PBB Rekomendasikan Konsumsi Serangga untuk Atasi Kerawanan Pangan Dunia

Serangga Makanan Bernutrisi

PBB Rekomendasikan Konsumsi Serangga untuk Atasi Kerawanan Pangan Dunia

- detikFood
Kamis, 04 Sep 2014 15:34 WIB
Foto: Getty Images
Jakarta - Mungkin tak semua orang bisa menyantap serangga seperti belatung, kumbang, jangkrik, dan ulat. Namun laporan PBB menyebutkan serangga-serangga ini dapat menjadi sumber makanan di masa depan.

Lewat buku 'Edible Insects: Future Prospects for Food and Feed Security' yang terbit tahun lalu, PBB mempromosikan santapan serangga sebagai usaha memerangi kelaparan. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, konsumsi serangga dapat membantu peningkatan gizi dan mengurangi polusi.

Pada tahun 2030, PBB memprediksi lebih dari 9 juta orang perlu diberi makan, bersama dengan miliaran hewan yang dibesarkan tiap tahun untuk sumber makanan dan peliharaan. Sementara itu, tanah dan polusi air dari produksi ternak memicu degradasi hutan sehingga berkontribusi pada perubahan iklim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski masih kurang dimanfaatkan sebagai makanan manusia ataupun ternak, PBB mengatakan bahwa peternakan serangga bisa menjadi salah satu cara mengatasi kerawanan pangan. Bagi hewan ternak, serangga dapat menjadi pelengkap pakan tradisional seperti kedelai, jagung, biji-bijian, dan lainnya.

"Pemeliharaan serangga dapat membantu mempertahankan populasi serangga sekaligus membantu kerawanan gizi dan meningkatkan mata pencaharian. Pertanian serangga memiliki potensi global sangat besar bagi pakan ternak dan produksi pangan," sebut Afton Halloran, konsultan untuk FAO Edible Insect Programme, seperti dilansir dari UN News Centre (13/05/2013).

Serangga dianggap mudah ditemui, perkembangbiakannya cepat, pertumbuhan tinggi, pakannya tidak rumit, dan ramah lingkungan. Selain itu serangga kaya akan nutrisi dengan kandungan protein, lemak, dan mineral tinggi. Makanan ini bisa menjadi suplemen makanan bagi anak-anak kurang gizi.

Tidak hanya itu, serangga juga sangat efisien dalam mengonversi pakan menjadi daging yang dapat dimakan. Contohnya jangkrik membutuhkan pakan 12 kali lebih sedikit dibanding hewan ternak untuk menghasilkan jumlah protein yang sama. Sebagian besar serangga juga menghasilkan gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan lebih minim dibanding ternak lainnya.

Laporan juga mencatat konsumsi serangga bisa memberikan bisnis dan peluang ekspor bagi masyarakat kurang mampu di negara berkembang. Terutama bagi perempuan yang sering bekerja mengumpulkan serangga dalam masyarakat pedesaan. Di Thailand sendiri kini makin banyak jumlah peternakan serangga untuk santapan karena dianggap sangat menguntungkan.

Dari catatan PBB lebih dari 2 miliar orang seluruh dunia sudah melengkapi pola makannya dengan serangga. Ada lebih dari 1.900 spesies serangga yang dimakan, terutama di wilayah Afrika dan Asia. Serangga yang sering dikonsumsi manusia adalah kumbang (31 persen), ulat (18 persen), lebah, tawon, semut (14 persen), serta belalang dan jangkrik (13 persen).

Eva Muller, salah satu direktur FAO, mengatakan rasa jijik konsumen pada serangga menjadi salah satu hambatan terbesar untuk mengadopsi hewan ini sebagai sumber protein layak di banyak negara Barat. Meski demikian, ia menyebut bahwa sejarah menunjukkan pola makan bisa berubah dengan cepat.

Agar mengurangi rasa jijik, sebenarnya serangga tidak harus dimakan seperti bentuk aslinya. Beberapa tempat seperti di Kanada mengubah belalang menjadi tepung berprotein yang bisa ditambahkan pada makanan. Bahkan sebuah perusahaan di Amerika Serikat, Bitty Foods, membuat biskuit dari tepung jangkrik yang bercitarasa lezat.

(fit/odi)

Hide Ads