Seperti diberitakan Stuff.co.nz (26/02), salah satu penelitian dengan 1000 partisipan mengungkap 97% wanita dan 68% pria mengalami ngidam makanan. Umumnya terjadi 2 sampai 4 kali seminggu.
Ada anggapan ngidam makanan adalah pertanda tubuh kekurangan nutrisi tertentu. Keinginan makan steak, misalnya, menunjukkan tubuh kurang zat besi atau protein.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dinamakan pica, yaitu kondisi seseorang mendambakan sesuatu yang tak lazim dimakan seperti es atau tanah liat. Pica sering kali berhubungan dengan kekurangan zat gizi mikro yaitu zinc.
Kekurangan vitamin juga berpotensi menimbulkan ngidam makanan. Contoh, kurang vitamin C parah sebabkan seseorang sangat ingin makan buah dan sayuran segar. Hal ini pernah dialami pelaut Inggris yang menderita penyakit kudis karena kurang vitamin C. Mereka mengatakan saat itu benar-benar ingin makan buah dan ketika memakannya mereka merasa senang luar biasa.
Secara umum Ho menjelaskan tidak ada bukti nyata yang menunjukkan ngidam makanan berhubungan dengan kekurangan nutrisi tertentu dalam tubuh.
Hal ini dikuatkan dengan fakta seputar diet. Saat diet, seseorang membatasi asupan makanan tertentu yang sebenarnya dibutuhkan tubuh. Namun penelitian membuktikan hal ini tidak membuat mereka ngidam makanan yang asupannya dibatasi tersebut.
Lalu apa yang menyebabkan ngidam makanan? Kondisi ini diyakini muncul dari kombinasi faktor sosial, budaya, dan psikologis. Di Amerika Utara, misalnya, cokelat adalah makanan yang paling diidam-idamkan tetapi hal ini tidak terjadi di tempat lain.
Di Mesir, hanya 1% pria muda dan 6% wanita muda yang ngidam cokelat. Sementara di Jepang, wanita lebih banyak ngidam nasi dan sushi yang merefleksikan pengaruh makanan tradisional dan budaya dalam kasus ngidam makanan.
Hubungan antara ngidam dan pilihan makanan sangatlah penting. Ngidam makanan bisa berkembang dari paduan konsumsi makanan tertentu dan rasa lapar yang memunculkan respons bersyarat (conditioning response).
Dalam sebuah penelitian, sejumlah partisipan diminta makan cokelat hanya ketika lapar diantara waktu makan. Setelah 2 minggu, rupanya keinginan ngidam cokelat mereka lebih besar dibanding partisipan yang diminta makan cokelat dalam kondisi kenyang.
Teori ngidam makanan yang meliputi aspek biologis, psikologis, dan sosial menunjukkan kondisi ini dapat muncul dari padanan asupan makanan dengan kondisi lain seperti emosional. Ngidam makanan telah terbukti berkaitan dengan stress yang tinggi.
Ada pula bukti yang menunjukkan mikroba usus seseorang mempengaruhi ngidam makanan.
Lalu bagaimana mengatasinya? Terdapat teknik cognitive defusion. Saat penelitian, partisipan diminta tidak mengubah pikiran mereka tentang ngidam cokelat tetapi diarahkan untuk mengenali ngidam tesebut dan visualisasi diri mereka berbeda dari pikiran.
Cara ini terbukti lebih ampuh atasi ngidam makanan dibanding bila seseorang berusaha menghilangkan atau mengganti ngidam tersebut.
(adr/odi)