Racikan bumbu dan teknik memasak tradisional dipertahankan hingga akhirnya sukses memuaskan selera banyak orang. Makanan tradisional penjaja kuliner ini masih terus dicari hingga hari ini.
1. Lotek Kalipah Apo (Lydia Jo)
Foto: Detikfood
|
"Saya tetap mempertahankan resep nenek yang dari tahun 1953. Tidak ada yang diubah, kecuali memang jumlah bahan semuanya bertambah. Dari bahan lotek hingga cara mengolahnya pun serupa. Walau semakin bertambah jumlahnya, saya berusaha untuk tetap mengolahnya dengan cara yang sama seperti nenek saya buat,” jelas Lydia.
Walaupun gerainya semakin berkembang, Lydia tetap mematok jumlah porsi yang dijual setiap harinya dan tidak pernah tergiur untuk menyediakan lebih dari itu. Lotek yang telah membuka cabangnya di Jakarta ini juga tidak ingin membuat produknya menjadi produk massal.
2. Kupat Tahu Gempol (Nuraini)
Foto: Detikfood
|
“Padahal bisa saja kita pakai selai kacang biar praktis atau mencampur bumbu dengan kentang. Tapi, semuanya sampai sekarang masih resep ua (kakak dari ibu) saya. Tak ada yang kami ubah, paling hanya sekarang pakai wadah styrofoam yang dialasi daun pisang untuk tempat makan kupat tahu,” jelas Nuraini, generasi kedua penerus kupat tahu di dekat pasar Gempol ini.
3. Braga Permai
Foto: Detikfood
|
4. Tak Kie (Ayauw)
Foto: Youtube
|
Gerai kopi yang sekarang dikelola oleh Ayauw ini tak pernah buka hingga malam hari. Sekali kopinya habis, kedai sederhana yang menjadi telah jadi legenda ini lantas akan menutup gerainya. Walau banyak yang berminat untuk menyesap Kopi Tak Kie, mereka tidak tergoda untuk mengolah kopi lebih banyak lagi agar bisa buka hingga malam.
5. Soto Ahri (Deden Agustian)
Foto: Detikfood
|
“Akhinrya kami pun menutup tempat yang lebih besar dan mempertahankan gerai di gang sempit kami,” kata Deden. Sama seperti yang lain, Deden juga masih mempertahankan resep sang kakek. “Dari rempah, kecap, kerupuk saya bawa dari Garut. Daging sapi soto kami juga menggunakan daging daging sapi yang muda,” katanya lagi. Walau sudah beroperasi sejak tahun 1943, gerai soto yang mempunyai cabang di Bandung ini juga tidak berminat mempuyai banyak cabang.
Ketekunan dan kesetiaan mereka melahirkan konsistensi pada produk kuliner yang disajikan. Seakan tidak terpengaruh dengan zaman yang semakin maju, bukan berarti sajian lezat ini dianggap kuno. Malahan, tak sedikit anak muda yang langsung menyukai hidangan mereka saat pertama kali mencobanya.
Halaman 2 dari 6