Jika di India, Tiongkok, dan Yunani jahe (Zingiber officinale) sudah digunakan sebagai makanan dan obat sejak zaman dulu, di Eropa rempah ini populer untuk mengatasi masalah pencernaan.
Jahe biasa digunakan untuk mengatasi mual dan muntah, inflamasi, gangguan pencernaan, sampai perasaan terbakar di dada (heartburn). Jahe juga diyakini dapat menyembuhkan infeksi saluran pernafasan, bronchitis, serta arthritis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata, ini bukanlah sekadar kepercayaan tradisional. Studi ilmiah berskala besar menunjukkan bahwa jahe dapat membantu mengatasi mual saat hamil. American College of Obstetricians and Gynecologists pun menyarankan jahe sebagai pilihan bagi wanita hamil yang mengalami mual dan muntah.
Namun, hasilnya berbeda-beda bagi mual atau muntah jenis lain, termasuk yang disebabkan oleh mabuk laut dan mual-muntah setelah kemoterapi atau operasi. Tak jelas pula apakah jahe dapat menyembuhkan rematik, osteoarthritis, serta sakit persendian dan otot.
Meski cukup baik ditoleransi tubuh, jahe bisa memiliki efek samping seperti heartburn, kembung, dan iritasi lambung. Rempah ini harus digunakan dengan hati-hati oleh penderita batu ginjal, maag, atau refluks. Jahe juga bisa mengiritasi jika terkena kulit langsung.
Konsumsi jahe dalam dosis besar bisa meningkatkan perdarahan. Karena itulah, secara teori jahe bisa berinteraksi dengan obat pengencer maupun pembeku darah. Makanya, penggunaan ekstrak konsentrat jahe dalam dosis tinggi (10 gram per hari) harus dihentikan seminggu sebelum operasi.
Namun, seperti dilansir ABC Australia (10/06/2014), studi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan jahe saat hamil tak meningkatkan risiko cacat lahir, kematian bayi baru lahir, dan masalah lainnya.
(fit/odi)