Tak hanya menawarkan edukasi sejarah aviasi, ternyata ada kafe nyaman di area museum Satriamandala. Suguhannya berupa es wedang uwuh hingga mie godhok.
Kehadiran museum menjadi salah satu cara untuk mengenal lebih dekat perjalanan bangsa Indonesia. Apalagi museum-museum yang berkaitan dengan perjuangan bangsa seperti Satriamandala.
Kawasan ini akrab dikenal sebagai pusat edukasi sejarah aviasi dan pertahanan udara Indonesia. Ternyata, saat masuk hingga ke belakang gedung museumnya, ada kafe nyaman untuk disambangi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setibanya tim detikfood di Kampoeng Djoeang, Kamis (31/8), nuansa nasionalis yang kental langsung terasa. Ornamen barang-barang antik menyambut pelanggan yang masuk ke Kampoeng Djoeang.
Detail Informasi | |
Nama Tempat Makan | Kampoeng Djoeang |
Alamat | Museum Satriamandala, Jalan Gatot Subroto No 14, Kuningan Barat, Jakarta Selatan. |
No Telp | 0859-3382-3141 |
Jam Operasional | Setiap hari, 09.00 - 20.00 WIB
ADVERTISEMENT
|
Estimasi Harga | Rp 20.000 - Rp 40.000 |
Tipe Kuliner | Tradiisonal, Fusion |
Fasilitas |
|
![]() |
Suasana Nasionalis yang Kental
Berada di dalam area museum, kafe bernama Kampoeng Djoeang ini menghadirkan tema selaras dengan sekitarnya. Patung Jenderal Soedirman, mobil-mobil antik, hingga patung-patung yang menggambarkan masyarakat pada zaman perjuangan memenuhi setiap sudut kafe.
Selain itu di bagian tengah kafe juga tersedia semacam gerobak kayu yang menyediakan berbagai pilihan dan camilan tradisional. Bagi anak-anak yang tumbuh di era tahun 2000an awal, datang ke sini rasanya seperti bernostalgia dengan masa kecil.
Kursi-kursi dan meja kayu menambah suasana ala zaman dahulu semakin kental. Koleksi bendera dan lukisan pahlawan juga dipertahankan agar sesuai dengan arti namanya, Kampoeng Djoeang yang mengingatkan perjuangan para pahlawan memerdekakan Indonesia.
![]() |
Menjadi bagian dari Museum Satriamandala
Untuk menyambangi Kampoeng DJoeang, pelanggan harus masuk ke area museum Satriamandala. Ada tiket masuk yang harus dibayarkan senilai Rp 5.000 per kendaraan yang masuk.
Kemudian melaju terus hingga ke bagian belakang, bahkan sampai melewati gedung utama museum dan beberapa gedung administrasi di sana. Menurut perwakilan kafe, tempat makan ini sebenarnya sudah buka sejak beberapa tahun silam.
Pada awal pembukaannya, kafe ini termasuk dalam pengelolaan dengan museum. Namun kini Kampoeng Djoeang telah mengalami perubahan sehingga pengelolaannya tak sepenuhnya berada di bawah museum Satriamandala.
Tempat ini pun tetap menjadi pilihan yang tepat untuk bersantai setelah puas berkeliling di museum Satriamandala.
![]() |
Racikan Minuman Tradisional hingga Kekinian
Menerapkan konsep tradisional yang kental, Kampoeng Djoeang mengawinkan menu-menu tradisional dan yang kekinian. Hal ini dapat dilihat dari pilihan menu minumannya, baik kopi maupun non kopi.
Dua minuman yang kontras dicoba oleh tim detikfood. Ada Wedang Uwuh dalam versi es yang dibanderol Rp 25.000 dan Butterscotch yang dipatok Rp 30.000.
Wedang uwuh yang biasanya disajikan hangat, di sini bisa diubah jadi minuman dingin. Tetapi tidak mengubah sensasi rasa rempahnya yang tetap menghangatkan tenggorokan.
Racikan terasa lebih manis daripada wedang uwuh tradisional. Sehingga akan lebih cocok bagi penikmat minuman yang tak terlalu menyukai rempah yang kuat.
Sementara untuk Butterscotchnya menggunakan bahan dasar espresso. Racikannya sama seperti kopi Butterscotch di kafe-kafe kekinian.
Rasa kopinya kuat terasa tetapi tidak menjadi dominan. Sirup butterscotch yang manis legit seperti karamel berpadu dengan espresso yang digunakan. Cocok untuk yang ingin minuman penambah energi setelah berkeliling di museum Satriamandala.
![]() |
Citarasa Bumbu khas Indonesia yang Medhok
Perut yang keroncongan juga bisa diatasi di sini. Menu-menu tradisional seperti Mie Godhok dan Nasi Goreng dapat dipesan dengan harga yang masih terjangkau.
Seporsi Mie Godhok dibanderol Rp 35.000. Ukurannya cukup besar dengan isian berupa potongan sawi, sosis, kol, serta bumbu. Sebegai toppingnya ditambahkan pula telur mata sapi.
Jenis mie yang digunakan adalah mie telur dengan tingkat kematangan menengah, tidak terlalu keras maupun tidak lunak. Racikan kuahnya terasa seperti mie godhok buatan rumahan, rasa khas bawang-bawangan yang segar dengan sedikit sentuhan merica terasa cukup menghangatkan pangkal tenggorokan.
Menu Nasi Gorengnya juga tak kalah enak. Seporsi nasi goreng dilengkapi potongan sosis, sawi, kol, telur ceplok, acar, timun, dan tomat. Nasinya pulen dan sedikit berminyak, tetapi tak mengganggu langit-langit mulut.
Tingkat kepedasannya juga bisa disesuaikan, tergantung selera pelanggannya. Saat dicecap bumbunya terasa kuat namun lembut, menandakan tak terlalu banyak tambahan perasa instan di dalamnya. Mirip seperti nasi goreng rumahan yang sedap!
Sebagai menu penutup juga bisa memesan Piscok seharga Rp 30.000. Bagian kulit lumpia yang renyah diisi dengan pisang yang lembut dan cokelat yang lumer saat digigit.
Ingin tempat makan atau produk Anda direview detikfood? Kirim email ke foodreview@detik.com.
Simak Video "Kampoeng Djoeang, Kafe Vintage di Ujung Museum Satriamandala"
[Gambas:Video 20detik]
(dfl/adr)