Pulang ke kampung halaman di Salatiga, Laili enggan kembali bekerja. Wanita yang sempat berkarir sebagai marketing perusahaan nasional di Tegal ini berkeinginan memulai usaha di tanah kelahirannya.
"Saya cari tanah yang sudah ada kebun salaknya. Sebelum pulang ke sini sudah kepikiran untuk mengolah salak sebagai komoditas kuliner yang menarik," jelas Laili kepada Detikcom, Kamis (7/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Seiring berjalannya waktu Laili menggandeng petani lokal untuk bekerja sama. Hal ini ia lakukan untuk menjadikan Desa Grogol, Kota Salatiga, tempat tinggalnya kini menjadi sentra olahan kreatif berbahan dasar salak.
"Semula kopi, lalu menjadi teh, sambal, selai, cokelat dan yang paling baru adalah tepung salak," jelas Laili. Seluruh olahan kuliner salak buatan Laili sudah mengantongi sertifikasi halal sejak 2016. Ia berupaya untuk menjadikan usahanya saat ini menjadi sebuah usaha kecil yang terus berkembang.
![]() |
Perbedaan kopi salak dengan kopi pada umumnya adalah kadar kandungan kafeinnya. Selain itu kopi salak juga memiliki khasiat bagi penderita diabetes. "Kopi salak ini ramah di lambung, karena tidak mengandung kafein. Selain itu saat uji lab di Jurusan Biologi UKSW, kopi salak mempunyai manfaat untuk menurunkan kadar gula bagi penderita diabetes," jelas Laili.
Laili mematok harga Rp 10 ribu untuk 50 miligram bubuk kopi salak. Sedangkan jika ingin menyeduh di tempat, segelas kopi salak dihargai Rp 3 ribu. Melalui kerjasama dengan petani lokal, Laili berupaya mendongkrak harga jual salak yang seringkali anjlok tiap kali panen raya. Dari hal inilah ia semakin giat menambah nilai jual salak dengan cara mengolah menjadi kuliner kreatif.
"Panen raya harga salak bisa cuma Rp 500 per kilo. Nah kalau dijual sebagai bahan dasar kopi, saya bisa membeli Rp 3 ribu per kilo, dengan catatan antara kulit, biji dan buah sudah dipisah," jelas Laili.
![]() |
Untuk membuat 1 kilogram kopi salak, Laili membutuhkan 10 kilogram biji salak. Nantinya, biji salak diolah supaya siap untuk diselep menjadi bubuk.
"Kalau biji haruas dijemur dan dipotongi sebelum diselep. Sementara daging buahnya untuk bahan selai, sambal dan cokelat. Lalu kulitnya dikeringkan dan dihaluskan untuk menjadi teh siap seduh," papar Laili.
![]() |
Dalam distribusi penjualan Laili menjalankan bisnisnya secara offline di Warung Kebun Salak yang beralamat di Jalan Srikandi, Grogol, Kota Salatiga dan online melalui media sosial dan online shop.
"Dalam sebulan pendapatan kami berkisar 5 - 6 juta rupiah. Itu baik secara offline maupun online, dari segi pendapatan sejauh ini, alhamdulillah pertumbuhan usaha kami menuju ke arah yang lebih baik," tandas Laili. (odi/odi)