Beroperasi sejak tahun 1952, warung Sop Cendrawasih Mas Tomo tetap eksis di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Sudah 69 tahun lamanya, kuliner ikonik kota daeng ini tetap dicari pelanggannya.
Sop Cendrawasih Mas Tomo ini diketahui memiliki warisan resep bumbu dari pendahulunya dan terus dipertahankan keasliannya hingga kini. Meskipun sebenarnya pengelolanya sendiri sudah berkali-kali berganti orang.
Pemilik Sop Cendrawasih Mas Tomo saat ini dikelola oleh Hadi Sutomo alias Mas Tomo. Dia mengatakan, bisnis kuliner ini berawal dari kakek buyutnya yang merantau ke Kota Makassar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awal mulanya kurang lebih sebelum tahun 1952 nenek buyut saya merantau, kami orang Jawa merantau ke Kota Makassar, kemudian kakek buyut saya, istilah orang Jawa, Mbah saya menciptakan makanan yang namanya sop. Awalnya sih namanya cuma sop, itu saja," kata Mas Tomo kepada detikcom, Kamis (9/12/2021).
Dia mengatakan, sop buatan kakek buyutnya dulu hanya menggunakan daging semata untuk bahan dasarnya. Belakangan, sop ini memiliki pilihan yang lebih beragam.
"Awalnya pakai daging saja, saya masih dapat itu waktu masih kecil, lantas terus berkembang, berkembang, istilahnya waktu itu pelanggan, kadang minta ke Mbah saya, hatinya ada nggak, paru ada nggak, minta itu nggak ada minta ini nggak ada," katanya.
"Mbah saya pikir, berarti harus menyiapkan jeroan, jadi pada saat itu, nggak lagi bilang sop, tinggal milih, bapak mau makan apa, isi dalam macam-macam, ada lidah, ada hati, limpah, ginjal, otak," katanya lagi.
Kemampuan beradaptasi terhadap selera pelanggan itu juga didukung faktor lainnya, salah satunya karena bumbunya yang dibuat sendiri.
Mas Tomo pun bercerita, sop dengan bumbu buatan kakek buyutnya sendiri itu dikelola hingga tahun 1986 dan belum memiliki nama. Namun kemudian kakek buyutnya meninggal sehingga warung itu diwarisi oleh ayahnya.
![]() |
Selepas ayahnya meninggal, warung ini kembali diwariskan kepada ibu Mas Tomo. Di tangan ibunya, barulah warung sop tersebut diberi nama Sop Cendrawasih.
"Karena pada saat itu pelanggannya ibu saya bilang bahwa saya kalau cari sop bingung, bagaimana kalau dikasi nama, supaya mudah mencarinya, kalau menjual sop saja banyak. Pikir punya pikir, pakai nama apa ya, kebetulan berada di cendrawasih jadi dikasi nama Sop Cendrawasih," katanya.
Mas Tomo juga mengenang bahwa warung Sop Cendrawasih tersebut sempat dikelola salah satu kakak kandungnya selepas ibunya meninggal. Barulah pada tahun 2003 Mas Tomo diminta melanjutkan usaha tersebut.
"Kebetulan saya sempat kerja di Jepang, berangkat tahun 2000, terus tahun 2002 ke 2003, tapi saudara saya kesehatannya sudah kurang stabil, lantas saudara meminta agar usaha ini dilanjutkan," katanya.
Menurut Mas Tomo, dia dan enam saudara kandungnya menolak meneruskan usaha tersebut karena memiliki pekerjaan masing-masing. Selain itu, dia sendiri memang tidak berniat menjadi pedagang.
Namun kakak kandung Mas Tomo bersikeras usaha warisan itu tetap dilanjutkan. Dia pun meminta Mas Tomo dan saudaranya yang lain ada yang mengalah.
"Saya masih ingat, kakak saya bilang usaha ini bisa berhenti untuk selama-lamanya (jika tak ada yang mau melanjutkan), artinya kan karena kami tidak ada yang mau mengalah. Dia juga bilang ke kami, kalian bisa sekolah, itu dari warung, kalian bisa besar dari warung sop, masa nggak ada mau ngalah hanya karena ego kalian, begitu katanya waktu itu," kenang Mas Tomo.
Setelah berpikir cukup panjang, Mas Tomo kemudian mengalah dan mewarisi warung tersebut. Bagi Mas Tomo, mewarisi warung peninggalan kakek buyutnya bukan sekadar mewarisi usaha, tapi juga mewarisi keaslian bumbu dan feeling saat memasaknya.
"Bumbu masakan ini memang turun temurun, dia tidak pakai takar-takaran, dia feeling saja, perasaan saja. Jadi waktu itu kakak saya bilang kau tinggal lihat saja. Kau tinggalkan perasaanmu, daya penciuman dan seterusnya lah kan," tutur Mas Tomo.
Pernah Buka Cabang Namun Tidak Bertahan Lama
Mas Tomo mengungkapkan, dia sempat membuka cabang usaha di berbagai titik di Makassar hingga Jakarta karena usaha sop miliknya memang digandrungi. Namun upaya buka cabang itu ternyata tak cukup berhasil.
Mas Tomo menilai jualan sopnya di beberapa cabang tak bisa sesukses induknya karena sulitnya menjaga kualitas yang sama. Dia pun meminjam istilah, beda orang beda rasa.
"Banyak pelanggan komplain, kenapa di sana tidak sama dengan di sini, padahal semua resep dari saya," katanya.
Kegagalan membuka cabang tersebut membuat Mas Tomo menyadari pesan dari kakeknya yang diwariskan melalui ayah, ibu dan kakaknya.
![]() |
"Saya pernah, buka usaha cabang di mana- mana kan, di Mal Diamond, pernah buka di Gowa, Veteran, Rappocini, Jakarta, ratusan juta uang saya habis, saya kaitkan nasehat orang tua saya, usaha ini tidak bisa jauh dari saya," katanya.
Mas Tomo mengatakan, meskipun resep itu dibuat olehnya, namun sop tersebut tetap perlu memperhatikan feeling saat dimasak.
Salah satu faktor lainnya, warung sup miliknya selalu mengutamakan kepuasan pelanggan. Sementara cabang lainnya belum tentu memperhatikan hal yang sama.
"Kalau saya berdagang, pembeli saya, saya maunya dia pertama puas, saya nggak ada urusan masalah duit, kuncinya puas dulu. Jadi saya memberikan kepuasan, tinggal anda saja yang menilai saya," katanya.
(adr/adr)