Rahasia Tauco Cap Meong Cianjur yang Masih Terus Mengeong Sejak 1880

Sudrajat - detikFood
Sabtu, 23 Agu 2025 14:00 WIB
Foto: Sudrajat
Cianjur -

Selain beras, Cianjur juga terkenal dengan bumbu tauco. Kelezatan tauco Cap Meong pun bertahan sejak 1880 hingga sekarang. Apa saja rahasianya?

Tak berlebihan kiranya bila tauco cap Meong buatan Nyonya Tasma mengklaim sebagai "Tauco No. 1" di Cianjur. Bukan cuma karena yang pertama ada pada 1880, tapi juga langgeng hingga kiwari. Lokasinya pun tetap di Jalan H.O.S. Cokroaminoto No. 160, Cianjur, Jawa Barat. Hanya saja pengelolanya sudah memasuki generasi ke-5 dari pasangan suami - istri, Tan Kei Hian (Babah Tasma) dan Tjoa Kim Nio.

Seperti kisah kebanyakan perintis usaha kecil tradisional mereka memulai usaha tauconya dari industri rumahan. Saat masyarakat mulai menggemari, barulah bumbu hasil fermentasi kacang kedelai itu diproduksi massal. Uniknya, suami-istri ini membuat tauco dengan rasa berbeda. Kalau Babah Tasma rasa tauconya cenderung manis, Ny. Tasma lebih menyerap selera lokal, menyuguhkan rasa asin.

"Saat mereka bercerai, Babah Tasma memberi label produksi tauconya Cap Gedong, sedangkan Nyonya Tasma menggunakan Cap Meong," tutur Rahmat Fajar saat memandu 50 anggota Komunitas Japas (Jalan Pagi Sejarah) Bogor yang berkunjung ke toko tauco Cap Meong di Jalan HOS Cokroaminoto No 160 Cianjur, Rabu (20/8/2025).

Generasi penerus tauco Cap Meong. Foto: Sudrajat

Sejak bertahun lalu, Cap Gedong sudah jarang ditemui di pasaran. Mungkin sudah tak diproduksi lagi. Begitu juga dengan tauco merek lain seperti Biruang, Badak, dan Harimau yang meredup sejak beroperasinya jalan tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) pada 2005.

Bentuk bangunan toko Cap Meong tampak sederhana, khas rumah toko milik orang Tionghoa tempo dulu. Meski bangunan ruko itu cukup luas, ruangan yang digunakan untuk berdagang hanya sekira 4x5 meter. Memasuki ruangan, aroma tauco segera menyergap indra penciuman. Aroma khas yang sudah melekat puluhan tahun.

"Kalau di sini, di Cokroaminoto, hanya untuk memasak adonan tauco yang telah selesai proses fermentasi lalu menjualnya. Kalau produksi dari awalnya di pabrik, letaknya di Gang Pelita," kata Abdul Raup yang mengaku telah 35 tahun bekerja di Nyonya Tasma.

Saat ini manajemen pengelolaan tauco Cap Meong sudah oleh generasi kelima. Namanya Stefany Tasma, putri Harun Tasma (generasi keempat) yang lebih banyak tinggal di Tangerang.

Sebagai generasi penerus berlatar pendidikan manajemen perguruan tinggi, ia memberikan sentuhan kekinian dalam pemasaran, seperti kemasan yang lebih berwarna, desain label yang lebih modern, diversifikasi produk olahan berbahan tauco, membuka outlet baru yang lebih luas dan strategis di Gn Lanjung Km 5, Cugenang, memperkenalkan sistem penjualan online, dan mempromosikan seluk belum tauco lewat media sosial seperti Instagram.

Produk Tauco Cap Meong Cianjur yang kini diproduksi. Foto: Instagram taucocapmeong

"Ke depannya mungkin akan dilakukan modernisasi pada proses produksi dengan tetap mempertahankan cita rasa yang khas pada tauco Cap Meong itu sendiri," kata Stefany seperti ditulis feastin.id, 21 Januari lalu.

Tauco dibuat dari kedelai yang difermentasi dengan garam dan rempah selama 3-6 bulan di dalam guci tanah liat. Semakin lama proses fermentasi, rasanya akan kian gurih, legit, dan aromanya khas. Konon guci tua bikin hasil fermentasi lebih stabil dan aromanya makin khas.

"Proses awal, kedelai dijemur selama 3-4 hari, digiling kasar lalu dicuci, habis itu dimasak selama enam jam. Selesai masak dijemur sampai ¾ kering, diperam selama tiga hari sampai keluar jamur. Proses selanjutnya direndam di air garam sampai kering, sekira 10 hari. Setelah kering ditaruh di bak-bak khusus selama dua bulan, menunggu sampai 'madu'-nya keluar," papar Raup.

Karena berasal dari fermentasi, tauco mengandung probiotik alami yang baik untuk pencernaan, membantu meningkatkan sistem imun, dan kaya protein nabati.

Terkait asal usul tauco di Nusantara, Darma Ismayanto menuliskannya dalam Majalah Historia No. 11 Tahun I yang terbit pada 2013. Ia antara lain merujuk History of Miso and Soybean Chiang karya William Shurtleff and Akiko Aoyagi.

Di Nusantara, referensi pertama mengenai tauco dapat dirunut dari tulisan seorang ilmuwan Belanda, Prinsen Geerligs pada 1895-1896. Geerligs menyebutnya tao tsioe dalam artikel Belanda pada 1895 dan tao tjiung dalam artikel Jermannya pada 1896.

Abdul Rauf telah 35 tahun bekerja di tauco Cap Meong buatan Nyonya Tasma. Foto: Sudrajat

Dalam tulisannya, Shurtleff and Aoyagi juga mengatakan kalau tauco masih berhubungan dengan jiang, bumbu masak asal Tiongkok. Diperkirakan berasal sebelum Dinasti Chou (722-481 SM), jiang diklaim sebagai bumbu tertua yang diketahui manusia. Awalnya jiang dikembangkan sebagai cara melestarikan makanan kaya protein hewani untuk digunakan sebagai bumbu.

Dari situ, bangsa-bangsa Asia Timur juga menemukan bahwa ketika seafood dan daging (kemudian kedelai) yang asin atau direndam dalam campuran garam dan anggur beras (atau air), protein mereka dipecah oleh enzim menjadi asam amino, yang pada gilirannya dapat merangsang selera makan manusia, serta dapat digunakan sebagai penambah rasa makanan lain.




(adr/adr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork