Merebaknya isu pemakaian bahan baku kadaluwarsa membuat masalah ini jadi sorotan masyarakat. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, sempat menjabarkan pengertian kadaluwarsa produk pangan dalam konferensi pers anak perusahaan PT Sriboga Raturaya (04/09).
Menurutnya produk pangan akan mengalami penurunan mutu selama penyimpanan dan ini tidak bisa dicegah. Sebab produk pangan merupakan senyawa biologis dimana terdapat berbagai macam komponen pangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Penurunan bisa terjadi karena interaksi antar komponen kimia dalam produk pangan. Begitu juga interaksi komponen kimia dengan lingkungan. Seperti suhu, kelembaban ruang penyimpanan, oksigen dan lainnya. Sehingga mutu produk akan mengalami penurunan.
Akan tetapi penurunan mutu dapat dihambat dengan beberapa hal. Misalnya pemakaian kemasan yang sesuai, kondisi penyimpanan dan faktor lain yang dapat dikendalikan.
"Ini bisa mempercepat atau memperlambat umur simpan produk dengan mengendalikan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu mau tidak mau produk pangan memiliki yang disebut batas kadaluwarsa," ungkap Feri.
Umur simpan atau masa kadaluwarsa sendiri adalah lama masa penyimpanan (pada kondisi penyimpanan yang normal atau sesuai) dimana produk masih memiliki atau memberikan daya guna (mutu) seperti yang diharapkan atau dijanjikan.
"Jadi parameter dari umur simpan atau masa kadaluwarsa adalah parameter mutu. Bukan parameter keamanan. Dilihat dari rasa, warna dan lainnya bukan jadi tiba-tiba ada bahan berbahaya," tutur Feri.
![]() |
Ia juga menjelaskan tentang tanggal kadaluwarsa. Ini merupakan tanggal (waktu) dimana sampai tanggal (waktu) tersebut produk masih memberikan mutu yang diharapkan, jika produk disimpan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai. Itulah yang disebut dengan batas akhir umur simpan dan parameternya adalah mutu.
"Mutu awal (produk baru diolah) akan menurun selama disimpan sampai batas mutu akhir. Itulah yang kita sebut dengan umur simpan. Jadi batas mutu itu biasa ditentukan oleh produsen. Yang menentukan sampai kapan terjamin produk itu masih aman," terangnya.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi lama atau tidaknya umur simpan. Seperti sanitasi, hygiene, mutu awal, kondisi penyimpanan sesuai, jenis kemasan, dan lainnya. Tiap produk punya umur simpan berbeda-beda.
"Perusahaan bisa mengendalikan ini. Kalau dia bisa mengendalikan semua faktor-faktor maka umur simpan akan panjang. Jika mutu awal lebih tinggi, misalnya, maka umur simpan bahan baku bisa lebih panjang," jelas Feri.
Terkait peraturan, menurut Feri peraturan yang jadi patokan adalah PP 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Begitu juga dengan Perka BPOM (No 12 Tahun 2016: Pendaftaran Pangan Olahan).
"Tanggal kadaluwarsa didasarkan pada mutu. Makanya ditulis "Baik Digunakan Sebelum" disitu artinya mutu. Bukan dasarnya pada keamanan. Yang baru BPOM juga keterangan kadaluwarsa tertulis dijamin mutunya," Feri menambahkan.
Adapun penentuan umur simpan harus dengan percobaan berdasarkan kriteria mutu. Misalnya menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing).
Mengenai apakah perpanjangan umur simpan bisa dilakukan, Feri mengatakan perlu dilakukan percobaan atau pengujian penentuan umur simpan. Dilihat apakah masih memenuhi batas mutu yang ditetapkan (mutu sensori, nilai gizi yang dipersyaratkan) dan apakah masih memenuhi persyaratan keamanan pangan.
"Bukan setelah beredar kemudian diperpanjang. Misalkan perusahaan ingin lebih panjang produknya sebelum diedarkan, itu bisa dilakukan. Asal dasarnya apakah batas mutu masih memenuhi atau tidak. Kemudian apakah masih memenuhi persyaratan atau tidak," pungkas Feri. (msa/odi)