasa bekerja tanpa agama membuat hatinya rapuh dan kosong. "Saya banyak melakukan hal tidak baik, dengan duniawi yang terlalu banyak. Akhirnya saya capek dan mundur. Saya belajar agama, tentang hijrah di Al Azhar Pusat," lanjutnya.

Ia mempelajari makna hijrah dengan Ustaz Subhan Bawazier. Chef yang pernah sukses di Amerika ini melanjutkan, "Saya berkumpul dengan teman-teman baru, teman sholeh. Banyak mengaji dan mengkaji. Kemudian membuat masjid community, namanya Bikers Sunnah." Chef Haryo juga sampai pada titik pemikiran kalau semua yang ia lakukan adalah berdasarkan ridha Allah.

2. Pekerjaan chef dekat dengan syubhat

Chef Haryo Pramoe Foto: dok. chef Haryo
2. Pekerjaan chef dekat dengan syubhat
Chef Haryo merasa pekerjaannya sebagai chef dekat sekali dengan syubhat yaitu perkara abu-abu karena bercampurnya antara hal baik dan buruk. "Kami sering memasak makanan tidak berlabel halal. Sushi, misalnya, syubhat-nya banyak. Ada saus tidak halal, misalnya," kata chef ramah ini.

Begitupun dengan kebiasaan berbagi minuman alkohol dalam lingkup pertemanan chef. Ia melanjutkan, "Walaupun saya tidak minum, saya merasa tidak nyaman. Sebagai seorang Muslim kok banyak yang menangani masakan tidak halal."

Karena hal inilah chef Haryo putuskan keluar dari asosiasi chef, tempat dirinya selama ini bernaung. "Saya membuat asosiasi baru namanya Chef Halal Indonesia (CHI) bersama chef Herman. Chef yang men-declare makanan yang kami sajikan dijamin halal dan kami berkampanye bahwa makanan halal membawa rasa aman dan bisa mendapat kepercayaan publik dengan apa yang kita sajikan," jelasnya.

3. Serangan jantung mengubah hidup

Chef Haryo Pramoe Foto: dok. chef Haryo
3. Serangan jantung mengubah hidup
Chef Haryo mengalami serangan jantung pada 23 September 2019. "Itu yang benar-benar mengubah hidup saya. Sakit jantung saya tingkat pertama, sangat berbahaya dan berisiko yaitu Diseksi Aorta Tipe A, Debakey Stanford. Itu nama penyakit jantung saya. Jadi kerusakan pembuluh darah jantung dan klep jantung," lanjutnya.

Untuk menyembuhkannya, chef Haryo harus melakukan operasi yang sangat mahal. Ia berujar, "Tapi alhamdulillah saya hampir dioperasi dan saya menunggu BPJS lama sekali. Sampai saya istikharah, 'Ya Allah kalau pun saya harus operasi, mudahkanlah jalannya. Tapi kalau tidak, maka persulit jalannya.' Lambat laun penyakit jantung saya membaik dengan sendirinya walaupun sampai saya sekarang masih minum obat."

Chef Haryo merasa penyakit ini adalah bekal dari Allah supaya dirinya tetap rendah hati. "Insya Allah penyakit saya ini dihapuskannya dosa-dosa saya di masa lalu. Kemudian dipenuhi amalnya agar menjadi sabar dan sabar itu menjadi bekal untuk di akhirat nanti," tuturnya.

4. Usaha kuliner dengan konsep berbagi

Chef Haryo Pramoe Foto: dok. chef Haryo
4. Usaha kuliner dengan konsep berbagi
Chef Haryo tak meninggalkan jati dirinya sebagai chef. Ia tetap berkecimpung di dunia kuliner dengan mendirikan usaha makanan. "Saya membuat Jago Fried Chicken yang ada di Pamulang. Cabang kedua nanti ada di rumah saya, Gandul, Cinere," jelasnya.

Chef Haryo juga bekerja sama dengan teman kecilnya membuka Restong alias Restorang Tongkrongan di bilangan Fatmawati. Yang menarik, chef Haryo turut menawarkan franchise usaha nasi goreng kambing.

"Untuk nasi goreng masih dalam konsep tapi tidak lama lagi. Intinya saya mau mengajak kalau berdagang itu bisa kok bersedekah. Saya mewanti-wanti, memberi pesan pada pembeli franchise nasi goreng saya, nanti ada menggratiskan makanan. Bersedekah pada hari Jumat. Gratiskan 30 porsi. Makanan gratis bayar semampunya. Itu konsep nasi goreng kambing," katanya.

5. Nasi Rp 1.000 awali Gerakan Bersedekah Seribu

Chef Haryo Pramoe Foto: dok. chef Haryo
5. Nasi Rp 1.000 awali Gerakan Bersedekah Seribu
Chef Haryo dikenal menginisiasi Gerakan Bersedekah Seribu. "Diawali dari saya membagikan nasi seharga seribu rupiah di Surabaya, di depan toko bakmi kakak saya. Di sana saya menjual makanan dengan lauk (nasi bungkus) Rp 1.000. Intinya untuk bersedekah. Itu berlangsung dan viral," jelasnya.

Gerakan berbaginya lantas meluas. Chef Haryo tengah menyiapkan Yayasan Seribu Berkah yang salah satu gerakannya sedekah Rp 1.000. "Intinya dari Rp 1.000 kita bisa membantu orang-orang untuk berubah atau membantu orang yang sedang kesulitan. Sebagai publik figur saya merasa punya tanggung jawab moril untuk mengajak orang berbuat kebaikan," katanya.

Sebelumnya ia juga aktif menggalang donasi untuk mereka yang membutuhkan kursi roda. "Kenapa saya buat gerakan ini? Kalau kita bermaksiat setengah, kebaikan setengah, maka maksiat tidak nikmat, kebaikan pun tidak nikmat. Yang nikmat itu adalah maksiat total, mendapat kenikmatan maksiat total. Atau berbuat baik sekalian, maka mendapatkan kenikmatan baik. Jadi jangan pernah melakukan setengah baik, setengah maksiat, dua-duanya tidak akan mendapatkan kenikmatan," pungkas chef Haryo.

Baca Juga: Chef Haryo Hijrah: Sekarang Sibuk Berkebun Sayuran Hidroponik

Halaman 2 dari 6
(adr/odi)

Hide Ads