Yayasan Masyarakat Gastronomi Indonesia (MAGASI) yang melihat pengaruh Betawi ini akhirnya membuat 'Bincang-Bincang Besama JJ Rizal' dengan tema 'Budaya dan Kuliner Betawi' di Jakarta, (12/06). Bincang-bincang ini sekaligus sebagai acara menyambut ulang tahun kota Jakarta pada 22 Juni mendatang.
Seperti nama organisasinya, MAGASI tak melulu membicarakan makanan atau resep. MAGASI ingin setiap orang Indonesia tak hanya menikmati kekayaan kuliner saja, tapi juga akrab dengan sisi gastronomi. Sisi ini mencakup filosofi, budaya, sejarah, dan cerita dari suatu makanan tersebut.
Acara ini dibuka oleh Prof. Benny Hoed selaku pemrakarsa sekaligus orang yang membentuk MAGASI bersama sang istri, Rahayu Hoed. Prof. Benny adalah guru besar dari Universitas Indonesia dan Rahayu Hoed hingga kini masih berprofesi sebagai pengacara.
"Begitu banyak makanan khas Indonesia yang kita kenal, namun kita tak tahu asal usul dan ceritanya. Padahal saya percaya setiap makanan pasti punya cerita, maka dari itu MAGASI sendiri menggunakan ungkapan itu sebagai semboyan kami," ungkap Prof. Benny Hoed.
JJ Rizal, sejarawan dari Universitas Indonesia yang asli Betawi juga hadir sebagai nara sumber. Ia menjelaskan tentang budaya orang Betawi yang menganggap dapur sebagai tempat paling penting di rumah.
"Rumah orang Betawi dulu pasti dapurnya lebih besar daripada kamar-kamarnya. Sudah begitu, orang Betawi punya kebiasaan memasak masakan yang bahan-bahannya diambil dari pekarangan sendiri," terang JJ Rizal.
Selain sayuran, orang Betawi juga suka menanam rempah di pekarangan. Sebelum masuk rumah, di depan pagar ada sereh, di halaman sudah ada pohon salam dan asem. Belum lagi orang Betawi juga suka menanam pohon nangka hingga durian. Pohon durian dan pohon nangka juga bukan sembarang pohon bagi orang Betawi karena zaman dahulu banyak leluhur yang dimakamkan di bawah pohon ini.
Dari makanan sehari-hari hingga makanan perayaan, orang Betawi tidak akan melupakan hidangan yang spesial. Satu lagi, orang Betawi terkenal sangat religius. Semua kegiatannya bernafaskan Islami. Namun uniknya, hidangan Betawi justru banyak mendapatkan pengaruh dari wilayah luar.
"Waktu hari Lebaran, orang Betawi menyediakan makanan yang berbau suku non-Betawi. Ada ketupat yang berasal dari masa pra-Islam, kecap dan manisan yang mendapat pengaruh dari budaya Tiongkok, Bir Pletok yang mendapat pengaruh dari Belanda. Melihat orang Belanda yang suka berpesta dan minum minuman berwarna merah (wine). Orang Betawi mmebuat bir pletok yang warnanya merah tak beralohol,β tutur pria yang berada di balik Komunitas Bambu ini.
(tan/odi)