Laksan mirip dengan lakso, karena sama-sama terbuat dari tepung sagu. Sekilas, laksan juga mirip dengan lontong sayur karena kuahnya juga berwarna kuning oranye. Selain tepung sagu, laksan juga terbuat dari pempek lenjer yang berbahan dasar ikan, rasanya gurih juga diperkaya dengan kuah santan.
Biasanya, orang-orang menikmati laksan dari menyeruput kuahnya dahulu. Kuah laksan asli terasa sekali aroma dan jejak jahe, lengkuas, dan kemirinya. Apalagi, jika kuahnya ditambahkan sambal atau potongan cabai, rasanya pedas menggigit. Ditambah bawang putih, garam, ketumbar, lada, daun salam, serai, santan, dan gula, rasa laksan pun jadi sempurna.
Jika dahulu ikan yang dipakai untuk membuat pempek lenjer adalah ikan belida, kini pempek lenjer yang menjadi bahan utama laksan banyak yang terbuat dari ikan gabus, ikan tenggiri, atau kakap.
Banyak orang Palembang yang menjadikan laksan menu kesukaan mereka. Hal ini tak lain karena nilai gizi yang ditawarkan oleh laksan. Nutrisi daging ikan yang gurih seperti ikan gabus dan tenggiri menyediakan protein, karbohidrat, kalsium, dan zat besi. Laksan bisa jadi alternatif baik untuk para orang tua jika anak-anak yang kurang suka ikan.
Dalam menyajikan laksan, orang Palembang punya dua macam gaya. Ada yang menyajikannya dengan cara memotong pempek lenjer dengan bentuk melintang, ada juga dengan cara mengirisnya dengan tebal tak lebih dari 2 centimeter.
Laksan sendiri di Palembang banyak dihidangkan di berbagai tempat. Mulai dari warung kecil hingga restoran pun menyediakan laksan.
(Tania Natalin Simanjuntak/Odilia Winneke)