Pasar wine ini memang sangat menjanjikan. Apalagi, dengan adanya isu produksi wine yang terus merosot karena perubahan iklim. Per tahunnya, Amerika Serikat tercatat menjadi konsumen terbesar di dunia, diikuti oleh Prancis dan Italia.
Menurut catatan International Organization of Vine and Wine (IOVW), Tiongkok mengonsumsi 155,4 juta peti wine, Prancis menghabiskan 150 juta peti, dan 141 juta peti dihabiskan oleh Italia. Sedangkan, Jerman menjadi importir wine terbanyak, diikuti oleh Inggris dan Amerika Serikat,
Tiongkok juga dikenal sebagai konsumen wine tinggi di dunia, karena orang Tiongkok juga menyenangi berbagai minuman beralkohol.
Tren ini diikuti oleh pasangan aktor dan aktris Hollywood Brad Pitt dan Angelina Jolie yang juga berani menanamkan modal besar untuk brand wine Miraval Rosé. Kabarnya, wine produksi pasangan yang mempunyai enam anak ini juga sempat dipalsukan oleh produsen asal Tiongkok karena permintaan wine yang sangat tinggi.
Kecuali itu winery semakin banyak di Tiongkok. Dari tahun 2000 hingga 2014 naik sebanyak 4%. Jika dibandingkan dengan Prancis, wilayah Tiongkok memang berpotensi memproduksi jumlah wine yang lebih banyak.
Karena jumlah lahan Tiongkok yang lebih jauh lebih besar. Hingga sekarang Prancis masih memegang produksi anggur terbesar. Per tahunnya Prancis bisa menghasilkan 46,7 juta hektoliter wine. Tetapi, produksi wine Tiongkok mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Selama kurun waktu 14 tahun tersebut, Tiongkok telah membuka lebih dari 4.800 kilometer persegi lahan. Jumlah ini saja sudah mengalahkan jumlah perkebunan di Prancis, Italia, Australia, dan Amerika Serikat.
Padahal, industri wine adalah industri yang membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk menghasilkan wine yang baik.
“Penanaman anggur ini membutuhkan waktu. Anggur bukan produk yang Anda tanam tahun ini dan bisa mendapatkan hasilnya tahun itu juga,” kata Debra Meiburg, seorang Master of Wine.
Wine Tiongkok sudah dikenal sejak 1892, saat dinasti Qing bekerjasama dengan perusahaan Changyu Winery di Yantai. Sejak itu perusahaan wine di Tiongkok terus berkembang hingga sekarang.
Dahulu, kebun-kebun anggur Tiongkok mendapatkan bantuan dari Prancis, Jerman, dan Italia. Beberapa perusahaan seperti Remy Cointreau pun pernah menanamkan sahamnya di Tianjin untuk membuat perusahaan wine.
Tapi, kemudian Tiongkok perlahan melepaskan diri dari Prancis dan mendirikan perusahaan sendiri di tahun 2013 hingga sekarang. Wine dari Tiongkok ini pun mendapat sambutan baik oleh beberapa kritikus wine, salah satunya adalah Robert Parker.
Sampai sekarang, Tiongkok masih berjuang untuk memasarkan wine asli daerahnya sendiri. Mereka masih menghadapi masalah terutama karena banyak orang mempercayai bahwa semua barang “Made In China” berkualitas buruk.
(Maya Safira/Odilia Winneke)