Mungkin karena Cianjur dikenal sebagai kota Tauco, sejumlah makanan di daerah ini pun tak lepas dari unsur bumbu tersebut. Salah satu kuliner khas yang tercipta sejak era kolonial Belanda adalah Geco, akronim dari Tauge dan Tauco.
Menilik bahan baku utamanya, kuliner yang satu ini hampir sama dengan kupat (ketupat) tahu yang bisa ditemukan di hampir semua wilayah Jawa Barat. Bedanya, kalau Geco ya di unsur tauconya itu.
Sebagai produsen tauco legendaris, beberapa tahun terakhir toko tauco Cap Meong buatan Nyonya Tasma membuka kedai Geco. Indy yang pernah bekerja di rumah makan Ikan Bakar Cianjur dan menjadi barista di sebuah kafe bertindak sebagai kokinya. Padahal aslinya dia tak punya bekal pendidikan bidang tata boga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya lulusan SMK Pasundan jurusan otomotif," kata lelaki berusia 25 tahun itu diselingi senyum malu-malu. "Kalau soal masak mah saya otodidak sejak di Ikan Bakar Cianjur pada 2018," imbuhnya kepada detikFood, Rabu (20/8/2025).
Menghadapi belasan pembeli, Indy terlihat cool dan cekatan membelah ketupat menjadi potongan seukuran jempol, mengiris tahu goreng setengah matang, kentang, dan telur. Semua dihimpun ke atas piring yang telah dilapisi selembar karakas (daun pisang yang sudah tua).
![]() |
Berikutnya giliran tauge, beberapa potong daging kikil, dan mi kuning yang telah direndam ke air panas sekitar 2-3 menit ikut memenuhi piring. Terakhir, Andy menyiramkan kuah tauco yang masih mengepulkan uap panas.
"Tauco sudah lebih dulu diolah dengan ditumis bersama tomat, gula, bawang daun, dan garam," kata Andy. Berikutnya giliran Yuli yang beraksi. Selain sebagai kasir dia yang mengantar piring-piring geco pesanan ke meja para pembeli.
Jujur, sebelum penulis benar-benar menyantap menu tersebut, air liur di mulut rasanya sudah penuh. Kombinasi antara tauco, taoge, mi dan tahu goreng menghasilkan rasa yang beragam: asin, manis dan asam. Semua pecah di mulut pada suapan pertama.
Menurut Rachmat Fajar, geco cap Meong merupakan bagian dari diversifikasi usaha produsen tauco tersebut. Meski harganya lebih mahal, Rp 18 ribu per porsi, tapi pembeli dapat menikmati di lingkungan yang lebih nyaman dan bersih.
"Sebetulnya yang legendaris itu Geco Mang Idin di dekat Masjid Agung, tapi untuk rasa dan kenyamanan saya pilih di Cap Meong ini," kata buyut dari Bupati Cianjur ke-10, RA Aria Prawiradiredja II itu.
![]() |
Sejarawan Hendi Jo di Majalah Historia edisi Januari 2016 menyebut Zainuddin alias 'Mang Idin' kini menjadi satu-satunya penjual geco yang beken di Cianjur. Ia mewarisi geco dari sang ayah (Abdurachman) dan kakeknya (Noedji).
Ceritanya, sekira 1930, Noedji yang merupakan penggemar tauco melakukan eksperimen dengan mencampur bahan-bahan yang sudah disebutkan di atas dengan siraman saus tauco yang dibuatnya. "Saat dicicipi para tetangga dan saudara-saudara lain, ternyata mereka suka..." kenang Iding seperti ditulis Hendi Jo.
Melihat respons yang luar biasa itu, Noedji memutuskan untuk berhenti menjadi buruh tani dan berpindah sebagai pedagang makanan hasil eksperimen-nya itu. Ia menjajakannya dengan memikul keliling kampong. Peminatnya ternyata bukan cuma orang-orang pribumi, para sinyo dan noni pun ikut-ikutan menyukai makanan tersebut.
Noedji baru pensiun sebagai penjual geco keliling setelah sakit-sakitan dan berpulang pada 1947. Usahanya kemudian dilanjutkan oleh salah seorang dari 12 anaknya yang bernama Abdurachman (Mang Endul).
(adr/adr)