Di Indonesia, tempe dipandang sebelah mata sebagai makanan kelas bawah. Tapi di tangan profesor dan doktor 3 generasi ini, tempe jadi makanan berharga yang kaya nutrisi.
Prof. Florentinus Gregorius Winarno yang dikenal sebagai Bapak Teknologi Pangan Indonesia bersama anak dan cucunya kompak memiliki visi misi memperkenalkan tempe sebagai makanan kaya nutrisi. Ilmuwan dari tiga generasi ini membuat organisasi yang bergerak untuk memajukan tempe Indonesia.
Bukan hanya sekedar makanan biasa, di tangan para ilmuwan ini tempe dianggap sebagai super food. Detikfood berkesempatan bertemu dengan Wida Winarno dan Driando yang tak lain adalah anak dan cucu dari Prof. Florentinus Gregorius Winarno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wida dan Ando menjelaskan panjang lebar soal tempe sekaligus inovasi pembuatan tempe yang mereka lakukan di organisasi Indonesian Tempe Movement. Duo ibu dan anak ini penggemar berat tempe, keduanya gencar melakukan promosi soal tempe, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Bukan hanya tempe kedelai saja, mereka juga mencoba membuat tempe menggunakan bahan baku non kedelai. Mengandalkan bahan lokal serta kekayaan tumbuhan Indonesia, mereka ingin membuktikan kalau semua kacang dan jenis biji-bijian bisa diolah menjadi tempe.
Apa saja kegiatan yang dilakukan di Indonesian Tempe Movement dan seperti apa tempe di mata para ilmuwan sekaligus pencinta tempe ini?
1. Mengenal Indonesian Tempe Movement
![]() |
Ditemui di workshop Tempe (h) Temple di bilangan Bogor, Wida menjelaskan kalau Indonesian Tempe Movement ini berawal di tahun 2014. Sejak awal dibentuknya organisasi ini, tujuan utamanya yakni memperkenalkan tempe secara lebih luas dengan image yang lebih baik daripada sebelumnya.
Masyarakat Indonesia sudah ribuan tahun mengenal tempe, namun sayangnya hingga saat ini tempe justru dipandang sebagai makanan rendahan. Padahal di dalam tempe terkandung banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Lewat Indonesian Tempe Movement ini diharapkan akan semakin banyak orang yang tahu kalau tempe adalah sumber makanan sehat dan sumber protein nabati yang dibanderol dengan harga murah. Di sini juga menjadi ajang saling tukar informasi seputar olahan tempe kedelai dan non kedelai.
2. Promosikan tempe di dalam dan luar negeri
![]() |
Sesuai dengan tujuannya memperkenalkan eksistensi tempe, Wida maupun Ando memiliki teknik mempromosikan tempe dengan cara berbeda. Wida gencar berpromosi soal tempe di berbagai daerah di Indonesia. Sementara Ando berpromosi di luar negeri.
"Kalau saya lebih ke masyarakat di daerah-daerah. Datang ke daerah, lihat jenis kacang dan tumbuhan apa yang jadi komoditas unggulan lalu saya ajak masyarakat belajar membuat tempe dari bahan lokal. Kalau Ando lebih ke luar negeri," kata Wida.
Lebih lanjut, Wida menjelaskan banyak orang tertarik mengetahui teknik pembuatan tempe. Demikian juga Ando yang selalu bersemangat kala diminta menyuguhkan tempe untuk bule-bule di berbagai negara.
3. Teknik pengolahan tempe khusus
Bertahun-tahun bergelut dengan tempe, Wida dan Ando memiliki teknik pengolahan tempe khusus. Tempe dibuat dengan bahan dan teknik sederhana namun prosesnya lebih modern. Metode ini dikenal dengan sebutan Green Tempe Method.
Teknik pembuatan tempe ini memangkas penggunaan air saat proses pengolahan tempe. Jadi air yang digunakan untuk merendam, mencuci dan membilas dipangkas menjadi satu langkah saja. Hal ini tentu sangat berpengaruh, apalagi saat tempe dibuat di daerah yang minim air.
"Kita mengkurasi berbagai macam pembuatan tempe di Indonesia. Kita obra-abrik prosesnya di laboratorium. Sampai menemukan metode, sehingga kalau ajarin orang, mudah ditangkap dan tempenya jadi," jelas Wida.
4. Pernah mengajar napi untuk mengolah tempe
Ratusan kelas membuat tempe sudah pernah dialami Wida maupun Ando. Ada pengalaman menarik bagi Wida saat mengajar membuat tempe untuk para napi di LP Cipinang, Jakarta tahun 2015 lalu.
Wida dihadapkan pada 30 napi yang masa tahanannya sudah sebentar lagi. Sebelum dilepas ke masyarakat, para napi ini dibekali kemampuan untuk membuat sesuatu agar bisa berdaya saat kembali ke tengah masyarakat. Di awal proses mengajar, Wida mengatakan para napi ini seperti tidak memiliki jiwa, mereka mengikuti kelas dengan tatapan kosong.
Tapi setelah praktek, mereka justru antusias. "Tiap tahun saya berkunjung, lama-lama mereka bikin ini bikin itu, mereka menang lomba antar lapas karena menang bikin tempe, tanah di penjara ditanami kedelai. Dari sini saya mikir, ini ga boleh berhenti," kata Wida.
5. Tempe dipandang keren oleh para bule
![]() |
Ando yang banyak mempromosikan tempe di luar negeri mengatakan kalau banyak bule menganggap tempe sebagai makanan yang keren. Beda dengan persepsi masyarakat Indonesia yang justru melihat tempe sebagai makanan murah.
"Saya membuat tempe menjadi keren di Amerika, di Inggris, di Berlin. Sampai akhirnya Indonesia menatap tempe sebagai sesuatu yang keren. Indonesia punya paradigma, tempe dianggap makanan kecil, makanan murah. Sementara orang bule menilainya ini makanan sehat, bergizi dan murah," beber pria yang mendapat gelar Doktor di bidang teknologi pangan dari University of Massachusetts Amherst, Amerika Serikat.
(dvs/odi)