Kesadaran akan menjaga lingkungan membuat pasutri di Bantul ini menemukan cara baru kurangi limbah plastik. Mereka membuat kaldu tempe yang lebih enak dan ramah lingkungan.
Berawal dari keinginan mengurangi penggunaan bungkus plastik kaldu sekali pakai, pasangan suami istri (pasutri) asal Gesik RT.3, Pedukuhan Kalipucang, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Bantul memilih memproduksi kaldu tempe sendiri. Bahkan, pembeli yang membawa wadah sendiri mendapat potongan harga Rp 10 ribu.
Inisiator pembuat kaldu tempe tradisional Josh Handani menceritakan awal mula ide membuat kaldu tempe. Menurutnya, semua itu berawal saat dia dan istrinya mendirikan Rumah Inspirasi Jogja (Rumijo) Eco Indonesia pada tahun 2011 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelumnya kami sekeluarga ingin mengurangi penggunaan plastik yang sekali pakai, sehingga kami mulai belajar untuk tidak menerima tas kresek," ucapnya saat ditemui di kediamannya, Selasa (25/5/2021).
Baca juga: Pemerintah Akan Daftarkan Tempe ke UNESCO |
![]() |
"Tapi kalau pun ada yang pakai kita sampaikan pesan untuk pakai lagi tas kresekmu karena membusuknya lama," imbuh Josh.
Pasalnya, Josh menilai kebanyakan kantong plastik dibakar dan menghasilkan dioksi. Di mana dioksi itu berdampak tidak baik bagi kesehatan manusia.
Dari situlah dia bersama istrinya mulai membuat pasta gigi sendiri untuk mengurangi penggunaan bungkus pasta gigi. Bahkan, hingga menggunakan minyak kelapa untuk kebutuhan sehari-hari.
"Selama ini kita pakai minyak kelapa selama 12 tahun. Nah, setelah riset ternyata minyak kelapa bisa untuk buat sabun alami, lalu kita buat dan untuk pewarnaannya kita gunakan pewarna alam," ucapnya.
![]() |
Ketika membuat sabun itu Josh merasa bahwa selama ini tidak bisa lepas dari penggunaan kaldu bungkusan. Padahal pembungkus kaldu itu berbahan plastik sekali pakai, untuk itu dia ingin menghentikan penggunaan kaldu bungkusan.
"Lalu saya mikir, kok setiap hari permanen pakai kaldu ya, padahal bungkus kaldu pakai plastik sekali pakai. Kita ingin menghindari itu dan mulai membuat kaldu sendiri berbahan tempe," ujarnya.
Tempe sendiri, kata Josh, terpilih sebagai bahan baku karena dia memproduksi olahan burger tempe. Selain itu, dia melihat banyak pedagang tempe yang memilih membuang tempe bosok daripada menjualnya.
Untuk itu dia memanfaatkan tempe bosok atau semangit itu. Hal itu berlanjut dengan mulai memproduksi kaldu tempe sekitar setengah tahun yang lalu.
![]() |
"Karena kita kan buat olahan burger tempe, yang fresh untuk isian burger dan yang busuk atau semangit itu kita bikin kaldu tempe. Sehingga paling tidak kami sudah mulai mengurangi bahwa kami tidak membeli kaldu," ujarnya.
Penggunaan kaldu ini juga untuk mengurangi penggunaan garam yang berlebihan. Mengingat banyak sampah dibuang ke sungai, dan air sungai mengalir ke laut dan laut adalah tempat untuk memproduksi garam.
"Dan untuk bumbu-bumbu sehari-hari buat masak sop sampai lodeh ya kita pakai kaldu tempe ini," lanjut Josh.
Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang tertarik dengan kaldu tempe buatannya. Hal itu muncul setelah banyak orang yang merasakan olahan makanan istri Josh dan menanyakan apa bumbu penyedapnya.
"Akhirnya banyak yang pesan ke kita dan jadilah usaha kami. Terus kita branding dengan bumbu ibu. Kenapa bumbu ibu? karena siapa yang tidak kangen masakan ibu dan kita bilang ibu itu berarti kita bilang kebijaksanaan seorang ibu yang tidak akan mungkin memberikan anaknya makanan yang mengandung zat berbahaya," katanya.
![]() |
Menyoal pemilihan tempe bosok sebagai bahan baku utama, Josh menyebut jika hal itu merujuk peninggalan nenek moyang. Terlebih tempe bosok bagus untuk usus.
"Karena nenek moyang mengajari jika memasak menggunakan bumbu pakai tempe bosok dan itu bagus untuk pencernaan," ucapnya.
Menyoal teknis pembuatan kaldu tempe, istri Josh yakni Filiana Miladewi menyebut tidak ada bumbu khusus. Bahkan dia mengungkapkan bumbu-bumbu apa yang digunakan untuk mengolah tempe menjadi kaldu.
"Kalau bumbunya itu hanya bawang merah, bawang putih, merica, pala, garam dan gula. Semuanya ditumbuk halus, setelah itu dicampur dengan tempenya dan ditumbuk lagi sampai halus," katanya.
Selain itu, dia mengungkapkan jika perbandingan tempe semangit dan tempe segar lebih banyak ke tempe semangit. Misalnya jika ada satu kilo tempe, untuk tempe semangitnya 700 gram.
![]() |
"Setelah halus lalu dipindahkan ke loyang yang sudah dilumuri minyak kelapa dan dioven selama 1 sampai 2 jam. Kalau produksinya 3 hari sekali," ucapnya.
Menyoal harga, dia mematok Rp 40 ribu untuk setiap 100 gram dam ada potongan harga jika membawa wadah sendiri. Pasalnya untuk bungkus kaldu tempe miliknya sama sekali tidak menggunakan plastik.
"Kita packing 100 gram, harganya Rp 40 ribu. Tetapi orang bisa datang bawa bungkus, tukar bungkus nanti dikurangi Rp 10 ribu. Itu usaha kita edukasi kita agar disirkulasi, jadi tidak sekali pakai," katanya.
"Karena kita pakai botol kaca dan menggunakan bahasa inggris dan Indonesia untuk labelnya. Karena konsumen kita kalangan lokal dan internasional, karena ada langganan ekspatriat seperti di Yogya, Bali dan Jakarta," imbuh Filiana.
Menyoal pemasaran kaldu tempe, dia mengaku memanfaatkan pemasaran online dan offline seperti ikut dalam bazar. Menurutnya, pemasaran kaldu tempenya sudah menyasar hingga luar Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Untuk pemasarannya lewat offline dan online, kalau online lewat IG (Instagram) @rumahinsprirasijogja.rumijo dan di FB (Facebook) Rumah Inspirasi Jogja," katanya.
(raf/odi)