Di Pantai Pasir Putih yang merupakan lokasi wisata favorit di Situbondo, ada puluhan penjual sate lalak. Olahan sate unik ini diburu pengunjung karena kenikmatannya.
Sate lalak bisa dibilang kuliner ikonik di Pantai Pasir Putih, Situbondo karena penjualnya yang banyak di sana. Nama 'lalak' berasal dari bahasa lokal Madura yang berarti 'lalat'.
Tak perlu khawatir soal sate ini karena bukan dibuat dari lalat, melainkan daging ayam. Nama 'lalak' disematkan karena mungkin ukuran daging ayam yang dijadikan sate berukuran kecil, mirip lalat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cara mengolah sate lalak sama seperti lazimnya sate ayam atau kambing. Daging yang sudah dipotong kecil-kecil ditusuk menggunakan lidi atau bambu, lalu dibakar di atas bara api hingga matang.
Setelah matang lalu dibalur dengan bumbu kacang yang sudah dicampur kecap manis. Pelengkapnya berupa irisan cabe dan bawang merah, tergantung selera.
Sate lalat tidak dimakan menggunakan nasi, tapi lontong atau ketupat yang juga diiris kecil. Lontong tersebut lalu disajikan di atas piring yang diberi alas daun pisang kemudian dicampur sate lalak.
![]() |
Soal harga tak perlu khawatir merogoh kantong terlalu dalam. Harganya Rp 15 ribu terdiri sepiring lontong dan 20 tusuk sate lalak. Jika belum kenyang, bisa menambah lontong dengan harga Rp 2 ribu untuk satu batang lontong.
Sate lalak merupakan kuliner legendaris di kawasan Pantai Pasir Putih, yang hingga saat ini masih eksis di kawasan obyek wisata pantai andalan Kabupaten Situbondo ini.
![]() |
Konon, sate lalak sudah ada sejak puluhan tahun silam yakni sejak wisata pantai ini dibuka dan terkenal saat ini. Zaman dulu Pasir Putih jadi jujukan bangsa Belanda untuk berlibur.
Salah seorang pedagang sate lalak, Supat (69), warga Wringinanom, Panarukan, Situbondo, menuturkan jika ia berjualan sate lalak di Pantai Pasir Putih itu sejak hampir 50 tahun lalu. Tepatnya sekitar tahun 1975.
"Penjual sate lalak di sekitaran sini ada sekitar 40-50 orang. Tapi yang seangkatan saya tinggal 3 orang. Sudah banyak yang meninggal," terang Supat, saat berbincang dengan detikJatim di Pantai Pasir Putih, Minggu (26/2/2023).
![]() |
Ia mengaku dari zaman dulu hingga sekarang cara penyajian sate lalak tetap seperti itu. Daging ayam diiris kecil-kecil, dibakar, lantas dicampur lontong. Yang membedakan cuma harganya karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
"Kalau zaman dulu dagingnya daging ayam kampung. Piringnya ya hanya dari daun pisang yang dipincuk," kata Supat.
Namun begitu, sate lalak tetap jadi favorit kuliner di kawasan tersebut. Sate lalak menjadi kudapan saat habis berenang di pantai maupun sekadar bermain air di tepi pantai, dinikmati anak-anak hingga orang dewasa.
Baca artikel selengkapnya DI SINI.
(aqr/adr)