Bagi masyarakat Papua khususnya di Lembah Baliem, Panial, Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang dan daerah lain, tradisi barapen sudah jadi ritual adat yang wajib digelar saat perayaan Natal. Momen besar ini sudah dilakukan secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu.
Barapen adalah sebutan tradisional untuk upacara bakar batu. Masyarakat akan tumpah ke lapangan untuk menggelar acara masak bersama menggunakan batu panas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Barapen digelar sebagai ungkapan syukur
Foto: istimewa
|
Barapen atau bakar batu merupakan salah satu tradisi penting di Papua. Kegiatan ini berisi ritual masak bersama yang dilakukan bersama-sama. Ritual ini terbuka bagi siapapun jadi semua orang bisa dan wajib turut serta memeriahkan barapen.
Barapen sendiri memiliki filosofi mendalam. Kegiatan yang dilakukan bersama-sama ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur, ajang silaturahmi serta merekatkan tali persaudaraan. Dahulu barapen digelar sebagai cara untuk mengumpulkan pasukan untuk berperang.
Tradisi unik ini sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu dan masih tetap terjaga hingga saat ini. Beberapa daerah di Papua yang menggelar tradisi ini antara lain di Lembah Baliem, Paniai, Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Dekai, Yahukimo dan lain sebagainya.
Di Wamena, masyarakat mengenal barapen dengan sebutan kit oba isago, sementara di Paniai populer dengan sebutan mogo gapil. Meski berbeda sebutan tapi tetap prosesnya sama.
2. Digelar di lapangan
Foto: Saiman
|
2. Digelar di lapangan
Barapen selalu digelar di tanah lapang. Hal ini menjadi hal utama karena prosesnya harus dilakukan bersama-sama. Barapen juga harus digelar di tempat terbuka untuk meminimalisir terjadinya kebakaran.
Upacara adat ini digelar saat merayakan hari besar seperti Natal, acara pernikahan, menyambut tamu besar atau sanak keluarga yang sudah lama pergi. Kini barapen juga digelar sebagai ungkapan untuk menyambut tamu yang datang ke Papua.
Barapen dimulai sejak pagi buta. Saat kepala suku yang mengenakan pakaian adat akan berkeliling mengundang warganya. Masyarakat akan sigap menyiapkan segala keperluan untuk tradisi barapen ini.
Baca juga : Mirip Kurban, Masyarakat Batak Toba Punya Tradisi Marbinda Saat Natal
3. Menu makanan
Foto: istimewa
|
3. Menu makanan
Menu makanan yang dimasak dalam tradisi ini terbilang komplet dan beragam. Beberapa menu yang tak pernah absen saat prosesi barapen yakni aneka ubi jalar atau disebut batatas, singkong atau hipere, sayuran dan daging babi.
Daging babi yang dimasak dalam prosesi ini termasuk makanan utama dan spesial. Babi harus ditangani secara khusus. Babi yang masih hidup tidak disembelih melainkan dipanah. Apabila babi langsung mati maka pertanda acara akan berlangsung lancar dan sukses.
Sebaliknya, jika babi tidak langsung mati maka akan jadi pertanda kalau acara akan mengalami gangguan. Menu ini masih jadi sajian utama saat menggelar upacara adat.
Namun seiring perkembangan zaman, menu makanan dalam ritual barapen ini jadi lebih beragam. Kini daging sapi juga jadi menu makanan yang diolah. Apalagi sekarang barapen kerap digelar untuk menyambut tamu istimewa seperti bupati, gubernur hingga Presiden. Para pelancong yang datang ke Papua juga kerap disambut dengan tradisi ini.
4. Proses memasak
Foto: istimewa
|
4. Proses memasak
Sesuai dengan namanya, barapen atau bakar batu, proses memasak ini dilakukan dengan cara memanaskan batu terlebih dahulu. Batu-batu ini dipanaskan dengan cara dibakar selama beberapa jam.
Satu orang akan ditunjuk untuk menggali tanah, kemudian dalam lubang dialasi daun pisang lalu aneka makanan bisa ditata di atas daun pisang. Kemudian setelah semua makanan tertata, lubang ini ditutup lagi dengan daun pisang.
Barulah batu-batu panas diletakkan di bagian atas daun pisang. Tumpukkan ini didiamkan selama beberapa waktu hingga makanan matang. Dalam menata makanan maupun batu panas, masyarakat saling bergotong royong.
5. Masakan dimakan bersama
Foto: istimewa
|
5. Masakan dimakan bersama
Setelah makanan matang, barulah perlahan batu disingkirkan dam makanan dikumpulkan dalam satu wadah. Para wanita bertugas mengumpulkan makanan, sementara pria bertugas menyingkirkan batu-batu panas.
Makanan ini kemudian disantap bersama-sama di tengah lapangan. Masyarakat dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 10-20 orang. Setelah semua berkumpul, barulah makanan dibagikan untuk bisa disantap bersama. Gaya makan seperti ini memang banyak diterapkan di Indonesia.
Uniknya, meskipun minim bumbu dan dimasak tanpa kompor, aneka makanan ini terasa lezat. Makanan lebih kaya aroma karena dimasak dengan cara diungkep menggunakan daun pisang.
Baca juga : Setiap Natal, Orang Batak Selalu Sediakan 5 Kue Natal Ini
Halaman 2 dari 6