Makan di Food Court Singapura Bisa Jadi Mahal, Ini Sebabnya

Makan di Food Court Singapura Bisa Jadi Mahal, Ini Sebabnya

Sonia Basoni - detikFood
Selasa, 10 Sep 2019 16:30 WIB
Makan di Food Court Singapura Bisa Jadi Mahal, Ini Sebabnya
Jakarta - Singapura sering dijadikan destinasi liburan orang Indonesia. Di sana banyak food court atau tempat makan, yang justru perlu dihindari para wisatawan.

Negara tetangga Singapura, dinobatkan sebagai negara termahal di dunia sejak tahun 2014. Singapura berhasil mengalahkan Tokyo, yang menduduki kota termahal di dunia sejak tahun 1992 lalu. Semua ini diukur dari mahalnya biaya hidup di sana, mulai dari harga sewa properti, hingga harga makanan.

Meski begitu negara Singapura masih menjadi destinasi liburan favorit banyak orang, terutama orang Indonesia. Nah, bagi yang sering berlibur ke sana, jangan terkecoh dan langsung memilih makan di foodcourt di sana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena menurut Asia One (10/09), makan di food court yang ada di Singapura, jauh lebih mahal dibandingkan tempat lainnya. Berikut lima alasan, mengapa makan di food court Singapura akan membuat Anda merogoh kocek lebih dalam saat berlibur di sana.

Baca Juga: Yang Seru di Singapura, Ikut Tur ke Hawker Center hingga Pasar Tradisional!

Harga yang Ditampilkan

Foto: Istimewa
Banyak pusat perbelanjaan di Singapura yang punya food court modern, dengan puluhan gerai makanan yang menggiurkan. Sayangnya, untuk membuat pengunjung lebih banyak mengeluarkan uang di sana, kebanyakan gerai di food court tidak menampilkan harga makanan mereka.

Karena itu para pengunjung tidak bisa membandingkan harga satu makanan, dengan makanan lainnya. Jadi pengunjung memilih makanan di food court ini berdasarkan tampilan dari foto menu saja, bukan dari harga yang kadang-kadang membuat pengunjung jadi terjebak.

Selain itu banyak juga gerai makanan di food court, yang menyembunyikan menu makanan yang lebih murah, dan hanya menampilkan makanan dengan harga yang tinggi. Contohnya di menu hanya tertera paket nasi ayam ukuran besar seharga 7 SGD (Rp 71,016), padahal ada menu paket nasi ayam yang lebih murah seharga 5 SGD (Rp 50,828), yang tidak tertera di menu utama.

Nama Menu yang Dipoles

Foto: Istimewa
Agar menarik perhatian pengunjung, terutama para wisatawan yang tertarik untuk mencoba berbagai hidangan khas Singapura banyak gerai makanan di food court, yang memoles menu makanannya. Mereka memakai kata-kata baru agar mereka bisa menaikkan harga makanan.

Contohnya banyak penjual makanan di food court yang menyebut hidangan mie mereka sebagai, 'handmade noodle' atau mie rumahan. Sebenarnya itu merupakan hidangan ban mian, hanya saja namanya dipoles sedikit agar terkesan berbeda dari hidangan lainnya.

Taktik lain yang sering digunakan, adalah dengan menggabungkan nama makanan dengan tren kuliner yang berkembang. Salah satunya dengan menambahkan kata 'Japanese' atau 'Korean' di belakang nama menu mereka. Sehingga membuat pengunjung lebih tertarik untuk membelinya dengan harga yang lebih tinggi, dibandingkan jenis makanan yang sama tanpa embel-embel Korea atau Jepang.

Pertanyaan yang Memaksa

Foto: Istimewa
Jika Anda sering mampir ke food court atau tempat makan lainnya di Singapura, Anda pasti sering ditodong dengan pertanyaan "Yes? What you want?!" oleh penjual makanan ketika Anda tengah melihat-lihat makanan di gerai tersebut. Pertanyaan ini merupakan bentuk taktik, agar pengunjung segera memesan makanan mereka.

Dengan pertanyaan yang sedikit mengintimidasi dan sedikit 'judes' dari penjual makanan, umumnya para pengunjung akan mendapatkan sedikit tekanan, dan akhirnya memutuskan untuk membeli makanan di gerai itu meski mereka tak terlalu menginginkan makanan yang mereka pesan.

Pertanyaan yang memaksa ini, jadi taktik para penjual makanan agar pengunjung tak fokus, dan akhirnya memesan makanan yang lebih mahal. Menurut situs Asia One, banyak penjual makanan di food court dan pusat jajanan kaki lima di Singapura yang memang kurang ramah dengan pengunjung, dan sedikit memaksa. Sebaiknya mencari gerai makanan lain yang penjualnya lebih ramah.

Makanan yang Terlalu Asin

Foto: Istimewa
Banyak penjual makanan di food court yang sengaja menaruh banyak bumbu gurih atau asin ke dalam makanan. Gunanya, agar pengunjung membeli minuman yang tentunya tak murah. Kebanyakan makanan di food court itu menggunakan terlalu banyak MSG.

Ketika orang menyantap mie Hokkien atau Nasi Padang yang jadi menu favorit di sana, pengunjung akan merasa lebih haus setelah memakannya. Banyak pengunjung yang akhirnya membeli minuman tambahan, tapi untuk harga es teh manis atau kopi saja kisaran harganya 2 SGD (Rp 20.000).

Selain itu banyak juga gerai minuman yang menjual minuman aneka topping, yang membuat harganya semakin melonjak. Contohnya es milo, es lemon tea, jus leci, di mana kisaran harga untuk satu minuman saja bisa mencapai 4 SGD (Rp 40.000). Cara lainnya, mereka juga memasarkan minuman dan air mineral ke meja para pengunjung langsung, sehingga membuat pengunjung lebih konsumtif.

Boros

Foto: Istimewa
Usai makan di food court yang ada di pusat perbelanjaan, atau mall, pengunjung biasanya akan melanjutkan jalan-jalan di dalam mall tersebut. Namun, dalam sana banyak restoran atau gerai makanan yang mendorong pengunjung untuk 'jajan' dan mengeluarkan uang lebih banyak.

Sebut saja gerai makanan yang menjual kudapan ada Toast Box, Gong Cha, hingga aneka sate-satean dari Old Chang Kee. Meski terlihat umum, rupanya ini merupakan taktik dari pengelola gedung, untuk menempatkan toko makanan ringan di sepanjang rute yang paling banyak dilalui pengunjung.

Fungsi dari gerai makanan ini, untuk menggoda para pengunjung agar menghabiskan uang lebih banyak di sana. Tak hanya gerai makanan saja, trik ini juga berlaku untuk toko baju hingga toko oleh-oleh.

Baca Juga: Hawker Center, Pusat Jajanan Kaki Lima Tersohor di Dunia dari Singapura
Halaman 2 dari 6
(sob/odi)

Hide Ads