Rijsttafel, Warisan Kuliner Masa Kolonial Abad 19 yang Masih Eksis

Rijsttafel, Warisan Kuliner Masa Kolonial Abad 19 yang Masih Eksis

Milla Kurniaputri - detikFood
Selasa, 06 Agu 2019 13:00 WIB
Foto: detikfood
Jakarta - Selain kuliner asli, Indonesia juga punya kuliner yang diadapatasi dari budaya asing. Salah satunya dari Belanda yang menduduki Indonesia di abad 19.

Budaya kuliner yang ada di Indonesia sangat beragam. Kuliner berkembang sesuai dengan perkembangan budaya Indonesia yang menyerap pengaruh dari luar atau asing.

Salah satu budaya kuliner sebelum Indonesia merdeka ialah Rijsttafel. Rijsttafel berasal dari Bahasa Belanda yang berarti "meja nasi". Rijsttafel merupakan cara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di Nusantara. Uniknya hidangan-hidangan ini disuguhkan oleh pelayan yang membawanya satu per satu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rijsttafel muncul sejak abad ke-19, yang saat itu banyak orang Belanda tinggal di Indonesia dan mayoritas adalah pria. Mereka hidup sendiri dan merasa kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk saat makan. Dari sinilah para pengawal menyajikan makanan untuk orang Belanda dengan menu Nusantara, karena saat itu makanan Eropa sulit ditemukan di Indonesia," ujar Chef Wira Hardiyansyah yang dikenal sebagai chef dan food traveler.
Rijsttafel, Warisan Kuliner Masa Kolonial Abad 19 yang Masih EksisFoto: detikfood

Baca Juga: Tradisi Makan Bersama Melestarikan Budaya dan Kuliner

Tak banyak diketahui orang, budaya Rijsttafel coba diperkenalkan pihak Kafe Historia Food & Bar yang berlokasi di Kota Tua. Bekerja sama dengan IndoEpic Travel, mereka menjelaskan banyak soal budaya kuliner Rijsttafel kepada peserta tur yang berlangsung Sabtu (3/8).

Rijsttafel yang diperkenalkan kafe ini berupa 8 hidangan tradisional. Menunya terdiri dari nasi putih, nasi goreng, mie goreng Jawa, sayur babanci, semur goyang lidah, sate tempe, karedok, dan sambal telur goreng.

Tidak banyak yang mengetahui sayur babanci. Padahal sayur babanci ialah sayur khas Betawi yang sudah hampir punah. Sayur ini pada dasarnya menggunakan 21 bahan dan rempah. Sayur ini berbahan dasar daging dan sengaja dihidangkan dengan petai. Mungkin terlihat seperti soto betawi, namun dari segi rasa tentu berbeda karena sayur babanci menggunakan daging kelapa asli.
Rijsttafel, Warisan Kuliner Masa Kolonial Abad 19 yang Masih EksisFoto: detikfood

"Banyak orang mengira sayur babanci sama dengan soto Betawi. Dari segi tampilan, memang terlihat sama. Namun dari rasanya tentu berbeda, soto Betawi biasanya dicampur dengan susu sedangkan sayur babanci murni dengan santan. Yang bikin berbeda lainnya ialah sayur ini tetap menggunakan banyak rempah dan daging kelapa asli," ungkap Chef Abdul, juru masak di Historia Food & Bar.

Kemudian semur goyang lidah di Historia Food & Bar, rasanya tidak terlalu sama dengan semur. Sebab Chef Wira Hardiansyah sengaja menambahkan saus tomat sehingga rasanya tidak terlalu manis namun tetap gurih karena menggunakan banyak rempah. Bahan dasar semur ini ialah lidah sapi.

Budaya kuliner Rijsttafel di Historia Food & Bar ini sangat menambah pengetahuan pengunjung. Namun sayangnya, Rijsttafel belum menjadi bagian menu tetap di kafe ini, melainkan hanya memperkenalkannya lewat acara bersama IndoEpic Travel.

Baca Juga: Serunya Makan Sambil Belajar Budaya Kuliner Bersama Mark Wiens




(dvs/odi)

Hide Ads